Dendam Winarsih

Mencari Kebenaran



Mencari Kebenaran

0Keesokan harinya Dino dan yang lainnya bersiap hendak pergi ke alamat yang sudah mereka dapatkan. Mereka tidak menunggu lama untuk pergi ke alamat yang mereka cari.     

"Kalian sudah siap belum? Kalau sudah siap ayo kita pergi sekarang, Ian kamu bawa apa itu di dalam tas, besar sekali?" tanya Paijo kepada Ian yang sudah siap dengan barang bawaannya.     

"Oh, ini barang bawaan aku yang tentu saja barang ini sangat penting, kita apa tidak menginap di sina? Apa langsung pulang aja kah? Kita harus menginap di sana. Jadi, kita bawa saja semuanya, jangan sampai kita lengah tidak bawa barang ini, yang ada kita harus siap siaga." ucap Ian yang menunjukkan barang bawaan.     

"Kalau saya hanya bawa diri saja mas, lagian pakaian saya mas Dino yang kasih dan dibelikan juga oleh mas-mas semua, jadi kalau mau di bawa ya cuma ini saja, tapi jika di bawa, akan saya bawa juga," ucap Paimin yang sibuk memasukkan pakaiannya di dalam kantong plastik, Ian yang melihat kelakuan Paimin langsung menarik kantong dan memasukkan ke dalam tasnya.     

Paimin tersenyum karena Ian baik, dia tidak menyangka kalau orang yang gurunya katakan jahat ternyata baik, dia beruntung bisa bebas dari gurunya itu, dan dia juga tidak tahu kemana gurunya itu sekarang. Paijo dan Dino saling pandang dan mamang masuk melihat ke arah keempatnya yang masih belum siap.     

"Kalian kenapa masih belum siap, kita mau pergi ini, mumpung masih pagi kali ini, jadi kita bisa cepat sampai dan langsung bisa pulang kembali ke rumah ini. Jadi, kita tidak perlu menginap lagi." mang Dadang heran kenapa mereka membawa pakaian yang banyak seperti mau pindahan.     

"Lah nggak bawa pakaian kah mang?" tanya Ian yang wajahnya sedikit penasaran.     

"Kita kan mau tanya saja dan cari kebenarannya dan bukan liburan atau nginap, kamu ini ada-ada saja lah," ucap mang Dadang yang heran melihat kelakuan Ian dan Paimin.     

Ian dan Paimin saling pandang satu sama lain, mereka ragu jika pencarian ini memakan waktu sebentar pasti akan lama dan akan ada drama pikir dia. Mang Dadang yang melihat kelakuan keduanya yang belum juga bergerak akhirnya menyerah.     

"Bawa saja, aku tidak akan mempermasalahkan, karena aku bawa tas juga karena takut kalau kita lama dan kita juga harus solat kan," ucap mang Dadang lagi.     

Ian dan Paimin senang karena mang Dadang pun bawa pakaian walaupun tidak banyak pikirnya. Akhinya mereka pergi bergerak ke luar, satu persatu di tas di susun di bagasi. Ian duduk sebelah Dino sedangkan Toni duduk di belakang bersama Paimin. Mang Dadang duduk di depan bersama Paijo yang bawa mobil.     

Mobil melaju membelah jalanan ke desa yang mereka tuju, lagi-lagi mereka tidak kerja karena sekalian meliput di tempat yang tempatnya dekat dengan desa yang akan mereka datangi.     

"Mang, bagaimana kita singgah ke rumah sakit, tapi aku hubungi mang Jupri dulu, nanti kalau mang Jupri mengatakan aman, kita akan ke sana. Jadi, bagaimana?" tanya Dino yang menunggu jawaban dari mang Dadang dan yang lainnya.     

Mang Dadang berpikir sebentar dan dia mulai menganggukkan kepala, kenapa tidak ke sana dulu pikirnya lagi. Mang Dadang mengangkat tangan ke arah Dino dia menyetujui apa yang dikatakan oleh mang Dino.     

"Paijo kita langsung ke sana, tapi bentar kita telpon mang Jupri dulu ya," ucap Dino kepada Paijo lagi.     

Mang Dadang hanya setuju saja, dia hanya ikut saja karena dia pun ingin bertemu dengan mang Jupri membicarakan masalah ini juga. Dino menghubungi mang Jupri satu dua kali tidak di angkat sama sekali.     

"Halo, Dino ada apa?" tanya mang Jupri yang panggilan di angkat oleh mang Jupri tapi suara pelan keduanya terdengar oleh Dino.     

"Kenapa mang?" tanya Dino yang heran kenapa suara mang Jupri pelan.     

"Ada Bram di sini, karena dia jaga di sini, dia tidak pulang, hanya orang kantor dia yang datang bawa kerjaanya, kita tidak bisa bertemu, kalian mau ke sini ya?" tanya mang Jupri dengan pelan.     

Tiba-tiba telpon langsung padam dan tidak dijawab lagi. Dino terdiam dia memandang Ian, Ian tahu kalau dia tidak bisa bertemu dengan Nona.     

"Paijo, kita harus pergi ke desa saja, jangan ke sana, Bram di sana aku rasa," ucap Ian kepada Paijo.     

Paijo pun hanya menganggukkan kepala pelan, dia melajukan mobil dan langsung ke tempat tujuan, cukup lama mereka ke desa yang mereka tuju. Mang Dadang meminta Paijo untuk berhenti dulu di warung makan dan sekalian bergegas ke musolah terdekat.     

Selesai solat mereka memesan makanan yang kebetulan dekat dengan musolah tempat mereka solat tadi. Mang Dadang dan yang lainnya memesan makanan dan minuman untuk mereka nikmati.     

"Kalian tahu tidak, arwah yang dibawa dari desa salak itu sekarang berhantu dan kalian tahu dia itu suaminya Nona, dan anaknya sekarang di kota. Dia pergi dari sini karena dia tidak tahan karena cacian warga, katanya anak di luar nikah, sampai sekarang tidak ada kabarnya dan si Narsih juga jadi hantu dan sampai sekarang juga tidak tahu keberadaan dia," ucap seseorang pria yang di sedang menikmati makanannya,     

"Baiklah, kalau begitu kita harus cari orang pinter karena kita terganggu dengan arwah si Joko itu, sudah bagus dia di kubur di sana masih juga dibawa ke sini kan jadi merepotkan jadinya," ucap bapak tua yang sedikit kesal karena Joko di bawa ke sini.     

Dino dan yang lainnya saling pandang satu sama lain, mereka tidak menyangka akan menemukan kebenaran yang beda, mereka ingin tahu asal usul dari Nona dan segalanya tapi ternyata mereka dapat yang lain.     

"Bahaya kalau seperti ini Dino, kita belum selesai dengan Narsih sekarang ini suaminya itu, apa yang akan kita lakukan sekarang Dino? Mana mungkin kita diam saja dan bisa meninggal kita jika bertemu dengan dia," cicit Ian kepada Dino sembari berbisik.     

"Mang, kita mau lanjut atau tidak?" tanya Paijo kepada mang Dadang.     

"Tidak tahu juga, kita sudah janji pada Narsih kan, jika tidak kita akan di amuk oleh Narsih, kalian mau dia mengamuk, aku yakin Narsih pasti akan mendengarkan apa yang kita bicarakan dan dia akan selalu ikut kita, dia yang minta pasti dia yang akan ikut serta," ucap mang Dadang.     

Toni dan Paimin saling pandang karena mereka memandang satu sama lain. "mang yakin kan?" tanya Toni dengan wajah yang ketakutan.     

"Yakin, dia tidak mungkin tidak ikut, aku yakin dia ikut dan aku juga merasa dia ada juga di sini tapi sudahlah, jangan kalian bahas lagi, kita makan saja biar kita cepat sampai, tinggal beberapa kilometer lagi kita sampai," ucap mang Dadang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.