Dendam Winarsih

Dia Kenapa



Dia Kenapa

"Hust! Jangan berisik, nanti dia dengar. Ayo ikut ibu pak," ucap bibi Sumi yang menarik suaminya untuk pergi dari pintu kamar tidur Bram.     

Mang Jupri pun langsung ikut bersama dengan istrinya. Keduanya masuk ke dalam kamar dan duduk di ranjang. Mang Jupri memandang istrinya yang panik seperti orang yang ketahuan pacaran diam-diam.     

"Apa kita hanya diam saja? Kenapa tidak jawab Bu?" tanya mang Jupri kepada sang istri.     

"Aku baru dari kamar Nona, dia bilang tidak ada masalah apapun, ibu rasa dia ada masalah tapi tidak mau mengatakan apapun ke kita, dan juga dia tidak mau kita tahu pak, apa karena kita terlalu jauh dari dia ya pak?" tanya bibi Sumi kepada suaminya.     

Mang Jupri hanya menghela nafas panjang karena istrinya yang berkata seperti itu. Bibi Sumi memandang suaminya yang tidak meresponnya. Bibi Sumi pergi meninggalkan suaminya dan mengomel sambil menghentakkan kakinya. Sepeninggal istrinya, mang Jupri langsung mengambil telpon untuk menelpon Dadang, dia ingin memberitahu kepada mang Dadang tentang yang dia dengar tadi.     

"Mereka tidak berantem, mereka akur kembali karena masalah tumbal itu, dan Bram juga aneh sekali, sepertinya dia harus lebih waspada lagi." Mang Jupri hanya mengerutu mendengar perkataan Bram tadi.     

Tut ... tut ...     

"Halo, Jupri, ada apa kamu malam-malam telpon?" tanya mang Dadang kepada mang Jupri.     

"Besok aku akan rumah, ada yang mau aku katakan. Ini penting sekali. Kalian aman kan di sana?" tanya mang Jupri kepada Mang Dadang     

"Kalau begitu, akan aku katakan nanti apa yang terjadi pada kami. Jam berapa kamu mau datang Jupri?" tanya mang Dadang.     

Mang Dadang mengetuk dagunya dengan pelan, dia bingung mau datang jam berapa. "habis Nona dan si Bram pergi kerja, aku akan ke sana. Kamu tidak keluar? Kalau keluar bisa jemput aku di tempat biasa saja ya?" tanya mang Jupri kepada sahabatnya itu.     

"Baiklah, besok kami mau intai si Diman lagi. Kalau mau ikut boleh, jika tidak juga tidak apa," ucap mang Dadang kepada mang Jupri.     

Panggilan telepon berakhir, mang Jupri keluar dari kamar dan langsung menuju meja makan dan terlihat Bram dan Nona sudah duduk di meja makan. Tidak ada yang berbicara sama sekali, baik itu nona maupun Bram, semua diam sampai selesai makan malam.     

****     

Keesokkan harinya, Nona dan Bram sudah pergi dari rumah untuk berangkat kerja, mang Jupri langsung pergi ke luar untuk bertemu dengan mang Dadang. Mang Jupri bergegas jalan ke tempat yang sudah dia janjikan.     

"Mang, apa kita harus menunggu di sini? Dan kita meninggalkan Paimin di rumah sendiri, entah apa yang dia buat di sana nanti, apakah dia kasih kita racun atau kasih kita pelet agar nurut dengan dia kita tidak tahu mang," cicit Ian yang khawatir karena Paimin di rumah sendirian.     

"Jangan berprasangka yang tidak baik, dosa mas. Dia saja terjebak dan tidak tahu apapun, jadi wajar kan dia seperti itu, kita lihat saja nanti saat kita pulang, kalau mas Ian meninggal berarti dia masukkan racun ke mas, jika tidak berarti mas harus minta maaf sama dia," ucap Toni.     

Ian yang mendengar apa yang dikatakan oleh Toni hanya mencibirkan mulutnya dan menghentikan apa yang dia ucapkan. Tidak berapa lama, mang Jupri datang dan langsung masuk ke dalam mobil. Mang Jupri melihat ke arah Ian yang merengut dan Toni dan Dadang yang cekikian.     

"Kenapa ada dua kubu ini?" tanya mang Jupri.     

"Mang, kamu harus ikut aku, jangan ikut dia, yang ada mamang akan menderita sangat menderita paham mang." Ian mencari kawan untuk membantu dia.     

Mang Dadang hanya geleng-geleng kepala. Mang Dadang menjalankan mobil Dino, menuju kantor Dino. Mereka membawa mobil Dino sedangkan Dino dan Paijo ke kantor di antar oleh mereka terlebih dahulu, nanti pulang di jemput lagi.     

"Apa yang terjadi mang?" tanya Dino yang duduk di sebelah Paijo.     

"Mereka sudah aku lagi, saya mendengar mereka berbicara dari telpon. Walaupun saya tidak tahu apa yang di katakan oleh mereka berdua, tapi yang saya dengar ada kaitan dengan kita dan sepertinya Narsih ada di sana. Dan Nona tidak berbicara dari semalam pulang kerja, sampai sekarang. Kalau pergi sama, tapi tidak bicara sama sekali, apa kalian semalam bertemu dengan dia ya? Makanya dia seperti itu." mang Jupri menjelaskan mengenai yang terjadi di rumah Bram semalam.     

"Tidak ada yang bertemu dia, kami saja di serang pocong dukun itu yang masuk ke pria yang kita jumpai di kantor Diman itu mang, nah sekarang dia di rumah bersama dirinya sendiri, makanya aku minta mang jadi lawan mereka yang mengatakan aku tidak boleh curiga dengan dia," ucap Ian yang mengadu ke mang Jupri.     

Dino masih diam, dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Nona. Dia kenapa pikirnya. Paijo menepuk pelan pundak Dino dan tersenyum. Paijo tahu kalau sahabatnya ini pasti memikirkan wanita yang di cintai tapi karena masalah ini dia tidak bisa bersama.     

"Apa mang tahu mereka bicara apa? Kenapa Narsih masih menjumpai Bram. Kan dia ada jimat, takutnya dia dibuat musnah lagi, dan kita harus tahu apa rencana Bram ke Narsih dan ke kita." Ian curiga dengan apa yang Bram katakan. Pasti ada hubungannya dengan mereka semuanya.     

"Katanya, jangan libatkan kita, jika mau balas dendam harus dengan dia dan tidak boleh kita ikut campur termasuk dengan Nona. Walaupun dia nantinya meninggal, dia harus meninggal tanpa ikut campur Nona." mang Jupri menyampaikan apa yang dia dia ketahui.     

Semua terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh mang Jupri. Mereka tidak menyangka kalau Bram mengatakan hal itu kepada Narsih. Mobil sampai di kantor berita dan saat bersamaan terlihat Nona keluar dari mobil Bram tanpa mengucapkan apapun. Semua melihat apa yang dikatakan oleh mang Jupri kepada mereka.     

"Lihat kan, apa kataku tadi? Makanya aku tanya apakah kalian ada masalah dengan dia atau tidak? Jika tidak, kenapa dia seperti itu?" tanya mang Jupri.     

"Eh, kita kan mau makan malam semalam, tapi dia di jemput oleh Bram, alhasil kita pulang, lagian penghuni lain di rumah dan banyak tanggungan si Dino," ucap Ian.     

"Termasuk kami ya mas?" tanya Toni.     

"Kamu merasa ya?" tanya Ian.     

Toni geleng kepala, dia merasa tidak menjadi tanggung Dino. Ian hanya menghela nafas panjang melihat gelengan kepala Toni. Mang Dadang hanya tersenyum melihat kelakuan Ian dan Toni yang selalu bercanda tapi beruntung tidak di masukkan ke hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.