Dendam Winarsih

Narsih Kamu Jahat



Narsih Kamu Jahat

0Dua hari setelah kejadian, mang Dadang dan mang Jupri mengikuti Deka tapi sejak dua hari itu dia aman saja dan tidak ada yang mencurigai sama sekali.     

"Dadang, apa benar kamu berprasangka kalau dia pelakunya?" tanya mang Jupri kepada mang Dadang.     

"Prasangka itu tidak boleh kan, jadi aku hanya mengatakan apa yang aku pikirkan, kalau benar apa yang aku pikirkan bagus kalau nggak benar ya sudah lah berarti kita tidak perlu mengikuti dia," jawab mang Dadang kepada mang Jupri.     

Mang Dadang hanya menebak, bukan berarti dia menuduh kalau si Deka yang melakukannya. Mang Dadang mengantar mang Jupri, cukup hari ini mereka mengintai Deka, Deka pun tidak kemana-mana lagi, dia sudah kembali ke rumah.     

"Jupri, kalau ada masalah dengan Nona dan Bram kabari kami, dan pernikahannya sudah berapa persen?" tanya Mang Dadang sebelum mang Jupri turun dari mobil.     

"Sepertinya aku tidak begitu mengikuti masalah itu, aku orang luar Dang, walaupun posisi aku itu di sana sebagai orang tua baginya, tapi aku juga menghargai Nona. Karena akhir-akhir ini keduanya sangat aneh dan tidak ada yang bicara kalau di rumah, entah karena apa. Sudah lah, aku mau turun dulu, nanti kelamaan kamu pulangnya, salam untuk mereka semua, yang akur kalian dengan mereka dan juga tuh penumpang gelap kita." mang Jupri menunjuk ke arah belakang dan terlihat ada Narsih yang duduk di bangku belakang.     

Mang Dadang yang terkejut mendengar apa yang dikatakan mang Jupri tentang penumpang gelap langsung menoleh. Narsih pikirnya. Mang Dadang hanya menatap sinis ke arah Narsih yang duduk dengan golok yang dia pegang.     

"Siapa yang mau kamu bunuh Narsih? Kamu ini, suka sekali jadi penumpang gelap, kalau aku kena serangan jantung bagaimana?" tanya mang Dadang yang kesal kehadiran Narsih yang tiba-tiba.     

Narsih yang ditanya oleh mang Dadang hanya senyum kecil, dia tahu kalau sesungguhnya mang Dadang ini tidak marah padanya, terlihat dari wajahnya yang tersenyum. Mang Dadang putar arah untuk ke kantor Dino dan yang lain, dia akan menjemput mereka semuanya.     

"Mang, apa tidak beli makanan untuk mereka?" tanya Narsih kepada mang Dadang.     

Narsih sudah pindah di bangku depan, lagi-lagi mang Dadang terkejut karena Narsih sudah berada di sebelahnya dan menanyakan beli makanan atau tidak. Sambil mengemudi mobil, Mang Dadang melirik Narsih yang masih belum juga pergi dan menatap dia. Helaan nafas yang diperlihatkan oleh mang Dadang ke arah Narsih.     

"Kamu ada uang Narsih?" tanya mang Dadang kepada Narsih.     

Narsih menganggukkan kepalanya pelan, dia meletakkan goloknya di kepalanya, mang Dadang yang melihat kelakuan si Narsih hanya bisa geleng kepala, bisa-bisanya dia mengatakan hal itu dan golok yang dia letakkan kenapa harus dia tancapkan ke kepalanya, kan masih bisa di letakkan di mana pikir mang Dadang dalam hati.     

Mang Dadang membiarkan apa yang Narsih lakukan. Dia tidak mau menghiraukan Narsih yang sibuk dengan dunianya. Sampai di kantor Dino, mang Dadang tidak masuk ke dalam, karena Dino dan yang lainnya sudah menunggu di luar dan segera masuk. Paijo yang mau duduk di depan di urungkan niatnya untuk duduk di depan.     

"Eh, sejak kapan dia si sini?Apa sekarang dia sudah jadi bos atau dia sebagai penumpang gelap mang Dadang?" tanya Ian yang duduk di bangku kedua.     

Paijo akhirnya mengalah dan duduk berempat dengan yang lain. Toni memandang Narsih dari belakang, dia melihat Narsih yang sibuk merogoh bajunya ke sana kemari. Rasa penasaran Toni makin menjadi saat Narsih tidak kunjung juga tenang.     

"Mang, dia sedang apa? Kenapa dari tadi aku naik sampai jalan tidak selesai juga merogoh bajunya yang putih kehitaman itu?" tanya Toni.     

Ian yang mendengar pertanyaan Toni terkekeh, dia geli mendengar kata bajunya putih kehitaman. Ian menepuk pelan pundak Toni dan tentu membuat Toni bingung kenapa mas Ian tertawa, apa ada pertanyaan dia yang salah.     

"Kenapa mas Ian tertawa ya?" tanya Toni yang penasaran kenapa Ian tertawa.     

"Aku lucu dengan pertanyaan kamu itu, tahu tidak. Kamu itu mengatakan bajunya putih kehitaman, mana hitam bajunya, coklat hahah!' tawa Ian yang di sambut senyuman Dino dan Paijo juga Toni dan mang Dadang.     

Narsih yang sibuk mencari sesuatu di kantongnya menatap ke arah Ian yang duduk di belakang, dia menunjukkan wajah amarahnya kepada Ian, tapi Ian tidak takut malah menjulurkan lidahnya mengejek Narsih. Narsih yang sudah menunjukkan amarahnya ke Ian tapi tidak di takuti olehnya kembali mencari lagi apa yang dia ingin cari.     

"Dapat, ayo kita pergi Mang." Narsih menunjukkan uang dari tangannya, tapi karena bajunya kepanjangan dan menutupi tangannya, alhasil dia jadi bahan ejekan Ian dan Toni.     

"Mbak mau beli makanan, dan duitnya mana? Apa ada?" tanya Ian lagi kepada Narsih yang amarah Narsih sudah di ubun-ubun.     

Dino menyikut Ian agar diam dan tidak menganggu Narsih lagi. Mang Dadang menghentikan laju mobilnya dan parkir di tempat biasa. Narsih berubah wujud menjadi wajah yang cantik dan membuat kelimanya mengangga.     

"Ayo mang, kita turun. Aku ada uang ini, lihatlah, aku akan akan belikan kalian makanan, kecuali kalian berdua," ucap Narsih yang melirik ke arah Ian dan Toni.     

Ian yang masih tertawa langsung terdiam, dia berdecih mendengar apa yang Narsih katakan. Toni hanya merengut karena tidak di belikan makanan. Mang Dadang hanya bisa geleng kepala, kelakuan ketiganya memang sama-sama membuat dia sakit kepala.     

Mang Dadang turun bersama dengan Narsih. Dino masih duduk di mobil dan menyandarkan kepalanya, dia pusing karena mendengar apa yang dikatakan oleh Nona tadi saat dikantor. Dino jadi serba salah karena Nona harus terjebak dan jika benar dia menikah, itu artinya dia berhenti bekerja. Dino berharap jimat itu bisa lepas dari mereka dan bisa segera Narsih membalaskan dendamnya.     

Klekkk!     

Mang Dadang masuk ke dalam bersama Narsih yang sudah berubah menjadi sosok yang biasa, sosok yang menakutkan itu. Mang Dadang mengomel dan mengerutu, entah apa yang dia omelin dan ngertuin.     

"Kenapa mang, mengomel seperti mak yang ngomelin suaminya yang ketahuan selingkuh?" tanya Ian kepada mang Dadang.     

"Ini si Narsih. Luar biasa nakal sekali. Dia mau bayar tapi berubah menjadi sosok ini dan duitnya jadi daun, ampun dah, aku sudah bilang, biar aku saja, ini malah dia yang bayar, ya pingsan lah kasirnya di sana dan pada takut semua. Besok alamat tutup ini makanan kesukaan kita," jawab mang Dadang.     

Ke empatnya geleng kepala mendengar apa yang di katakan oleh mang Dadang. "kenapa mbak lakukan itu? Nggak baik itu mbak, jahat namanya," ucap Dino dengan lembut.     

"Iya, itu sama saja mencuri nggak berkah kita makan itu makanan." sambung Paijo kepada Narsih.     

"Narsih kamu jahat," jawab Ian yang menatap ke arah Narsih yang diam dan tertunduk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.