Dendam Winarsih

Bantu Aku



Bantu Aku

0Dino dan lainnya terdiam tidak ada yang bicara sama sekali, mereka bingung mau mengatakan apa, mereka tidak tahu harus apa saat ini. Semuanya hanya bisa berpikir dengan pikiran masing-masing.     
0

"Mang, apa yang harus kita lakukan, jika benar kita harus apa, mana mungkin kita mengatakan ke Nona. Nona butuh bantuan kita, dia koma. Kita pun tidak bisa mendekati Bram dan tentu saja dia tidak mengizinkan Nona bersama kita kan, jadi apa mungkin kita ke sana? Dan meminta dia untuk pergi dan jangan mendekati nona, dan terus bagaimana dengan dendam Winarsih?" tanya Ian kepada mang Dadang.     

"Kalau dendam itu tanya sama orangnya saja, saya tidak tahu apapun, karena menurutku dendam itu urusan masing-masing, jika Narsih mau membalaskan dendamnya, ya silahkan, jika tidak ya gimana ya, aku juga tidak tahu," ucap mang Dadang yang tidak tahu karena dia hanya orang luar.     

Dino melihat ke arah Narsih, dia tertunduk dan tidak bicara apapun, mang Dadang yang melihat Dino melihat Narsih menepuk pelan pundak Dino dan tersenyum kearahnya,     

"Itu jadi masalah dia, sekarang kita mikirin Nona, kita harus mikirin dia, aku yakin Bram akan menghubungi kita, Jupri, kamu sudah dapat telpon dari Bram? Jika sudah, kamu setuju saja untuk ke sana, dengan begitu kita bisa mendekati Nona, jadi kita tidak perlu takut jika mau ke sana, kita bisa ke sana jika Bram tidak ada di sana," ucap mang Dadang.     

Mang Jupri yang mengambil telponnya dari kantongnya tapi tidak ada sama sekali, mang Jupri geleng kepala karena tidak ada sama sekali telpon dari Bram. Mang Dadang pun tidak bisa berkata apapun dia hanya diam saja, mau bilang apa pun dia tidak bisa mengatakan apapun.     

"Mang, kita menunggu saja, aku hanya bisa berharap kita bisa mendapatkan kabar dari Nona. Aku yakin Nona pasti sadar dan Bram pasti akan menelpon kita," ucap Dino.     

"Narsih, sekarang kamu mau apa?" tanya mang Dadang kepada Narsih.     

"Bantu aku menemukan semua bukti yang mengatakan apakah benar yang Bram katakan atau tidak, aku hanya mau bukti saja, aku akan menunggu dari kalian dan aku percaya kalian semua. Untuk dendam akan aku pikirkan nanti, aku hanya mereka mau bertanggung jawab, aku ingin mereka merasakan apa yang mereka lakukan padaku, aku hanya mau pertanggungjawaban mereka saja." ucap Narsih kepada mang Dadang dan semuanya.     

"Aku yakin, semuanya akan sesuai yang kamu mau Narsih, semua akan sesuai yang kamu inginkan, aku yakin kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau selama ini." ucap mang Dadang kepada Narsih.     

Narsih menganggukkan kepalanya dan tersenyum, Narsih langsung pergi dari hadapan semuanya. Mang Dadang merebahkan kepalanya di sandaran sofa dan memejamkan matanya. Dia bingung mau bertanya ke mana rumah istri Joko yang Narsih katakan.     

"Kita mau cari di mana ya rumah istri si Joko itu? Kita tidak tahu apapun, mana mungkin kita tanya Bram kan? Yang ada kita pasti di tanya kenapa? Dan Nona juga masih koma," ucap Paijo kepada semuanya.     

Brakkkk!     

"Kenapa kita tanya ke personalia saja, data Nona kan masuk ke sana, buat apa kita pusing benar nggak. Kita harus bisa tanya ke personalia, nanti aku yang akan urus ibu cantik itu," ucap Ian kepada Paijo.     

"Kamu benar sekali Ian, aku tidak kepikiran sampai ke sana, aku akan temani kamu Ian, kita akan bersama dengan kamu, aku yakin kita pasti dapatkan," ucap Paijo kepada Ian.     

Ian menganggukkan kepala ke arah Paijo. "Kita temannya tapi kita tidak tahu ya rumah dia di mana, kita heran sekali kenapa kita tidak bisa tahu rumah dia di sana, sahabat seperti apa kita ya," ucap Ian kepada dirinya sendiri yang tidak tahu rumah Nona.     

"Kita tahunya rumah dia di sini, sedangkan di sana kita tidak tanya, karena Nona tidak mengatakan ke kita, jadi kita tidak tahu dan kita tanya pun mungkin dia tidak kasih tahu. Pantas saja Nona dan Narsih hampir mirip, apa wajah ibu Nona mirip dengan Narsih ya, tapi kalau aku tidak habis pikir dengan ayahnya Nona yang kebetulan suami mbak manis kamu Dino, kenapa bisa tega mengkhianati Narsih, aku tidak salahkan ibu Nona, karena menurutku wanita pasti mau jika di janjikan nikah, benar gak sih, maaf kalau aku salah ya," ucap Ian lagi.     

"Aku juga berpendapat seperti itu, tapi semua sudah takdir. Tapi sayangnya, kenapa Bram harus membunuh Narsih, dia bisa bawa Narsih ke hadapan istri si Joko itu, dan jelaskan saja, jika gitu kan Narsih bisa dengan Bram, jadi tidak membunuh dan seperti itu lah, kan kasihan Narsihnya, kita kan tidak tahu harus apa sekarang, Narsih pasti bingung kan antara mau bunuh dengan tidak, kita harusnya bisa serahkan ke Narsih, jangan ikut campur. Intinya, kita ikut saja apa yang Bram dan Narsih mau saja," ucap Paijo.     

Ian dan lainnya menganggukkan kepala, mereka tidak akan ikut campur akan hal itu. Mang Dadang menarik nafas dan mengusap wajahnya. Dia memandang ke arah semuanya yang hanya diam dan wajah mereka terlihat sendu.     

"Ayo kita pergi tidur sekarang, kita harus istirahat dan besok kalian harus cari semuanya bukti yang ada, dan Jupri kita harus segera dapat kabar terbaru Nona," ucap mang Dadang kepada Mang Jupri.     

"Baiklah, aku akan menunggu telpon dia, dan aku harap kamu bisa dapat kabar Nona besok. Aku akan kabari kalian. Ayo lah kita tidur, Ian kunci pagar sudah?" tanya mang Jupri.     

"Sudah, aku sudah kunci dari tadi kita kan nggak keluat." Ian bangun dari tidurnya dan langsung ke kamar.     

Hari ini mereka mendapatkan dua kabar yang mengejutkan dari dua orang yang beda alam. Keesokkan harinya, Ian dan yang lainnya bangun dan langsung mandi dan solat berjamaah. Selesai solat mereka sarapan.     

Mang Jupri menunggu telpon dari Bram dari semalam. Tapi, sampai sekarang dia tidak juga dapat kabar dari Bram. Mang Dadang yang melihat suami istri ini melamun.Dia tidak bisa berbuat apapun saat ini.     

"Sudah jangan pikirkan itu, karena kita tahu kalau dia sibuk mengurus Nona, nanti telpon juga itu. Aku yakin dia pasti telpon kalian, karena Nona seperti ini juga karena mau ikut kalian kan, jadi dia pasti telpon kalian, jadi sabar dan pasti di telpon." mang Dadang memberikan semangat kepada keduanya.     

"Baiklah, kalau begitu, kita harus tenang bu, karena Nona akan sadar, Bram akan menghubungi kita." ucap mang Jupri kepada istrinya.     

"Tapi, tadi malam ibu mimpi tentang Nona pak," ucap bibi dengan suara lirih.     

"Mimpi apa bibi?" tanya Dino yang penasaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.