Dendam Winarsih

Alamat Ana



Alamat Ana

0"Kalian hendak pergi ke kantor kah?" tanya mang Dadang kepada Dino yang sudah siap berangkat ke kantor.     

Dino menganggukkan kepala ke arah mang Dadang, dia dan Ian akan ke personalia. Mang Dadang yang melihat anggukkan dari Dino pun ikut senang, karena dia bisa mengungkapkan apa yang terjadi.     

"Kalian hati-hati saja ya, aku takutnya ada yang mengetahui ini dan kita akan kehilangan alamat Ana, kalau bisa kita merahasiakan ini dulu dari Ana, takutnya dia terpukul. Dan, kita juga masih menunggu Bram menghubungi mang Jupri untuk memberikan kabar dari terbaru Ana. Walaupun dia belum sadar kita harus bisa rahasiakan dulu," ucap mang Dadang.     

"Iya mang, aku hanya mau Ana sadar dan kembali ke kita, aku juga tidak mau ikut campur karena itu masalah keluarga Ana, dia juga tidak mau kan hal ini terjadi, ini rahasia ayah dan ibunya, jadi aku rasa kita hanya bisa ikuti alurnya." Dino mengatakan apa yang ada di hatinya.     

"Iya, aku juga mang. Ya sudah, ayo kita pergi sekarang, Toni kamu pergi bareng kita saja," ucap Ian kepada Toni.     

"Aku ikut juga, karena aku di minta untuk masuk dan ada liputan juga," ucap Toni kepada Ian.     

Ian menganggukkan kepala dan segera bangun menuju garasi mobil. Dino, dan Toni juga Paijo mengikuti Ian menuju mobil. Mobil langsung keluar dari rumah dan membelah jalanan menuju ke kantor berita.     

Mang Dadang yang melihat mobil sudah pergi langsung masuk ke dalam rumah dan melihat mang Jupri sedang menerima telpon. Mang Dadang langsung mendekati mang Jupri, dan duduk di depannya, mang Dadang menunggu mang Jupri selesai bicara, dia melihat istrinya mang Jupri menangis, dia menduga kalau itu adalah Bram.     

"Baik, kami akan ke sana sekarang, tidak perlu di jemput kami akan ke rumah sakit. Terima kasih Bram kamu sudah mau memberitahu kami, kami segera ke sana ya," ucap mang Jupri di akhir percakapannya.     

Panggilan keduanya berakhir, mang Jupri lega, Bram menurunkan egonya untuk menelpon dirinya, mang Jupri melihat ke arah mang Dadang, dan tersenyum kecil, dia bahagia karena Bram mau memberi kabar mengenai Nona.     

"Dia menelpon aku, Dang. Dia mengatakan kalau Nona koma dan dia minta kami untuk ke rumah sakit, aku dan istriku akan ke sana, nanti aku kabari kalian ke sana, aku akan lihat situasi di sana, agar kalian bisa melihat dia, kamu kabari Dino, aku dan istriku akan segera bersiap dan pergi," ucap mang Jupri kepada mang Dadang.     

"Alhamdulillah, dia bisa membuka hatinya untuk memberitahukan kita, ayo cepat sana pergi, Nona pasti akan sadar cepat, karena kalian datang, aku akan kasih tahu Dino dan yang lainnya." Mang Dadang meminta mereka untuk cepat pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan Nona.     

Mang Jupri menganggukkan kepala, dia bergegas membawa istrinya ke dalam untuk berganti pakaian, lima belas menit keduanya keluar dan bergegas pergi, mang Dadang lega karena bisa mendapatkan kabar kalau Nona sudah bisa di jenguk oleh mang Jupri dan istrinya, walaupun belum sadar.     

"Mang, semoga baik semuanya ya, aku harap semua akan normal, karena jika terlalu banyak dendam nggak baik," ucap Paimin kepada mang Dadang.     

"Aku harap juga begitu, aku hanya mau mereka bisa mengakuinya, terlepas dari apapun itu, aku hanya mau bisa di selesai dengan baik, tidak ada yang saling terluka. Oh ya, lupa mau telpon Dino dulu. Dia pasti nunggu kabar dari kita," ucap mang Dadang.     

Mang Dadang langsung menghubungi Dino. Panggilan pertama langsung di jawab oleh Dino. Dino yang mendapatkan kabar dari mang Dadang senang, paling tidak dia bisa lihat Nona jika Bram tidak ada. Mang Dadang tersenyum karena mendengar Dino senang itu terdengar dari nada bicaranya.     

Panggilan keduanya berakhir, Ian yang tahu kabar dari mang Dadang ikut senang, dia senang karena Bram sedikit lunak, Dino tidak sabar untuk bertemu dengan Nona. Ian masuk ke dalam parkiran kantor.     

"Kita sudah sampai di kantor, ayo kita turun, sekalian kita ke ruangan personalia mau tanya alamat Ana," ucap Ian kepada sahabatnya.     

Dino dan Paijo langsung turun bersama dengan Ian menuju lobby dan langsung ke arah lift. Ian langsung menekan tombol dua. Lima menit kemudian mereka keluar dari lift menuju kantor personalia.     

"Dino, apa kita tidak kepagian ke kantor si ibu personalia itu Dino," ucap Ian kepada Dino yang ketiganya masih di depan pintu ruangan personalia.     

"Nggak, kita kan sudah pas jam kerja juga, ayo sana ketuk pintu cepat. Kita harus dapat kabar di mana rumah Ana," ucap Paijo kepada Ian yang meminta dia untuk mengetuk pintu ruangan personalia.     

Ian menarik nafas dan langsung mengetuk pintu ruangan personalia. Tok ... tok ... Ian masih menunggu personalia menyahut ketukan dia. Ibu personalia yang melihat ketiga karyawan mengetuk pintunya menyerngitkan keningnya. Dia berjalan perlahan dan menatap punggung ketiganya.     

"Kalian kenapa ke sini?" tanya bu Susi kepada ketiganya.     

Ian, Dino dan Paijo yang mendengar suara dari belakang terkejut. "Akhhhh!" teriak ketiganya dengan kencang.     

Karyawan yang lainnya menatap ke arah ketiganya yang berteriak kencang. Bu Susi yang mendengar teriakkan ketiganya menutup telinganya. Ian yang melihat raut wajah bu Susi yang tajam menelan salivanya.     

"Habis kita, aku rasa kita tidak akan selamat kali, dan kita tidak dapat alamat Ana kalau dia marah ke kita." Ian membisikkan ke telinga Dino.     

"Aku rasa kita diam saja dan kasih senyuman manis ala Dinosaurus, ayo Dino, tunjukkan pesona kamu," ucap Paijo kepada Dino yang di dorong di depan bu Susi.     

Dino hanya bisa mengumpat dalam hati, karena di tahu kalau dia tidak bisa mundur, tarik kan nafas Dino terdengar jelas di telinga bu Susi. Dino tersenyum ke arah Bu Susi dengan senyum manisnya.     

"Kami hanya ingin menemui bu Sus, kami ada perlu, bisa kita bicara tidak bu Sus di dalam," ucap Dino kepada bu Susi,     

"Bisa, ayo masuk. Saya pikir kamu mau mencuri atau mau mengintip saya," ucap Bu Susi kepada ketiganya.     

Ian dan yang lainnya hanya mendengus mendengar apa yang katakan oleh bu Susi. Bu Susi masuk ke dalam ruangannya dan berjalan menuju mejanya. Dino dan kedua sahabatnya bingung mau bilang apa. Bu Susi duduk di kursinya dan memandang ke arah ketiganya yang masih berdiri. Bu Susi memberikan kode kepada ketiganya, dia meminta ketiganya untuk duduk.     

"Terima kasih bu," ucap Dino yang menunduk ke arah bu Susi yang meminta dia dan sahabatnya duduk.     

"Ada apa?" tanya bu Susi.     

"Kami mau minta alamat Nona boleh bu? Alamat dia yang di desa bu, kami ada perlu dengan dia bu," ucap Dino.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.