Dendam Winarsih

Jangan Dekati Dia



Jangan Dekati Dia

0Sudah dua hari Narsih tidak muncul di depan Dino dan yang lain, sejak waktu itu Narsih tidak muncul di hadapan mereka semua. Entah kenapa dia tidak muncul di depan mereka.     

"Apa mbak Narsih marah dengan kita ya?" tanya Ian kepada Dino yang sibuk menyusun laporan di mejanya.     

Nona yang mendengar apa yang dikatakan oleh Ian menyerngitkan keningnya, dia heran kenapa Ian berkata seperti itu apa tidak salah dan ada apa pikirnya. Nona memandang ke arah Dino, Dino yang dilihat Nona melirik ke arah Nona.     

"Aku juga tidak tahu, soalnya dia tidak telpon aku, mungkin dia tidur kali, kan dia pernah berkata seperti itu." Dino menjawab pertanyaan Nona.     

"Apa kalian ada masalah dengan dia ya? Jika iya, masalah apa? Aku lihat mbak Narsih dua hari ini ke rumah aku, dia hanya berdiri saja di dalam kamarku," kata Narsih yang mengungkapkan apa yang terjadi dengan Narsih.     

Dino yang mendengar apa yang Nona katakan memandang ke arah Nona. "dia kerumahmu Nona? Biarkan saja, dia di sana, biar bisa mengawasi kamu saja, aku tidak bisa melarang dia."     

"Nona, kamu sudah tahap mana untuk mengambil jimat dia?" tanya Paijo.     

"Dia sekarang sudah mulai curiga padaku, aku bisa melihat gerak geriknya, dan pernikahan kami saja di tunda," ucap Nona kepada Paijo.     

"Apa kalian ketahuan? Atau kalian pernah ngomong terus ketahuan atau dia diam-diam tahu tapi nggak ngomong sama sekali dan dia malah menghindar?" tanya Paijo.     

Nona geleng kepala, dia tidak pernah bicara sama sekali dengan si mamang atau bibi di belakang dia dan tentu saja jika bibi dan si mamang bicara tidak ada orangnya. Nona sempat berpikir sejenak, dia berpikir apa karena waktu itu, dia menolak untuk berhenti kerja dan mereka tidak bicara sama sekali.     

"Jangan melamun nanti kesambet kamu, nanti kalau kesambet kamu tidak bisa diobatin, ini di kantor," sindir Ian kepada Nona.     

Nona mencibir mulutnya karena perkataan Ian. Semuanya berkerja dengan pekerjaan masing-masing, makan siang pun mereka lakukan di dalam ruang, selesai makan siang mereka melanjutkan pekerjaan sampai menjelang sore. Dino merenggang kan tubuhnya yang kaku, pekerjaan selesai tepat waktu walaupun harus lembur.     

Ceklekkk!     

Pintu terbuka dan terlihat wajah Toni yang baru pulang liputan. "baru pulang ya? Bagaimana liputannya?" tanya Dino kepada Toni.     

"Iya nih, tadi mau pulang agak cepatan, tapi sudah di ganti oleh yang lain, besok sambung lagi. laporannya besok saja kata mas Dudung, kalian mau pulang mas?" tanya Toni.     

Toni melihat semuanya sudah berkemas dan terlihat sibuk dengan tas kerja masing. Dino mengangguk kan kepala ke arah Toni. Toni juga berkemas karena besok dia akan pergi lagi di jemput ke rumah.     

"Mbak, tadi pak Bram di bawah, dia bicara dengan manajer lah, aku nggak sempat dengar karena mas Dudung bicara padaku, jadi aku hanya lihat saja," ucap Toni.     

Semua yang mendengar apa yang dikatakan oleh Toni menyerngitkan keningnya. Dino memandang ke arah Nona, Nona yang di pandang geleng kepala dan tidak tahu kenapa bisa Bram bicara dengan dia, tapi bukannya dia sering bicara dengan manajer ya pikir Nona.     

"Jangan pikirkan yang buat kamu sakit kepala Nona. Mungkin dia ada perlu, tidak mungkin dia mau minta kamu berhenti kan?" tanya Ian.     

"Emang kamu diminta berhenti Nona?" tanya Paijo kepada Nona.     

Mereka keluar dari ruangan dan berjalan bersama menuju lobby. Nona menganggukkan kepala ke arah Paijo. Paijo hanya geleng kepala melihat anggukkan oleh Nona, dia tidak bisa berkata apapun itu.     

"Dia minta aku berhenti itu beberapa hari yang lalu, aku tidak terima karena aku ingin kerja, dan aku tidak suka di kekang, makanya kalau dia ke sini dan bicara dengan manajer ingin meminta manajer memecatku, maka aku akan keluar dari rumahnya, aku juga tidak peduli dengan jimat itu." Nona mulai menyuarakan apa yang ada di hatinya.     

Dino hanya diam dan menepuk pundaknya Nona, dia tahu kalau Nona sudah lelah untuk menjalankan misinya. Nona yang di tepuk pundaknya tersenyum kecil. Bram yang melihat Nona dipegang pundaknya geram, selama ini dia tidak pernah memegang Nona, jangankan pundak tangan saja tidak.     

Bram berjalan mendekati Nona dan Dino, dia menepis tangan Dino dengan cepat. Dino yang tangannya di tepis langsung terkejut Bram menepis tangannya. Nona yang melihat Bram yang datang tiba-tiba menepis tangan Dino mulai kesal.     

"Kamu kenapa seperti itu Bram, kamu main tepis saja, kamu pikir kamu siapa?" tanya Nona yang mulai kesal dengan kelakuan Bram yang dilihat oleh orang.     

"Aku sudah peringatkan pada kamu Dino, jangan dekati dia, tapi kenapa kamu dekati dia dan pegang dia, aku calonnya, jadi pantas aku marah padamu, dan kamu Nona hargai aku sedikit saja bisa tidak?" tanya Bram kepada Nona dengan suara bergetar.     

Nona diam saat Bram mengatakan itu kepada Nona. Bram yang sudah kesal meninggalkan Nona tanpa mengajak untuk pulang. Dino hanya memandang ke arah Bram yang pergi begitu saja. Ian menepuk pundak Nona lagi dan menguatkan dirinya yang sedikit sedih.     

Narsih yang berdiri di dekat mobil Bram hanya memandang tajam ke arah Bram. Dia kesal karena Bram sudah menyakiti Nona. Bram pergi begitu saja meninggalkan Nona.     

"Nona aku geram dengan kamu, aku tidak suka dengan kamu Nona yang suka sekali dekat dengan Dino, apa hebatnya pria itu." geram Bram yang tidak suka Nona bersama Dino.     

Narsih duduk di sebelah Bram dan memandang ke arah Bram yang melamun. "kamu jahat sekali, kamu tinggalkan Nona, aku akan bunuh kamu, aku tidak perduli jika aku harus terbakar atau apapun itu aku tetap membunuhmu.     

Narsih masuk ke dalam raga supir Bram, setelah masuk Narsih langsung membawa mobil dengan kencang. Bram yang melamun terkejut karena mobil sangat kencang.     

"Pak, jangan kencang-kencang bawa mobilnya, duh! Kita akan bisa kecelakaan pak, sudah berhenti, pulang sana dan jangan masuk lagi. Berhenti aku bilang!" pekik Bram.     

Namun, tidak berhenti juga, Bram mulai geram tapi dia terkejut melihat senyum yang beda dengan senyum yang supirnya sering unjuk ke dia. Bram berusaha membuka pintu tapi tidak bisa. Narsih makin laju dan saat di lampu merah mobil Bram melaju dan brakkkk! Kecelakaan tidak terhindari lagi.     

"Akhhhhh!" Bram berteriak kencang karena mobil yang dia kendarain mengalami kecelakaan. Narsih keluar dari raga pak supir. Pak supir yang sadar langsung lompat, dia merasa ada yang menariknya keluar. Bram yang masih di dalam mobil harus terguling bersamaan.     

Mobil Bram terseret jauh lebih dari beberapa meter dari tempat kejadian. Narsih yang melihatnya hanya tersenyum. Supir yang selamat dari kecelakaan bangun dan menatap ke arah mobil majikannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.