Dendam Winarsih

Dia Tidak Koma



Dia Tidak Koma

0Bram yang mendengar apa yang dokter katakan geleng kepala, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh dokter.     

"Dokter bohongkan? Dia tidak koma kan dokter?" tanya Bram dengan suara bergetar dan menitikan air mata.     

Dokter geleng kepala, dia tidak mungkin mengarang cerita, ini menyangkut profesi dia sebagai dokter dan tentu saja itu membuat dia akan terkena sangsi yang tegas oleh pihak rumah sakit.     

Bram yang melihat gelengan kepala sang dokter hanya menghela nafas, dia tidak menyangka keegoisannya membuat Nona harus koma. Dokter menepuk pundak Bram dan tentu saja dia tidak menginginkan hal itu. Suster membuka pintu dan melihat suster mendorong bankar Nona. Bram mendekati bankar dan mengikuti suster membawa Nona ke ruang ICU.     

"Nona, bangun Nona, jangan seperti ini, bangun aku mohon padamu," ucap Bram kepada Nona.     

Bram menatap sendu ke arah Nona, sampai di ruang ICU dia langsung ikut masuk dan memakai pakaian lengkap dan berdiri di sebelah Nona. Dia melihat Nona yang tidak bergerak dan alat medis banyak yang melihat dia dan tentu saja itu membuat dia sedih.     

"Jika perlu apa-apa tinggal tekan tombol itu saja ya, nanti kami akan datang. Kami akan cek pasien dua jam sekali, kami permisi dulu pak Bram," ucap suster kepada Bram.     

Bram tidak peduli dan hanya mengangguk saja, dia tidak melihat ke arah suster dia menatap kearah Nona dan dan tentu saja itu membuat dia sedih karena dia Nona seperti ini. Jika dia tidak mengusir keduanya pasti Nona tidak seperti ini.     

"Nona, bangun kamu, aku tahu kamu tidak koma, Nona kamu tidak koma kan? Kamu hanya tidur saja kan? Kalau iya, ayo bangun, jangan buat aku marah padamu, aku tidak menginginkan ini Nona bangun kamu aku bilang!" pekik Bram ke arah Nona.     

Bram geleng kepala karena dia tidak bangun juga. Bram menganggap kalau Nona tidak koma. Ya, dia tidak koma, dia hanya tidur saja pikir bram lagi kepada dirinya sendiri.     

Bram duduk di sebelah Nona dan menundukkan kepala sebelah tangan Nona. Bram mendengar suara dari kamar Nona dan itu suara seperti benda tajam yang di gores kan di kaca dan suara gerakkan dari alat yang ada di rumah sakit.     

"Bram, kamu pembunuh, jika dia meninggal, aku akan membunuhmu, aku tidak peduli jika kamu ada jimat itu," bisik Narsih di telinga Bram.     

Bram yang mendengar hanya diam, dia mengepalkan tangannya dengan kencang di saat seperti ini Narsih mengancamnya. Bram mengangkat kepalanya dan memandang ke arah Narsih dengan tatapan tajam.     

"Hantu sialan, aku tidak bisa mengatakan apapun, dia sakit dan kamu mengancamku, sini kamu Narsih, jangan mundur kamu, kamu mau bunuh aku kan? Ayo maju, kamu tidak akan bisa membunuhku, hari ini saja kamu gagal, aku selamat dari kecelakaan itu, itu semua karena dia, dia yang menyelamatkan aku, aku melihat dia memelukku, dan sampai sekarang aku di selamat oleh dia, tapi apa yang telah aku lakukan ke dia, aku jahat, aku mencelakai orang yang menyelamatkan aku, aku tidak tahu jika aku begitu kejam," ucap Bram yang menangis histeris dan tentu saja dia membuat Narsih diam dan memandang ke arah Bram yang tertunduk menangis.     

"Jangan dekati dia, dan kamu juga sudah menyakitiku, kamu sudah membunuhku Bram, aku tidak bisa menerimanya, aku tidak bisa Bram!" teriak Narsih yang cukup kencang.     

Bram yang mendengar teriakkan Narsih hanya tersenyum kecil, dia tidak menyangka jika Narsih masih mengejarnya. Bram yang tahu akan hal itu hanya memandang datar ke arah Narsih. Narsih yang di pandang maju ke depan dan golok di letakkan ke leher Bram. Narsih melihat jimat Bram dengan tatapan tajam, dia ingin menariknya tapi tubuhnya terpental.     

"Akhhhh!" teriak Narsih dengan kencang.     

Dia merasakan tubuhnya panas, dia heran kenapa tanahnya sendiri tidak bisa dia raih, dia geram karena dukun yang dia bunuh itu sudah memberikan mantra ke tanah kuburan dia.     

"Masih mau ambil? Ayo ambil, jika kamu mau, aku tidak akan melarang kamu, aku tidak akan melarang kamu sama sekali, kamu tahu kenapa? Karena aku tahu kalau kamu itu lemah, itu kenapa aku bunuh kamu, kamu pikir suami kamu itu baik hmmm? Kamu tahu siapa dia? Siapa Nona? Kamu tahu dia siapa?" tanya Bram kepada Narsih.     

Narsih yang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram menatap ke arah Nona, dia tahu kalau Nona itu orang yang biasa yang tanpa sengaja melihat koran dan ada berita pembunuhan dia, tapi dia tidak tahu asal usul dia.     

"Jangan mencoba memperngaruhi aku, sekali pembunuh tetap pembunuh! Kamu tidak akan bisa menyangkalnya, kamu kejam Bram! Manusia kejam itu adalah kamu Bram! Aku membenci kamu! Sangat membenci kamu!" teriak Narsih dengan kencang.     

Brakkk! Pranggg!     

Narsih menghancurkan semua yang ada di depan matanya, dia begitu geram karena dalam hal ini Nona di ikut sertakan juga, dia geram karena Nona yang tidak tahu harus terlibat hingga seperti ini.     

"Jangan buat keributan kamu di sini, kamu harus tahu kalau kamu kalah Narsih, aku memang membunuh kamu, tapi suami kamu lebih dari itu sekarang apa dendam kamu ke aku akan berlanjut, kalau iya, aku tunggu Narsih, aku akan menunggunya, karena apa, karena aku mau kamu membunuhku di depan anak suami kamu yang bernama Joko," ucap Bram dengan senyum culasnya.     

Narsih yang mendengar apa yang dikatakan Bram terdiam. Dia memandang ke arah Nona, dia juga melihat Bram yang duduk kembali sambil mengacak rambutnya, dia tahu kalau saat ini dia tidak bisa berkata apapun.     

"Jangan buat masalah Bram, aku tidak akan segan membunuhmu, jika kamu menipuku Bram!" teriak Narsih dengan kencang.     

Bram yang mendengar teriakkan Narsih hanya diam dan tidak berkata apapun lagi, dia hanya menatap ke arah Narsih dan kembali menatap Nona lagi, dia memegang tangan Nona dengan lembut dan mengecup keningnya. Narsih yang melihat Bram diam langsung pergi begitu saja dengan suara tangis dan jeritan yang cukup kencang.     

"Kamu jangan mengatakan aku bohong, aku menyelidiki kamu dan aku tahu kalau kamu anak dari suami dia, mungkin kalau kamu tahu pasti kamu sedih Nona, tapi aku lebih memilih kamu sedih mengetahui ini semua, dari pada aku melihat kamu seperti ini. Cepat bangun kamu, jangan seperti ini kamu Nona, jangan buat aku menunggu lebih lama lagi, jika pun aku meninggal di tangan dia aku ikhlas, asal kamu berada di sisiku," ucap Bram dengan suara lirih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.