Dendam Winarsih

Bawa Dia Mbak



Bawa Dia Mbak

Narsih yang sudah berhasil melawan pocong itu langsung kembali ke rumah dan bertemu dengan Dino cs. Narsih yang melihat anak buah dukun itu tertidur mendekat pria itu. Ian yang sudah selesai makan dan begitu juga dengan yang lain mendekati Narsih dan pria yang masih pingsan mungkin.     

"Mbak, kenapa diam saja. bawa dia mbak, kami tidak mau nambah beban lagi, dia ini anak dukun jahat itu, yang selalu mengirim kan makhluk yang tidak baik itu ke kami, tolong bawa dia ya, Kami ingin menghajar dia tapi kami kalah ilmu." Ian meminta mbak manis untuk membawa Paimin pulang ke rumah dukunnya.     

Belum sempat Narsih berkata apapun, Paimin sudah bangun dan menatap semuanya. Dia terkejut karena melihat Narsih dan yang lainnya.     

"Kalian menculikku?" tanya Paimin.     

Ian yang mendengar apa yang dikatakan oleh Paimin mencibir mulutnya, dia ingin sekali melempar Paimin yang tidak tahu diri.     

"Eh, kami tidak mungkin menculikmu, banyak makan dan tidak tahu diri. Sekarang pergi sana, jangan ke sini lagi. Kami bukan tempat penampungan, rumah kami sudah penuh dan tidak akan menerima anggota lain lagi. Sekarang, pergi sana, menyusahkan saja kamu ini." Ian menggerutu melihat Paimin yang wajahnya sok polos.     

Narsih yang masih memegang golok yang penuh darah membuat Paimin gemetar dia tidak tahu kalau Narsih secara langsung kalau dilihat menyeramkan. Paimin melihat ke arah pria yang tidak takut dengan Narsih.     

"Ka-kalian tidak takut dengan dia ya?" tanya Paimin dengan terbata-bata.     

Semua yang mendengar apa yang dikatakan oleh Paimin mengangga. Ian memandang ke arah Narsih dengan teliti. Narsih yang dilihat oleh Ian memandang tajam ke arah Ian. Toni yang memandang ke arah Narsih tidak mengatakan apapun dia takut jika dia ketahuan memata-matai Narsih. Bahaya jika mbak manis Dino melihatnya.     

"Kenapa kamu tanya? Kamu tidak takut kah? Apa kamu sekarang takut melihat dia?" tanya mang Dadang kepada Paimin.     

Paimin yang belum pernah melihat Narsih secara dekat hanya diam dan tidak mengatakan. Dia hanya menundukkan kepala ke bawah.     

"Kalau takut jangan ganggu dia, yang ada kamu akan dibunuh, kamu kenapa ikut dengan dukun itu?" tanya Dino kepada Paimin.     

"Saya di ajak teman, tapi teman saya sudah meninggal saat peristiwa si mbah dibawa dia, waktu itu saya pergi cari makan, tapi pas saya kembali, dia sudah tidak ada dan rumah sudah terbakar, dan aku sendiri, saat aku mau pergi aku ketemu dengan dia dan dia terluka." Paimin mengatakan yang sebenarnya dan dia tidak menutupi apa yang terjadi.     

Dino cs duduk dan menatap ke arah Paimin. Mereka tidak tahu mau mengatakan apa, apakah dia percaya atau tidak dengan dia atau tidak. Mang Dadang yang melihat Paimin menghela nafas panjang.     

"Dino, kamu percaya dengan dia?" tanya mang Dadang kepada Dino dengan berbisik.     

Dino yang di bisikkan oleh mang Dadang ragu menjawabnya, dia saja bingung apa yang terjadi. Dino menatap Narsih yang masih menatap tajam ke arah Paimin. Pada akhirnya dia mengatakan sesuatu yang membuat Narsih dan yang lainnya terkejut.     

"Kamu lapar? Kalau lapar, makan dulu, jangan malu," ucap Dino yang bicara dengan lempang.     

"Aku tidak ada yang bisa aku katakan, aku hanya mau katakan kamu luar biasa Dino. Saat seperti ini, kamu menawarkan dia makan Dino?" tanya Ian yang memandang Dino dengan tatapan tidak percaya.     

"Ini sudah malam, aku yakin, dia tidak sejahat yang kita pikirkan. Jika dia jahat, maka mbak Narsih akan menghabisi dia, apa benar mbak Narsih?" tanya Dino kepada Narsih.     

Ian dan yang lain memandang Narsih, Narsih yang di pandang lagi-lagi grogi dan berdehem, dia langsung menghilang begitu saja. Ian dan Toni terkekeh karena berhasil mengerjain Narsih.     

"Paimin, jangan lihat mereka. Hanya mereka yang dia bisa membuat dia seperti itu. Ayo makan sana, aku temani kamu jika kamu malu. Aku tahu kita tidak sepaham tapi, kami tidak sejahat yang kamu pikir kan Paimin. Kami hanya ingin mengatakan kalau kami ini hanya butuh pengakuan dari pembunuhan Narsih, apa kami salah membantu dia?" tanya Dino kepada Paimin,     

Paimin tahu kalau orang yang datang ke gurunya itu ingin menghindari Narsih dan tentu ingin membuat Narsih melupakan dendamnya. Tapi, tidak tahu apa dendam itu, dia baru tahu jika dendam itu berupa hal yang kejam buat dia.     

"Jangan pikirkan itu, makan dulu. Cuci muka, jika mau mandi aku ambil handuk dan pakaian baru juga dalaman baru. Pakai saja, aku banyak stok jangan takut. Kalau habis aku mau kita curi punya Ian." Dino masuk ke dalam kamar mengambil pakaiannya untuk Paimin.     

Usia Paimin sangat muda dan sudah dia anggap adik juga. Dino keluar dari kamar dan langsung memberikan ke Paimin. Paimin merasa sungkan, niat dia ingin mengajak Diman ke rumah dukun itu sekarang dia di sini bersama dengan orang yang menjadi musuh gurunya.     

Sepeninggal Paimin, Dino kembali ke sofa dan melihat Ian dan yang lainnya menatap ke arahnya. "Apa ada yang salah?" tanya Dino kepada yang lainnya.     

Ian geleng kepala, dia hanya merasa rumah ini sesak dengan orang yang di tampung oleh Dino. Dia tahu, Dino ini baik tapi yang dia tampung anak dukun lebih tepatnya anak buah dukun yang kejam itu.     

"Jika besok dia mau pulang silahkan saja, kita masih tetap mengikuti Diman kah?" tanya Ian kepada mang Dadang.     

"Entahlah, aku tidak tahu, karena aku ada liputan dengan Dino, kamu besok tidak ada kegiatan Toni dan kamu Ian ada kegiatan juga nggak? Kalau tidak kalian saja yang pergi sana, kita tidak mungkin pergi bersama, aku sudah dapat surat mau liputan." Paijo tidak bisa ikut karena dia akan pergi liputan bersama Dino.     

"Boleh juga, nanti kami bertiga saja. Aku akan absen setelah itu keluar sebentar, laporanku juga sudah aku kerjakan. Tapi, apa Bram dan sahabatnya masih musuhan kah?" tanya Ian kepada Dino dan yang lainnya.     

"Kita belum dapat kabar sama sekali. Jika sudah dapat, pasti mang Jupri akan kasih tahu kita kok, kalian jangan khawatir itu." ucap mang Dadang kepada Ian,     

Semuanya menganggukkan kepala dan terdiam, pintu kamar mandi terbuka telihat Paimin baru mandi dia memandang semuanya yang melihatnya. Dia menganggukkan kepala dan duduk di meja makan. Paimin melihat makanan yang sudah tersedia. Dengan lahap dia memakan makanan yang tadi di beli Paijo dan mang Dadang.     

"Sepertinya ada pocong atau tidak dia tetap makan rakus ya, aku rasa di rumah dukun itu dia tidak makan makanan enak kali ya." Ian hanya geleng kepala melihat Paimin makan dengan lahap.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.