Dendam Winarsih

Aku Jadi Tersangka



Aku Jadi Tersangka

"Aku? Dia katakan aku yang melakukan itu, buat apa? Aku tidak sebodoh itu kali dan tidak sejahat itu, kalau pun aku jahat, pasti aku jahatnya sama mereka, entah aku kasih mereka garam atau apa lah gitu, ini mana mungkin. Udah fitnah itu namanya. Mbak percaya dengan mereka tidak?" tanya Dino kepada Narsih.     

Narsih geleng kepala, karena dia tidak mungkin percaya, karena Dino juga yang dari awal yang ingin membantunya. Mang Dadang berpikir sejenak, kenapa Dino dibawa dalam kasus ini, yang kenal dengan Dino dan yang lainnya hanya Bram saja, tapi apa mungkin dia melakukan itu. Sedangkan dia berada di sisi Bram.     

Brakkkk!     

Mang Dadang memukul meja dan itu membuat Ian tersedak karena mendengar suara gebrakan dari sebelah duduknya. Ian mengumpatkan karena kelakuan mang Dadang.     

"Kenapa mamang memukul meja? Mau jadi penguasa ya! Kalau aku keselek bagaimana hahh!" Ian menggerutu karena kelakuan mang Dadang yang memukul meja tanpa memikirkan orang sekitar.     

Ian meminum air sampai tandas, Toni menepuk punggung Ian dengan pelan. Mang Dadang hanya tersenyum karena dia sudah membuat Ian tersedak. Ian mencibir mulutnya karena dia melihat senyum mang Dadang.     

"Kenapa mang Dadang memukul meja? Apa ada yang mang mau katakan kah?" tanya Dino yang penasaran kenapa mang Dadang memukul meja.     

"Mang rasa ini pasti ulah temannya. Dan dia mencari tahu kita termasuk kamu Dino. Dia tahu kamu dekat dengan Nona dan dia meminta dukun mengaku kepada Narsih kalau yang menyuruh dia kamu, agar kami membenci kamu dan menyalahkan kamu," ujar mang Dadang yang mengatakan apa yang dia pikirkan tadi.     

Paijo dan Dino terdiam dan saling pandang satu sama lain. Ian termenung karena dia tidak menyangka kalau mereka di mata-matai. Toni menelan salivanya karena mendengar apa yang dikatakan mang Dadang.     

"Jadi, kita harus apa? Jika kita di mata-matai, kita tidak aman. Jadi, mau kerja pasti tidak tenang." Toni menunjukkan wajah memelas ke arah mang Dadang.     

"Sepertinya, ke tiga temannya yang paling suka dukun siapa?" tanya mang Dadang kepada Dino dan yang lainnya.     

"Aku tidak punya satu nama pun, karena aku jadi tersangka itu menyakitkan, seenak udil kuda Nil dia mengatakan aku yang melakukannya. Dia pikir aku apa, Dasar tidak tahu diri, aku masih punya akhlak untuk main dukun." Dino menggerutu karena perkataan yang Narsih katakan tadi. Dia tidak terima karena Narsih mengatakan dia yang melakukannya.     

"Sudah Dino, kami kan sudah tahu bukan kamu, kenapa masih di perjelas juga, itu dukun yang tidak tahu diri, dia sengaja itu menyebut nama kamu, entah pun yang datang mengaku kamu dan dia bilang lah ke mbak manis kamu ini kalau kamu, apa benar begitu mbak manis Dino?" tanya Ian kepada Narsih.     

Narsih yang di tanya hanya diam dan mengangguk pelan. Ian menunjuk ke arah Narsih kepada Dino. Dino masih menggurutu karena tidak terima. Mang Dadang memijat keningnya, dia masih mencari satu nama yang menjadikan Dino tersangka karena sosok yang datang menghampiri mereka.     

"Mang, apa ini kerjaan Diman? Dia kan yang membunuh istri Deki, jadi dia tidak mungkin Si Dekinya." Paijo mengatakan apa yang ada dipikirannya.     

"Berapa persen kamu mengatakan kalau dia yang jadi pelakunya?" tanya mang Dadang kepada Paijo.     

"Sebenarnya aku tidak begitu yakin juga, dari semuanya yang suka main dukun itu si Deka, kan yang cari dukun itu juga dia, belum sempat dia bertemu dukun itu, dia sudah keburu di hajar Narsih, tapi tetap jimat itu sudah mereka dapat." Paijo menjelaskan ke mang Dadang kalau yang jadi tersangka Deka karena dukun dialah yang memberikan jimat itu hingga mereka kesulitan untuk mendekati mereka.     

"Tapi kan sudah meninggal juga, ini dukun yang sekarang itu, siapa yang cari, kalau Bram tidak mungkin karena dia orang pintar dan yang aku lihat dia tidak percaya akan hal itu." Dino mengatakan apa yang dia pikirkan tentang Bram.     

"Benar juga, Bram tidak mungkin. Dan yang jadi tersangka artinya Deka begitu?" tanya Ian lagi.     

Dino yang mendengar apa yang dikatakan oleh Ian menyerngitkan keningnya. "jadi dia yang jadi tersangka begitu maksud kamu Ian?" tanya Dino.     

Ian menganggukkan kepala pelan dan dia juga tidak mungkin salah dalam hal menebak orang. "aku rasa iya, karena siapa lagi kalau bukan dia dari awal kan memang seperti itu, kita tidak mungkin menuduh si Diman kan dan Si Deki. Walaupun keduanya emang suka main dukun tapi tersangka utama si Deka.     

Narsih yang mendengar perdebatan dan penjelasan siapa yang melakukan ini segera meninggalkan mereka semua, dia akan ke rumah Deka dan memastikan apa benar yang Ian katakan. Ian yang melihat Narsih berbalik dan ingin pergi di cegah oleh Ian.     

"Mau kemana mbak manis Dino?" tanya Ian kepada Narsih.     

Narsih yang ingin mendengar pertanyaan ian menghentikan langkah kakinya. Dia berbalik dan menatap Ian dengan tatapan tajam. Semuanya akhirnya melihat ke arah Narsih. Narsih yang di pandang hanya diam.     

"Aku mau tidur, mengantuk, aku pergi dulu," ucap Narsih yang begitu saja.     

Semuanya mengangga mendengar apa yang dikatakan oleh Narsih. Ian melihat ke arah mang Dadang, mang Dadang geleng kepala, jika dia tidak bisa berkata apapun.     

"Apa aku tidak salah dengar kah?" tanya mang Dadang kepada yang lainnya.     

"Mas Dino, apa hantu tidur juga kah? Kalau iya, aku baru tahu kalau hantu mau ya Tuhan," cicit Toni kepada Dino.     

"Hanya dia yang tahu, aku tidak tahu sama sekali. Mungkin hanya dia saja yang tidur, kalau hantu lain aku tidak tahu sama sekali." Dino hanya jawab seadanya saja.     

Paijo terkekeh mendengar perkataan Narsih. "Sudah, kita jangan bahas dia lagi, yang ada kita dibuat sakit kepala karena perkataan dia."     

"Ayo kita segera bersiap semuanya, sudah malam juga, kita harus mandi dan kita harus istirahat, besok ada liputan juga, dan tidak mungkin kita kesiangan. Apa kalian akan mengikuti Diman lagi atau sekarang Deka?" tanya Paijo kepada mang Dadang dan Ian.     

"Besok aku kerja, Toni kamu kerja juga kan?" tanya Ian.     

"Iya, aku kerja besok, di ajak liputan dan tentu saja aku mau, karena ini kesempatan aku. Mang Dadang mungkin mau mengikuti Deka." tunjuk Toni kepada mang Dadang.     

Paijo melihat ke arah mang Dadang dan menunggu jawaban dari si mamang. Mang Dadang berpikir apakah dia mengikuti Deka atau tidak.     

"Jika tidak bisa jangan di paksa mang, nanti yang ada malah ketahuan oleh dia," ucap Dino kepada mang Dadang.     

"Aku akan ajak mang Jupri, aku harap dia mau. Karena kita harus memastikan, jika semua ini dia yang melakukannya, jika dia maka kita buat dia kehilangan jimatnya lebih dulu," ucap mang Dadang kepada yang lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.