Dendam Winarsih

Dia Menyebalkan Sekali



Dia Menyebalkan Sekali

"Ka-kapan dia datang eh maksudku kapan dia di sini?" Bukannya dia tadi di warung bubur ya? Kenapa bisa di samping kamu Toni? Sebenarnya dia mau apa?" tanya Ian yang sedikit gugup karena melihat Paimin di mobil mereka.     

Paijo yang mengemudi sedikit gugup karena di pandang dari kaca mobil. Mang Dadang dan Dino menghela nafas, mereka tidak menyangka Paimin akan mengikuti mereka.     

"Kamu disuruh dukun sialan itu ya?" tanya Dino yang sudah terlanjur kesal dengan Paimin yang diam dan tidak tahu diri ini.     

"Aku itu hanya ingin ikut saja, dukun siapa yang kalian katakan?" tanya Paimin dengan wajah yang sedikit bingung.     

Semua orang terkejut karena mendengar apa yang dikatakan oleh Paimin, dia mengatakan ingin ikut, dan dukun siapa. Ian memandang ke arah Paimin dia menyelidiki mata Paimin, dia ingin mencari kebohongan dan saat di lihat tidak ada kebohongan sama sekali. Malah wajah sendu seperti orang hilang.     

"Aku tidak percaya dengan dia sama sekali, aku rasa dia berhayal dan aku rasa dia hanya orang yang berpura-pura ingin ikut kita dan setelah tujuannya tercapai baru dia pergi, dia licik Dino, usir dia dari mobil ini, aku takut dia ketemu Nona bisa bahaya Nonanya," jawab Ian yang berbisik ke Dino.     

"Benar juga apa kata Ian, dia pasti melakukan sesuatu hal yang aneh dan jika ketahuan Nona bahaya," gumamnya dalam hati.     

Paijo masuk ke dalam parkiran mobil, tidak terasa mereka sudah sampai di kantor. Dino mulai menarik nafas dan memandang ke arah Paimin yang kelihatan seperti orang yang mencari sesuatu.     

"Kamu tidak mungkin bisa masuk. Kembalilah ke dukun kamu itu, jangan membodohi kami di sini, sudah sana pergi kamu, jangan buat aku makin bingung dengan semua yang terjadi, aku harap kamu paham maksud aku, dan jangan ganggu aku dan kami lagi, dan satu hal apa yang kamu lakukan dengan teman kami yang mengantarkan kamu ke depan pintu rumah tadi? Apa kamu melakukan sesuatu dengan dia?" tanya Dino dengan serius.     

"Aku tidak melakukan apapun, aku hanya melihat dia pergi dan terus pingsan, dia juga diikuti wanita di belakang tubuhnya, saat ingin menghirup aura teman kamu itu, aku membantunya dan dia pingsan karena sebagian auranya sudah bersama wanita itu." jawab Paimin dengan jujur.     

Ian menelan salivanya mendengar apa yang Paimin katakan. "wa-wanita siapa maksud kamu?" tanya Ian yang terbata-bata.     

"Wanita yang mengikuti dia sebulan yang lalu, dia wanita yang di selamatkan tapi dia tidak tahu kalau dia adalah wanita jahat penghisap aura pria, dia berada di ujung jalan sana, jadi kalian jangan terkecoh dan jangan buat dia mengikuti kalian." Paimin menjelaskan apa yang dikatakan.     

Tidak ada yang menjawab sama sekali semuanya terdiam dan hanya bisa melihat satu sama lain. Mereka baru tahu kalau Dulloh diikuti oleh wanita yang tidak kasat mata.     

"Bukannya Narsih harusnya tahu kalau dia diikuti, tapi kenapa Narsih tidak mengatakan apapun? Dia hanya diam saja, kalau dia makhluk astral pasti tahu kan dia diikuti. Atau jangan-jangan dia berbohong dengan apa yang dikatakan? Kamu berbohong kan Paimin? Kamu saja bisa menghilang dan tiba-tiba masuk ke sini, kalau bukan kamu siapa lagi?" tanya Ian dengan tegas.     

Toni yang di sebelah Paimin memeluk lengan Ian, dia takut bernasib sama dengan Dulloh. Paimin geleng kepala ke arah Ian dan yang lainnya.     

"Aku tidak melakukan itu, aku juga tidak tahu kenapa aku bisa seperti ini, aku juga bingung kenapa aku mengikuti kalian, saat itu aku di rumah sakit dan saat bangun aku melihat suster sedang membicarakan orang yang mengantarkan aku ke sini, aku masih menghirup aroma parfum dan itu tercium aroma kamu, jadi aku ikuti saja," ujar Paimin.     

Ian mengacak rambutnya karena dia mengenali aroma parfum Paijo, bagaimana nggak kenal orang yang mencekik itu dia. Dia menyebalkan sekali dan sangat menyebalkan sekali.     

"Ok, kalau begitu begini saja ya, kamu mau apa? Kita itu tidak kenal kamu, dan maaf kami tidak bisa antar kamu dan kami tidak tahu kamu datangnya dari mana, saat itu kamu pingsan dan kami bawa ke rumah sakit dan kalau kamu tersinggung kami tidak bertanggung jawab, ya maafkan kami ya," ucap mang Dadang.     

Paimin menatap ke arah yang lain dan tentu membuat dia bingung. "aku tidak tahu apapun yang kalian bicarakan, termasuk dukun itu, aku saja tidak tahu bisa sampai di sini. Aku hanya melihat kalian pergi dan saat aku ikut keluar dan berjalan mengikuti kalian ternyata aku sudah berada di sini, aku tidak berbohong sma sekali." ucap Paimin.     

Ian makin pusing dan makin tidak karuan dia juga tidak tahu harus apa, rambutnya juga sudah tidak rapi, ditambah lagi Toni bergelantungan di lengannya karena ketakutan. Dino menatap ke arah mang Dadang, dia ingin tahu apa keputusan dari mang Dadang yang kebetulan paling di tuakan diantara mereka semuanya.     

"Jangan menatapku Dino, aku tidak tahu mau jawab apa sama sekali kepalaku sakit, aku tidak mau salah kasih jawaban yang akan berujung fatal nantinya." mang Dadang tidak bisa memberikan jawaban apapun, dia juga tidak mau menjawabnya karena tentu saja dia takut ambil resiko jika Paimin ini hanya berbohong.     

"Kita sudah terlambat masuk kantor, jika kalian tidak mau masuk ke kantor silahkan kalian di sini, aku masuk dulu, kepalaku mau pecah melihatnya di sini." Paijo tidak bisa berlama di mobil apa lagi saat dia mendengar pria ini bisa sampai di sini karena parfumnya.     

"Aku akan pakai parfum yang lain saja, aku tidak mau pakai parfum ini, ini benar sial, kenapa harus aku, semalam aku di cekik sekarang parfumku juga bermasalah, ahkhhhh!" Paijo mengomel sendiri dengan wajah yang cemberut.     

"Mang kamu temani dia di kantin, kalau dia sampai ketemu Nona bahaya, sepertinya jimat yang mamang buang itu membuat dia seperti ini," ujar Dino dengan suara yang sedikit berbisik ke arah telinga mang Dadang.     

Mang Dadang menatap ke arah Dino dan berpikir sejenak, benar juga kata Dino, mungkin juga karena jimat itu tapi ilmu dia itu apa tidak hilang pikir mang Dadang. Dino mencolek tangan mang Dadang yang melamun. Mang Dadang menghela nafas panjang dia tersadar dari lamunannya dan menatap ke arah Dino.     

"Kalian masuk saja dulu, biar kami di kantin saja dan nanti kita pikirkan lagi, aku sudah tidak bisa berpikir, setelah itu kita cari cara yang lain saja, dan jangan pikirkan kami, pergi sana, nanti kalian dimarahin manajer kalian itu," ucap mang Dadang yang meminta Dino dan Ian juga Toni pergi ke kantor.     

Dino menganggukkan kepala dan keluar, mang Dadang juga ikut keluar bersama Paimin dia membawa Paimin ke kantin, dia akan menjaga Paimin agar tidak kemana-mana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.