Dendam Winarsih

Tidak Mungkin Mbak



Tidak Mungkin Mbak

0Narsih yang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram di rumah sakit terus berteriak histeris, dia tidak peduli jika orang mendengar teriakkan dia, tapi sayangnya tidak ada yang mendengarnya sama sekali, hanya suara tangisan saja yang di dengar di lorong rumah sakit.     

"Ini tidak mungkin terjadi, dia bukan anak kang Joko, kang Joko tidak akan berkhianat kepadaku, dia pasti berbohong padaku, aku yakin itu, aku tidak mungkin percaya dengan dia," ucap Narsih yang masih belum percaya dengan apa yang Bram katakan.     

Narsih masih menjerit dan menangis, dia tidak tahu harus apa, dia kembali masuk dan melihat Bram mengecup tangan Nona, dia mendengar apa yang Bram katakan ke Nona dan terlihat dari raut wajah Bram jika dia tidak berbohong sama sekali. Dia melihat kesungguhan di mata Bram, mata yang saat mengatakan cinta padanya dan dia juga mengatakan kalau Joko berkhianat di belakang dia tapi dia malah marah pada Bram dan membenci orang ini sekarang, dia tidak bisa berbuat apa-apa.     

Narsih pergi dari kamar Nona, dia kembali ke rumah Dino, dia ingin ke sana dan mengatakan ini semua, dia ingin Dino mencari tahu semuanya. Saat tiba di sana, Dino dan sahabatnya sudah tidur, dia hanya duduk di lemari saja, dan menunggu waktu yang tepat untuk dia menanyakan hal yang penting ini.     

Mang Jupri yang sudah berada di rumah Dino termenung memikirkan apa yang terjadi dan dia juga tidak tahu bagaimana keadaan Nona saat ini bibi Sumi demam karena memikirkan Nona dan karena kondisi dia juga lelah karena berjalan sepanjang malam.     

"Mang, bawa bibi ke rumah sakit, takutnya dia makin parah, kita kan tidak tahu kondisi bibi seperti apa, lagian mamang bukannya telpon malah sok jalan sampai di sini, kan demam istrinya, apa mau cari istri lain kah?" tanya Ian yang sedikit kesal karena mang Jupri tidak memikirkan istrinya.     

Mang Jupri yang melamun sedikit tersentak dengan suara Ian yang duduk di sebelahnya dan mengomel karena kesal dengan kelakuan dia. Mang Jupri tidak menyalahkan siapapun, dia yang salah karena ceroboh dan berakibat fatal terhadap dia.     

"Sudah, jangan memikirkan itu lagi, kita sekarang bawa bibi dulu, ayo mang aku antar ke puskesmas, kalau mamang nggak mau ke rumah sakit, paling tidak bibi harus minum obat dari dokter bukan obat warung, takutnya ada sakit lain kan kita tidak tahu," ucap Paijo yang menawarkan diri untuk mengantar mang Jupri dan Bibi Sumi.     

"Emangnya bibi ada penyakit lain kah?" tanya Ian kepada mang Jupri.     

Mang Jupri geleng kepala kepada Ian, dia tidak pernah periksa sama sekali, karena dia tahu kalau istrinya sakit paling demam saja tidak lebih dari itu.     

"Ayo mang, sekalian cek darah buat si bibi, kan kita bisa tahu, tekanan darah si bibi." Paijo bangun dan bersiap.     

Mang Jupri pun bangun dan masuk ke kamar, dia mau mengajak istrinya ke puskesmas dekat rumah saja. Tidak berapa lama, mang Jupri dan bibi Sumi keluar dari kamar. Ketiganya langsung keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil.     

"Mang, apa yang terjadi dengan Nona ya, aku merasakan kalau Nona saat ini membutuhkan kita, apa kita telpon dia saja ya? Siapa tahu saja dia butuh kita jemput, atau apa gitu?' tanya Dino kepada mang Dadang.     

" Aku rasa kita harus tunggu sampai besok, kalau kita telpon sekarang yang ada Bram tahu dan makin sulit kita mau jumpai Nona, kita ambil jalan terbaik untuk Nona saja, kasihan juga Nona kalau kita paksakan," ucap mang Dadang yang meminta untuk Dino sabar jangan gegabah.     

Dino pun pasrah dan tidak berkata apapun. Hari berganti malam semua orang melaksanakan solat bersama dan makan malam bersama. Mang Jupri duduk di sebelah istrinya, dia memberikan istrinya obat dan menemani dia setelah bibi Sumi tertidur, mang Jupri langsung pergi ke luar untuk bertemu yang lain.     

"Bibi sudah mendingan mang?" tanya Paijo kepada mang Jupri.     

"Sudah, dia sudah baikkan dan jangan risau dia banyak pikiran saja, Nona sudah dia anggap sebagai anaknya, jadi saat tidak bersama Nona dia sedih dan kepikiran keadaan Nona. Apa belum ada kabar dari Nona juga?" tanya mang Jupri kepada Dino.     

Dino geleng kepala, dia tidak ada kabar sama sekali, Dino juga ikut memikirkan Nona dengan kondisi dia sendirian di sana dan banyak hal yang Dino pikirkan saat ini.     

"Dino, Nona koma dia jatuh dari tangga saat mau mengejar mamang dan bibi Sumi semalam sekarang dia di rumah sakit," ucap Narsih yang muncul di hadapan mereka.     

"Apa mbak? Nona koma karena jatuh dari tangga? Tidak mungkin mbak, saya tidak percaya akan hal itu, mana mungkin bisa dia jatuh, apa dia ditolak oleh Bram mbak Narsih!" Dino tidak percaya kalau Nona koma.     

Dino berteriak kencang karena mendengar kabar itu, mang Jupri menundukkan kepala, karena ulahnya Nona jadi seperti ini, dia menyesal karena mengatakan hal itu yang menyebabkan dia dan istrinya di usir dari tempat Bram.     

"Mbak tidak bercanda kan? Kita lagi tidak bercanda mbak, karena kita semua tahu kalau ini pasti akalan Bram, dia yang mengatakan ke mbak kan?" tanya Ian yang menunggu jawaban Narsih.     

Narsih malah menunjukkan sikap yang berbeda, dia masih memikirkan apa yang terjadi dengan Nona dan hubungannya dengan suaminya itu. Paijo mengumpat karena Nona harus koma dan di saat Nona koma mereka tidak ada di sana.     

"Nona, ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan saat ini, aku tidak tahu apapun dan aku harus berbuat apa saat ini, dia yatim piatu tidak ada sanak saudara dan dia berada di dekat orang yang sudah membunuh orang dan saat ini apa yang harus aku lakukan?" tanya Dino dengan wajah sendu.     

"Aku juga mau katakan kalau Nona anak suamiku, apa benar itu?" tanya Narsih kepada Dino dan yang lainnya.     

Semuanya terdiam mendengar apa yang Narsih katakan, dia tidak tahu mengenai itu dan mereka menatap ke arah Narsih yang tertunduk mengatakan itu.     

"Bentar maksud mbak Narsih, mbak Nona itu anak mbak gitu yang di culik orang atau bagaimana?" tanya Toni yang bingung dengan perkataan Narsih.     

"Apa dia anak selingkuhan suami mbak ya?" tanya Paimin kepada Narsih.     

Mereka menatap ke arah Paimin dengan tatapan tajam, Paimin yang di tatap hanya diam saja dan tidak berkata apapun, dia diam dan tidak mau melihat mereka, Paimin tahu kalau dia salah bicara makanya dia pura-pura tidak tahu.     

"Dia benar dan dia tidak salah, Nona anak selingkuhan suamiku, dia menikah sehari sebelum kami menikah dan Bram tahu itu, dia berkali-kali mengatakan itu, tapi aku malah tidak pedulikan Bram sama sekali, dia sudah mengatakan kalau dia ingin menikahi aku dan aku di minta meninggalkan dia, tapi aku masih memilih dia dan tragedi itu terjadi. Aku harus bagaimana?" tanya Narsih dengan tatapan sayu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.