Dendam Winarsih

Maafkan Saya



Maafkan Saya

Dino dan Paijo yang melihat Bu Susi menatap mereka hanya bisa diam saja dan tentu saja mereka menunggu respon dari mereka semuanya, dan tentu saja mereka tidak mungkin memaksa personalia untuk membantu mereka untuk memberikan alamat Nona.     

"Kalian benar mau alamat dia, kenapa tidak tanya dia saja, kan kalian satu ruangan?" tanya bu Susi kepada ketiganya.     

"Kami mau buat kejutan, jadi kami tidak ingin dia tahu saja Bu Susi, bisa kan Bu Susi kami mendapatkan alamatnya?" tanya Ian yang berusaha untuk memberikan pengertian ke ibu personalia.     

Ian sedikit gusar karena tidak ada pergerakkan dari personalia sama sekali pada dia, dan dia hanya duduk dan melihat ke arah mereka saja. Ian yang ingin memaki pun harus dia tahan dan dia tidak mau sampai mengeluarkannya dosa dan pasti di pecat hal terburuknya.     

Dengan senyuman yang lebar dan gigi yang dia tunjukkan ke arah bu Susi, akhirnya bu Susi bangun dan menuju rak yang ada di belakangnya dan mengambil arsip yang tersimpan sesuai jabatan karyawan. Setelah menemukannya, bu Susi kembali duduk dan mencari nama Nona, dia mencatat alamatnya di kertas dan langsung memberikannya kepada Dino.     

Dino yang menerima secarik kertas yang ada alamat lengkap Nona tersenyum, dia tidak menyangka akan menerima alamat Nona yang di desa. Dino tersenyum ke arah bu Susi, dia bangun dan mengulurkan tangan ke arah bu Susi.     

"Terima kasih, saya sangat senang bisa menerima ini, makasih banyak bu Susi, kami permisi dulu," ucap Dino kepada bu Susi.     

"Iya sama-sama, semoga kalian bisa membuat kejutan untuk dia, sekarang kembali bekerja, saya tidak mau ada yang bolos bekerja, paham kalian semua," ucap bu Susi kepada ketiganya.     

Dino dan yang lainnya menganggukkan kepala dan tidak membantah lagi. Mereka keluar dari ruangan ibu personalia dan langsung bergerak ke ruangan. Dino benar-benar senang, pertama mendapat kabar kalau mang Jupri bisa bertemu dengan Nona dan itu artinya dia bisa melihat Nona saat Bram tidak ada, dan tentu saja membuat dia senang karena bisa mencari tahu fakta sebenarnya, setelah itu terpulang dengan Narsih apa yang akan lakukan setelah itu dan pembunuh itu apa benar-benar mau dibunuh atau mau dipenjara dia tidak tahu sama sekali pikirnya.     

Ceklekkk!     

Pintu terbuka dan terlihat wajah Toni yang sedang merapikan kertas dan bersiap akan pergi liputan. Toni melihat ketiganya tersenyum ikut tersenyum kepadanya.     

"Oh ya, kamu belum berangkat juga ya? Apa nggak ke siangan nanti meliput beritanya?" tanya Dino kepada Toni.     

"Ini mau pergi, katanya mobilnya ada masalah dan kami naik mobil satunya dan kameramennya sakit perut jadi nunggu dia ke bilik termenung, makanya belum berangkat." Toni menjelaskan apa yang terjadi kenapa dia belum juga pergi.     

Ceklkekkk!     

"Toni, ayo cepat, kita sudah mau pergi ini. Kamu bawa berkasnya kan?" tanya Sanusi kepada Toni.     

"Bawa nih, sudah selesai ke bilik termenung ya? Aku pikir lama," ujar Toni kepada Sanusi.     

"Maklum masuk angin, jadi mules. Kalian sudah datang, aku pikir kalian libur lagi," ucap Sanusi.     

Ian yang duduk di kursi hanya berdecih mendengar apa yang dikatakan oleh Sanusi. "Kami ke personalia, ada perlu jadi kami lama ke sini, kenapa? Apa kamu rindu aku?" tanya Ian yang melihat kerjaannya di meja.     

Sanusi geleng kepala mendengar apa yang dikatakan oleh Ian. Toni beranjak dari kursi dan langsung keluar di ikuti oleh Sanusi.     

****     

Di rumah sakit, mang Jupri dan istrinya sudah sampai di ruangan Nona, mereka melihat ada pengawal yang mengawasi rumah sakit dan tentu itu membuat mereka hanya bisa saling pandang.     

"Kalau di kawal seperti ini, mana bisa Dino dan yang lainnya datang ke sini, yang ada mereka bisa ketahuan, bagaimana caranya ya," gumam mang Jupri yang melirik pengawal.     

Pengawal yang tahu mang Jupri membukakan pintu untuk mang Jupri dan istrinya. Bibi Sumi mendekatkan mulutnya ke suaminya.     

"Sepertinya, Bram sudah mengatakan ke anak buahnya pak, kalau kita mau datang, dan lihat suster ini juga membantu kita memakai pakaian khusus untuk masuk ke dalam, dan aku rasa pak, Dino dan yang lainnya nggak bisa ke sini untuk berjumpa Nona, jika pengawalnya banyak seperti itu," ucap bibi Sumi sembari berbisik.     

"Sudah, jangan kamu pikirkan itu, yang ada kamu bisa gila, kita kasih tahu saja apa yang terjadi, dan aku yakin dia akan tahu apa yang akan dia lakukan, jangan tunjukkan ke dia kalau kita ke sini mengawasi dia, yakin kalau Nona akan bisa bertemu sahabatnya, " jawab mang Jupri kepada istrinya dengan berbisik.     

Bibi Sumi menganggukkan kepala, dia percaya kalau Dino dan sahabatnya itu akan bisa menjumpai Nona di rumah sakit. Keduanya berjalan menuju ranjang Nona dan melihat Bram sedang menunggu Nona yang tengah tertidur lebih tepatnya koma.     

Bram melihat kedua orang yang dia usir mendekati dirinya, dan Nona. Keduanya menatap ke arah Nona dan memegang tangan Nona dengan tatapan sendu. Bram yang dipandang oleh mang Jupri, hanya tertunduk lesu menatap ke arah bawah. Mang Jupri yang tahu hanya diam dan tidak berkata apapun.     

"Apa kata dokter nak Bram?" tanya mang Jupri kepada Bram.     

Bram yang di tanya memandang ke arah mang Jupri dan melihat ke arah beliau. "dia sudah di operasi dan juga sudah di ambil darah bekunya di otak dan tiba-tiba dia koma begitu saja, aku tidak tahu kenapa, dokter bilang dia akan di cek ulang kembali dan hari ini akan di cek ulang. Maafkan saya ya, saya salah karena terlalu egois dan terbawa emosi, saya tidak bisa berbuat apapun, karena saya hanya bisa membuat kalian dan Nona dalam masalah dan saya sudah tidak bisa lagi ...." Bram menghentikan apa yang dia katakan dan tertunduk.     

Mang Jupri mulai melakukan apa yang harus dia lakukan apa lagi kalau mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia mulai berpikir apa yang harus dia ketahui dan apa benar kalau Nona anak Joko suami dari Narsih.     

"Nona akan kami kasih tahu ke keluarganya, mereka harus di kasih tahu, karena mereka keluarganya tidak mungkin mereka tidak di beri tahu kan, jadi kalau bisa mereka harus tahu." Mang Jupri mulai mengatakan ke keluarganya.     

Bram menyerngitkan keningnya, dia bingung kenapa mang Jupri mengatakan hal itu, sedangkan dia tahu dari Nona keluarganya hanya mang Jupri dan bibi Sumi, kenapa harus mengatakan keluarga lagi pikirnya. Mang Jupri yang tahu dia salah bicara langsung berubah menjadi gugup tapi dia bisa tenang.     

"Jadi, begini, saya hanya mau kasih tahu keluarga kami di kampung tentang Nona, soalnya kerabatnya di kampung menanyakan kabar dia, saya tidak tahu kabar dia, saya hanya katakan kalau dia baik, saya jadi tidak enak, jika saya tidak mengatakan keadaan dia seperti apa. Jadi, saya harus katakan itu ke mereka, paling tidak jika mereka mau datang ke sini, untuk menjenguk nona," ucap mang Jupri kepada Bram.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.