Dendam Winarsih

Jangan Dekati Nona



Jangan Dekati Nona

0Bram masih melihat ke arah mang Jupri dengan tatapan tajam, Nona sakit kenapa harus keluarganya tahu juga pikir Bram. Bibi yang melihat suaminya salah bicara hanya bisa menghela nafas panjang.     

"Nak, kami itu dalam keluarga kompak, jadi jika ada yang sakit kita pasti akan datang dan pasti kita jenguk, jadi jangan salah sangka ya, kami itu tidak ingin menutupi jika keluarga kami akan bertanya kabar, apa lagi Nona ini paling baik dan perhatian dengan keluarga yang lain, jadi jangan salahkan kami jika ada saudara Nona datang ya," ucap bibi Sumi kepada Bram yang menganggukkan kepala pelan.     

"Tidak apa, jika mau datang jemput saja, karena anak buah saya tidak akan kasih siapapun yang datang ke sini tanpa izin dari saya, jadi jangan salahkan saya jika penjagaannya ketat ya," ucap Bram kepada bibi Sumi dan mamg Jupri.     

"Baiklah, kalau begitu terima kasih, kamu istirahat saja, takutnya kamu sakit," ucap mang Jupri kepada Bram.     

Bram menganggukkan kepala karena dia tidak mungkin melarang keduanya untuk melakukan hal yang menurutnya baik untuk Nona. Bram mempersilahkan Bibi untuk duduk begitu juga mang Jupri sebentar.     

"Saya mau pergi dulu ya, karena saya mau ke kantor dulu, kalian tidak apa kan di sini, tapi karena ini ruangan yang ICU tidak terlalu boleh banyak orang, kalian bisa menunggu di tempat lain jangan di sini," ucap Bram lagi.     

"Baiklah, kami tidak akan di sini. Kami akan ke tempat lain saja, kami bisa lihat dari sana kan?" tanya bibi Sumi.     

"Bisa, itu di luar kaca besar bisa kalian lihat, maaf kalian tidak bisa dekat ya dengan Nona, jika mau pegang atau apa saja bisa tapi kita keluar, sebentar lagi dokter akan cek Nona lagi. Saya akan pergi setelah Nona di cek dan kembali ke ruangan ini," ucap Bram kepada Bibi Sumi.     

"Tidak apa, kami sudah cukup dekat pun senang, kita keluar saja sekarang. Kita tidak perlu di sini, biar Nona istirahat," ucap Bibi kepada Bram.     

Bram pun menganggukkan kepala dan tersenyum kepada Bibi Sumi. Ketiganya keluar dari ruangan ICU menunggu dokter datang untuk memeriksa Nona kembali. Tidak berapa lama, dokter dan suster masuk ke dalam ruangan ICU untuk mengecek Nona, bankar Nona di dorong keluar dari ruangan ICU, keruangan yang khusus memeriksa noan. Bram, Bibi Sumi dan mang Jupri menunggu dengan sabar di luar ruangan. Cukup lama mereka menunggu pemeriksaan Nona, setelah selesai Nona di kembali lagi ke ruangan ICU.     

Dokter menemui Bram dan mang Jupri dan Bibi Sumi di luar. Dokter menatap sendu ke arah ketiganya. Bram tahu tatapan dari dokter, dia sudah pasrah jika pun Nona bangun itu hanya keajaiban dari Tuhan saja.     

"Ada lagi darah di tengkorak kepalanya, dan itu akan kita operasi kembali, kita sudah cek semalam tapi ada lagi, kami menunggu persetujuan dari kalian saja, sebagai anggota keluarga saya butuh persetujuan. Bagaimana, apa kalian setuju?" tanya dokter kepada Bram dan mang Jupri dan Bibi Sumi.     

"Kami setuju saja, karena kami mau Nona selamat, benar kan? Kalian setuju kan?" tanya Bram kepada keduanya.     

"Saya setuju, dan saya akan mengikuti apa kata dokter saja, karena saya tidak mau membuat anak kami terus seperti itu, tolong selamatkan dia dokter," Ucap mang Jupri kepada dokter yang memeriksa Nona.     

"Baik, kita akan lakukan operasi, tapi kita tunggu kondisi Nona stabil, karena saat ini Nona sedikit lemah, saya belum bisa melakukan tindakan lebih, nanti kita akan bisa cek kembali lagi ya," ucap dokter kepada keluarga pasien.     

Bram dan mang Jupri juga Bibi Sumi menganggukkan kepala pelan, mereka tidak mau mengatakan apapun karena kesehatan Nona lebih penting. Nona selamat saja sudah bersyukur. Bram yang sudah tahu kondisi Nona langsung pamit dia ingin pergi ke kantor Nona, dia ingin meminta izin kepada manajer kalau Nona tidak bisa bekerja hari ini.     

Pengawal Bram mengikuti Bram keluar dari rumah sakit, Bram memegang dadanya sedikit sakit dan perih, dia hanya diam dan berdehem saja, Bram masuk ke dalam mobil yang sudah di buka oleh anak buahnya. Mobil melaju ke arah jalan raya menuju kantor Nona. Perjalanan menuju kantor Nona lumayan lama, karena macet.     

"Macet pak, kita mungkin lama sampai di kantor bu Nona," ucap supir kepada Bram.     

"Tidak apa, lagian tidak jauh juga kan," ucap Bram kepada supirnya.     

Mobil bergerak pelan menuju kantor Nona, tidak berapa lama, mobil Bram masuk ke dalam kantor Nona. pengawal yang ikut dengan Bram membuka pintu mobil dan Bram langsung masuk ke dalam lobby kantor. Bram melihat Dino dan dua sahabat Nona. Dino yang mau keluar melihat Bram di depannya.     

"Lihat itu, dia ke sini dan mau apa dia ke sini," ucap Ian kepada Dino.     

"Mungkin dia ingin ketemu dengan manajet kita dan bisa saja dia ingin katakan Nona demam, dia kan licik Dino," ucap Paijo kepada Dino.     

Ketiganya jalan menuju lobby dan berdehem saat melewati Bram, Dino yang dari ruangannya mendapatkan kabar untuk meliput berita di luar, jadi mereka langsung pergi ke luar dan saat di lantai bawah mereka bertemu Bram. Bram berhenti sesaat dan mulai angkat bicara.     

"Jangan dekati Nona, dia akan menikah, aku tidak mau ada yang menganggu dia, dan aku tidak mau ada yang jatuh cinta dengan istri orang, kalian paham kan, aku ke sini hanya mau sampaikan ke manajer kalau Nona tidak datang karena sedang mempersiapkan pernikahan dan maaf ya, kalian tidak akan aku undang, jangan berharap aku undang, dan untuk hantu kalian itu tolong jangan buat masalah dan ganggu kami, kasih tahu dia ya," ucap Bram kepada ketiganya.     

Ian yang mendengar apa yang di katakan oleh Bram ingin menghajar dia, tapi dia di tahan Dino. Dino menahan tangan Ian dan Paijo. Keduanya memandang ke arah Dino dengan tatapan penuh selidik dan kesal karena Dino melarang dia untuk menghajar dia.     

"Kenapa kamu takut? Kamu tidak percaya diri ya untuk menikah dengan Nona? Apa kamu takut Nona tidak mau menikah dengan kamu karena itu kamu melarang kami untuk pergi atau lebih tepatnya bertemu Nona? Jika kamu takut, maka kamu tidak perlu katakan pada kami, santai saja bisa kan? Jika tidak bisa maka kamu akan kalah dengan kami, jangan jadi pecundang, katakan dan menyerah saja, itu lebih terhormat dari pada menjauh dan tidak mengakui kesalahan. Ingat karma ada pak Bram," ucap Dino dan langsung pergi bersama dengan kedua sahabatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.