Dendam Winarsih

Siapa Dia Narsih



Siapa Dia Narsih

0Semua memandang Paimin yang makan seperti orang kelaparan. Saat ini, mereka sedang makan siang di kantin, dan kali ini Ian meringis karena makan penghuni baru lebih dari mereka.     

"Mas, kamu cukup uang untuk bayar dia? Lihat saja mas, dia makan seperti orang kelaparan selama setahun yang tidak pernah dikasih makan atau tidak pernah menyentuh makanan." Toni hanya mengangga melihat Paimin yang makan tanpa ada rasa malu.     

"Kali ini uangku sebelum sebulan sudah luruh karena makan dia yang cukup banyak dan cukup rakus. Apa dia tidak makan apa selama di rumah dukun itu. Lihat dia, duh! Habis dah, uangku," ucap Ian yang kesal karena makan segentong.     

Mang Dadang menepuk pelan pundak Ian dan tersenyum kecil. "jangan sedih, anggap saja sedekah ke dia ya, aku hanya mau kamu mengeluarkan uang untuk dia yang kata dia tidak punya keluarga sama sekali, menyedihkan sekali bukan?" tanya Mang Dadang kepada Ian.     

Ian hanya mencibir mulutnya mendengar apa yang dikatakan oleh mang Dadang. bukannya dia tidak mau, tapi dia bukan anak kecil lagi, dia sudah tua dan dia anak dukun itu. Selesai makan, mereka langsung kembali ke ruangan, hingga jam pekerjaan berakhir.     

"Jadi, dia mau kita apakan?" tanya Paijo.     

Ian mengidikkan bahunya, dia tidak tahu apapun, dia melihat Paimin kasihan tapi dia juga takut karena bisa saja dia mencekik mereka saat tidur. ian mendekati mang Dadang untuk menanyakan apakah yang akan mereka lakukan ke penghuni yang satu ini.     

"Apa dia ikut?" tanya Ian kepada mang Dadang.     

"Ikut apa?" tanya mang Dadang yang bingung dengan jawaban yang Ian katakan.     

"Ikut kita pulang mang, emangnya mau ikut kemna lagi, aku takutnya kalau ikut kita pulang, dia akan melakukan hal yang aneh, kita kan tidak tahu kalau dia itu sengaja bertingkah seperti itu atau tidak. Dia anak buah dukun yang sering mengirim kita makhluk gaib, nah, kalau kita tidur dan ubun-ubun kita di sedot dengan dia bagaimana, mana mungkin kita jaga dia selama kita tidur. Kan kita harus tidur," cicit Ian yang     

"Benar juga kalau gitu, kita tidak mungkin ajak dia tinggal di rumah, bisa bahaya." Mang Dadang baru sadar mau dibawa kemana ini orang pikirnya.     

"Kalian tidak mau pulang, ayo masuk cepat." ajak Dino yang langsung melewati mereka, Paimin juga melewati mereka dan Paijo juga.     

Mang Dadang melongoh mendengar apa yang di katakan oleh Dino, apa dia tidak salah lihat pikirnya lagi. Ian dan mang Dadang mengikuti mereka dan Paimin sudah duduk di sebelah Toni. Toni yang dipandang Ian hanya mengidikkan bahunya dan tangannya juga terangkat.     

"Dia mengikuti aku dan aku tidak tahu harus apa," jawab Toni yang tahu apa yang mereka tanyakan.     

Dino memandang ke arah mang Dadang dan meminta dia penjelasan apakah dibawa atau tidak. Mang Dadang yang dilihat oleh ke tiganya hanya menghela nafas dan masuk ke dalam mobil.     

"Kalian lelah kan, ayo kita pergi dari sini, nanti hujan sepertinya mau hujan juga ini, ayo kita pulang sekarang ya," ucap mang Dadang yang masuk ke dalam mobil dan duduk di depan dengan tenang.     

Dino cs pun akhirnya ikut masuk ke dalam dan tidak berbicara sama sekali. Nona yang sudah pulang bersama dengan Bram. Dia ingin mengajak Dino makan di luar tapi Bram sudah lebih dulu datang untuk menemui dia.     

Tidak berapa lama, mereka sampai di rumah makan tempat biasa, mereka membeli makan malam untuk dibawa pulang. Selesai membeli makanan, mang Dadang dan Paijo masuk kembali ke dalam mobil. Mereka langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, mereka bergegas masuk kerumah, rasa lelah menggelayuti mereka semua.     

"Eh, mbak manis Dino ada di sini?" Mau apa mbak di sini?" tanya Ian yang kaget karena melihat Narsih ada di dalam rumah.     

"Aku tidak tahu, " jawab Paijo.     

"Aku tidak bertanya denganmu, aku hanya mau bertanya dengan mbak manis saja, apa kamu tidak dengar?" tanya Ian yang kesal karena Paijo main asal nyambung saja.     

"Aku kan hanya jawab, lagian kamu tanya dia juga tidak di jawab," jawab Paijo yang berlalu melewati Narsih yang berdiri di depannya.     

Paijo lewat dan mengejek ke arah Narsih, Narsih hanya memasang wajah datar. Dia melihat ke arah Paimin dia heran kenapa ada Paimin di rumah ini.     

"Kenapa dia di sini? Dia anak buah dukun itu, dia licik karena dia akan mengelabui kalian. Kamu pergi, atau aku akan mencekikmu dengan tanganku ini kalau tidak aku akan membacokmu," ucap Narsih dengan suara datar.     

"Narsih maksud kamu dia hanya mau menipu kita kah?" tanya mang Dadang yang wajahnya sedikit ketakutan.     

Dino cs dan mang Dadang bergerak ke arah lain untuk menjauhi Paimin. Paimin menatap ke arah Narsih dengan wajah datar.     

"Siapa dia Narsih?" tanya Ian dengan sedikit berbisik.     

"Pocong dari dukun itu, dia masuk ke dalam tubuh anak buahnya, dan itu tujuannya untuk mendekati Nona dan kalian. Kalian terlalu bodoh untuk mengetahui siapa dia. Kalian tidak melihat kakinya yang menyatu satu sama lain, kalian itu tidak bisa di andalkan, bodoh!" hardik Narsih kepada Dino dan yang lainnya.     

Ian melihat ke arah Narsih dan melihat ke arah Paimin yang mungkin bukan itu namanya. Paimin memandang Narsih dan yang lainnya dia juga melihat sekeliling dan tiba-tiba Paimin melipat tangannya dan melompat mendekati Ian dan Dino. Keduanya mundur ke belakang, mang Dadang dan Toni juga ikut mundur dan tidak berani untuk maju. Ian yang mundur terhalang Narsih, langsung menarik tangan Narsih untuk pergi mendekati Paimin yang sudah berubah menjadi pocong.     

Mata Paimin berubah menjadi menyeramkan dan tentu membuat yang melihatnya begitu menakutkan. Narsih yang di dorong ke depan hanya bisa memandang tajam ke arah Ian.     

"Jangan memandangku, pandang si mamang dan Dinosaurus itu, dia yang ajak, aku tidak mengajaknya," cicit Ian yang sudah bersembunyi di belakang kursi.     

"Dih, kamu menuduhku? Dasar teman tidak berakhlak, mbak, apa dia manusia maksudku apa dia kerasukkan atau apa ya?" tanya Dino.     

"Dia manusia sama seperti kalian, tapi dukun itu kasih dia jimat dan jimat itu tidak boleh di lepas dan jika di lepas maka seperti ini, aku akan buat dia keluar dari raga pria itu. Dia anak baik, tapi terpengaruh oleh dukun itu." Narsih mendekati Paimin dan tersenyum kecil dan datar.     

"Pergi, atau kamu tidak akan bisa kembali ke alammu, jadi pilih apa yang kamu mau?" tanya Narsih dengan wajah dingin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.