Dendam Winarsih

Bram Kecelakaan



Bram Kecelakaan

0Supir Bram bergegas menuju mobil majikannya dan menyamatkan majikannya. Dia berusaha membuka pintu mobil yang sudah ringset karena ingin mengeluarkan Bram. Narsih yang melihat supir Bram yang berusaha mengeluarkan Bram hanya memandangnya.     

"Kamu tidak akan selamat Bram, aku tidak bisa menyentuh kamu, tapi aku bisa membuat kamu celaka, ini bukan bantuan Nona melainkan ku sendiri. Selamat menikmati malam-malam kamu di alam kubur Bram, aku harap kamu masih bisa hidup dan masih bisa menemuiku, itu pun kalau kamu benar-benar bisa bertahan." Narsih puas bisa membuat Bram kecelakaan.     

Supir Bram yang sudah berusaha untuk membuka pintu harus menelan kekecewaan, dia mencari telpon tuannya, dia akan mencari nomor temannya atau nomor wanita yang tinggal bersamanya. Siapa lagi Nona, calon istri pak Bram.     

Tangan pak supir bergetar dan mencari nomor yang akan dia hubungi, akhirnya di menemukan nomor Nona. Pak supir yang memegang telpon Bram gemetar, panggilan ke Nona tidak dijawab sama sekali. Dan pada panggilan ke tiga akhinya Nona mengangkat telpon dari Bram.     

"Ada apa Bram?" tanya Nona dengan nada datar.     

"Maaf Bu, pak Bram kecelakaan. Kami masih di lokasi kejadian ini, tolong ibu ke sini ya, kondisi pak Bram cukup parah dan saya tidak tahu apa-apa, saya akan hubungi ibu lagi. Saya mau minta tolong kepada masyarakat sini untuk bantu pak Bram." pak supir Bram mengatakan kalau Bram kecelakaan ke Nona.     

Nona yang mendengarnya terkejut dan tentu membuat dia lemas, bagaimana pun dia tidak menyukainya Nona tetap peduli dengan Bram. Nona yang berada di dalam mobil Dino langsung merebahkan kepala ke pundak Ian, mereka bingung kenapa Nona lemas dan tidak berdaya, siapa yang menelpon.     

Ian yang mau menanyakan ada apa, langsung mengambil telpon Nona, tapi tidak ada suara dan sudah berakhir. Ian tidak menanyakan apapun dia hanya diam. Suara pesan masuk di telpon Nona terdengar, Ian mengambil dan membukanya. Dia membaca pesan singkat itu dan terkejut.     

"Non, Bram kecelakaan kah? Ini dia dibawa ke rumah sakit sahabat, apa yang telpon kamu supirnya? Dia kasih tahu ini ke kamu kalau Bram di rawat di rumah sakit Sahabat." Ian terkejut membaca pesan dari supir Bram melalui telpon Bram.     

Nona menganggukkan kepala, dia merasa bersalah karena tadi marah padanya dan membuat dia kecelakaan. Dino yang duduk di depan bersama mang Dadang hanya saling pandang. Mang Dadang mengangguk pelan, dia akan mengantar Nona ke sana, paling tidak mereka ingin tahu kondisi Bram sebenarnya dan tentu mereka ingin tahu apakah jimat Bram akan lepas dari tubuhnya atau tidak.     

"Ayo mang, kita antar Nona, kita tidak mungkin membiarkan Nona ke sana sendirian." Dino meminta mang Dadang untuk mengantar Nona ke rumah sakit Sahabat.     

"Baiklah, kita akan antar Nona ke rumah sakit, kita akan lihat bagaimana kondisi Bram, tapi kita tidak bisa terlalu dekat takutnya, dia tidak terluka atau mungkin ada temannya di sana, kan kita tidak tahu, lebih baik kita hindari saja," ucap mang Dadang kepada Dino dan yang lainnya     

"Terserah mamang saja, aku ikut saja, aku tidak mempermasalahkan itu karena menurutku, itu lebih baik lagi dari pada kita ketahuan bisa bahaya untuk kita kan." sambung Dino kepada mang Dadang.     

Mobil bergerak menuju rumah sakit, tidak sampai satu jam, mobil Dino sampai di rumah sakit. Nona keluar di susul oleh yang lainnya. Sampai di dalam rumah sakit, Nona bergegas untuk ke resepsionis dia ingin menanyakan korban kecelakaan.     

Dino dan yang lainnya melihat dari kejauhan, Nona yang berbicara dengan resepsionis dan berjalan ke arah IGD, sampai di sana terlihat ada supir Bram yang luka tapi tidak seperti Bram mungkin.     

"Kira-kira, Bram meninggal nggak ya? Kalau meninggal bagus juga ya, berkurang Narsih balas dendam." Ian bertanya apakah Bram meninggal atau tidak.     

"Kurang tahu juga mas Ian, coba mas tanya sama perawat saja, apa meninggal atau tidak. Kalau menurutku sih tidak, karena aku yakin, dia pasti tidak meninggal, karena dia ada jimatnya," ucap Toni dengan penuh keyakinan.     

"Jimat yang di kalung itu ya?" tanya Paimin kepada Toni.     

"Sudah, jangan kalian bahas di saat kita sedang mengintai dia, yang ada kita akan ketahuan, bahaya tahu, lebih baik jangan bahas itu. Nanti kita kan bahas saat kita berada di rumah." mang Dadang menghentikan pembicaraan mereka semuanya.     

Semuanya diam dan tidak berkata apapun, semua melihat Nona berbicara dengan supir dan mengusap wajahnya. Dino menatap ke arah mang Dadang, mang Dadang geleng kepala, dia tidak tahu apa yang terjadi, dan tidak lama Bram keluar dan dalam keadaan sehat tanpa sedikitpun luka.     

"I-ini mimpi kan, di-dia bukannya kecelakaan dan kenapa bisa seperti kita tidak luka dan apa dia jelmaam iblis jalanan ya?" tanya Ian kepada Dino dan memandang sahabatnya itu.     

"Ini gila, dia selamat, apa kecelakaan dia parah kah?" tanya Toni kepada Ian.     

Ian yang di tanya geleng kepala, dia tidak tahu apakah kecelakaan dia parah atau tidak. Karena dia tidak lihat mobilnya. Tapi, di lihat dari supirnya lumayan, ada luka pikir Ian yang geram dan langsung mengacak rambutnya.     

Dino dan yang lainnya bersembunyi karena Nona dan Bram pergi, terlihat Bram sedang menuju ke arah luar, dari kejauhan mereka melihat mobil datang dan ketiganya langsung masuk ke dalam mobil.     

"Dia selamat dan mungkin ini akalan dia biar Nona tidak tinggalin dia, dia licik sekali. Aku takutnya Nona akan di jadikan budak setelah menikah," ucap Ian.     

"Kalau begitu, kita minta dia pergi saja, dari pada dia jadi tumbal atau budak mereka," ucap Paijo yang memberikan ide ke Dino untuk mengeluarkan Nona dari rumah Bram.     

"Dia pakai jimat itu, makanya dia selamat, jika tidak, dia tidak akan seperti itu." Narsih mulai mengatakan apa yang terjadi kepada Dino dan yang lainnya     

Dino dan lainnya yang lagi sembunyi terkejut karena suara Narsih terdengar dari belakang mereka. Ian sampai lompat karena suara Narsih yang tiba-tiba muncul.     

"Kiyaykkkk! Kapan dia ada di sini! Dan kenapa dia muncul ngga telpon dulu, dasar anak ayam kamu mbak." Ian menggerutu ke arah Narsih yang mengejutkan dirinya.     

Mang Dadang yang melihat kedatangan Narsih hanya bisa terduduk lemas, dadanya berdegub kencang, dia merasakan jantungnya hampir lepas, Dino, Paijo hanya bisa mengumpat karena mereka juga ikut terkejut. Beda dengan Toni dan Paimin yang langsung pingsan di tempat.     

"Kalau mati kita di sini alamat kita yang di kubur bukan si Bram." Paijo hanya bisa mengatakan hal itu ke Dino dengan nafas yang naik turun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.