Dendam Winarsih

Jiwa Suci



Jiwa Suci

0Dino merebahkan tubuhnya di kasur, bukan hanya dia saja tapi yang lainnya juga, kali ini mereka tidur satu kamar bersama, alasannya karena ada sosok yang entah dari mana datangnya.     

"Kenapa kita terus di incar oleh sosok yang menakutkan ya? Aku merasa hidup kita ini sangat rumit, di atas lemari ada Narsih di luar ada sosok yang menurutku tidak bisa kita lawan dan Narsih saja tidak mau melawannya, dan sekarang kita harus berkumpul seperti ikan sarden, mana kita masih ada masalah lain lagi yang belum bisa kita atasi dan sekarang ada lagi, luar biasa sekali bukan," ucap Ian yang menatap langit kamar tidurnya.     

"Sudahlah, aku mau tidur jangan kamu berpikir itu, kita harus istirahat, besok ada jawaban atas semua yang kita pikir hari ini, aku tidak akan bisa tenang jika kita tidak tidur, aku lelah memikirkan semua masalah Bram dan kawannya itu," ucap Paijo yang langsung tertidur pulas.     

Paijo langsung tidur dan tidak memikirkan apapun yang ditanyakan oleh sahabatnya. Semuanya tertidur, besok adalah minggu jadi saatnya dia tidur dan tidak mau memikirkan apapun lagi.     

Keesokkan harinya, semua penghuni sudah menjalankan ibadah solat, Ian dan mang Dadang membuat sarapan, sedangkan yang lainnya membantu membersihkan rumah. Selesai berkemas rumah, mereka kembali mandi dan sekarang duduk di meja makan, libur kerja tidak membuat mereka bermalasan.     

"Aku melihat dalam mimpi semalam, guru dari mbah dukun aku mengatakan kalau mau merampas jimat itu harus ada jiwa suci dan itu jiwa yang belum ada dosa sama sekali," ucap Paimin tiba-tiba.     

"Uhukkk ... uhukkk ... kamu bilang apa tadi jiwa suci? Jiwa suci yang bagaimana maksudnya?" tanya Ian yang menepuk dadanya pelan dan langsung minum air.     

"Paimin, dukun kamu yang bilang apa gurunya yang bilang?" tanya Paijo dengan tatapan selidik.     

Mang Dadang dan Dino belum bersuara, mereka masih menunggu kelanjutan dari apa yang dikatakan Paimin, mereka percaya kalau ada sambung dari apa yang Paimin katakan.     

"Bukan si mbah tapi emang si guru mbah itu mengatakan padaku, jadi aku tidak tahu apapun arti jiwa suci itu, dan aku juga tidak tahu kenapa bisa dia katakan itu dan siapa jiwa suci itu?" tanya Paimin kepada yang lain.     

"Kemungkinan dia ingin katakan jiwa suci itu Nona, Nona kan mirip dengan Narsih, dan bisa saja jelmaan Narsih itu Nona dan Nona adalah jelmaan jiwa suci." Ian mengatakan apa yang menurut dia benar.     

Pletakkk!     

"Kamu tahu tidak kalau sesungguhnya, jiwa suci itu apa?" tanya Paijo kepada Ian yang gemes dengan jawaban yang dikatakan oleh Ian.     

Ian geleng kepala mendengar pertanyaan dari Paijo, melihat gelengan dari Ian membuat Paijo ingin mengetuk kembali kepala Ian.     

"Jiwa suci itu kalau kata nenek aku, anak bayi yang baru lahir, dan itu kan jiwanya suci, belum ada dosa sama sekali, nah itu mungkin bisa, dan entah itu jadi tumbal atau tidak aku tidak tahu lagi kelanjutannya," ucap Toni yang menjelaskan apa yang terjadi.     

"Nah, kalau tumbal aku tidak setuju, masa tanah kuburan Narsih sebegitu dasyatnya, aku tidak mau itu, dan aku tidak setuju jika kita jadikan mereka tumbal, itu gila. Apa tidak ada cara lain lagi? Pak ustad mungkin tahu, kita tanya ke pak ustadz yang ada di desa salak saja, kita harus diskusikan ini dulu, kalau tidak mana mungkin kita bisa tahu cara mengatasi ini semuanya," ucap Paijo yang tidak setuju dengan apa yang Toni katakan.     

Mang Dadang menghela nafas panjang, apa lagi ini pikirnya, kenapa bisa ada tumbal bayi segala, kan tidak mungkin cari bayi terus di kasih ke Bram pikirnya.     

"Aku rasa, kita harus ke pak ustadz, kita jangan main asal saja, yang ada kita akan makin membuat kita ikutan jahat, anak bayi itu kita tumbal kan, bisa bahaya kita, dosa," ucap mang Dadang kepada yang lainnya.     

"Baiklah, kita akan lakukan seperti apa yang mang Dadang katakan. Bagaimana kalau kita pergi sekarang. Masih pagi juga dan tidak mungkin kita menunggu lama, kita tanyakan juga apa yang perlu kita tanyakan, apa kita ajak mang Jupri ke desa salak juga kah?" tanya Dino kepada mang Dadang.     

"Tidak usah, karena aku ragu mau kita ajak dia, situasi seperti ini biarkan dia bersama Nona, dia bisa membantu Nona, dan aku takutnya Nona kenapa-napa dan apa lagi pasca kecelakaan itu yang membuat aku makin tanda tanya, kenapa dia bisa selamat," jawab Mang Dadang kepada Dino.     

"Kalau begitu kita pergi sekarang, semoga pak ustadz yang kemarin bisa membantu kita beri jawaban, jika tidak maka kita hanya menunggu Nona mendapatkan jimat itu dengan cara yang dia ketahui." Paijo bergerak dari kursi makan untuk bersiap ke desa salak.     

Semuanya bergerak menuju desa salak, rumah di kunci dan Paijo yang membawa mobil ke desa salak. Mereka semua tidak lupa singgah ke supermarket untuk membeli makanan kecil, dan juga minuman untuk perjalanan mereka.     

"Kita pergi sekarang, apa tidak kabari si mamang ya?" tanya Paijo kepada mang Dadang yang duduk di sebelahnya.     

"Iya juga ya, kalau dia tiba datang ke rumah bahaya kitanya, kan bisa mengomel dia," ucap mang Dadang yang buru-buru mengambil telpon jadulnya.     

Mang Dadang mencari nomor mang Jupri, setelah ketemu si mamang langsung menghubungi mang Jupri. Mang Dadang menunggu jawaban dari mang Jupri tapi tidak di jawab juga.     

Tut ... tut     

"Dia tidur atau apa ya?" tanya mang Dadang kepada Paijo.     

Paijo mengangkat pundaknya dan bahunya. Dia tidak tahu kenapa mang Jupri tidak mengangkat panggilannya. Mang Dadang mencoba lagi tapi tidak juga di jawab. Mang Dadang gelisah karena mang Jupri sendiri di sana dan tidak ada teman, hanya ada dua wanita yang boleh dikatakan belum bisa melindungi mang Jupri sepenuhnya.     

"Coba telpon lagi, siapa tahu dia lagi bersihin rumput rumah si Bram itu, kan siapa tahu saja," ucap Ian kepada mang Dadang yang meminta dia untuk telpon kembali mang Jupri.     

Mang Dadang melakukan panggilan lagi, tapi tidak bisa, masuk tapi tidak di jawab. Di tempat lain mang Jupri dan bibi Sumi berdiri di depan pintu pagar rumah Dino, keduanya di usir dari rumah Bram di karena Bram tidak menyukainya dan tentu saja keduanya heran kenapa Bram yang mereka dengar kecelakaan menjadi berubah sikapnya sedangkan Nona di kurung di kamar tidak boleh keluar dan bertemu dengan dia.     

"Apa mereka pergi kerja ya?" tanya bibi Sumi yang masih menangis memikirkan Nona yang sendirian di sana.     

"Mana telpon bapak, bapak mau telpon mereka, kita lupa memberi tahukan kalau kita di usir semalam," ucap mang Jupri yang meminta telponnya ke istrinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.