Dendam Winarsih

Dia Menakutkan Aku



Dia Menakutkan Aku

0Mang Dadang yang berdiri membelakangi pria tua itu berbalik dan melihat ke arah pria tua yang menurutnya menakutkan, Ian kembali sembunyi di belakang Dino, dia takut melihta pria di depannya ini. Membawa parang yang cukup panjang dan kepala kerbau di tangannya membuat Ian ingin pingsan, dia tidak ingin melihat pria ini.     

"Dia menakutkan aku, aku benar-benar takut sekali, tidak bisakah aku pergi saja, aku ada liputan tentang tempat liburan, jadi tolong izinkan aku pergi dari sini, aku mohon padamu, jangan paksa aku untuk bertemu dia, coba kamu lihat itu, kepala kerbau atau lembu itu, besok pagi kepala kamu Dino dan besoknya kepala kamu Toni," ucap Ian kepada Dino yang menatap tajam ke arah pria tua itu.     

Mang Dadang tersenyum dan dia segan karena ulah Ian di harus berkubang dan tentu tidak sopan pikirnya. Pria itu belum berbicara sama sekali, Toni yang dikatakan kepalanya akan seperti kerbau itu menelan salivanya. Dia juga bersembunyi kembali bersembunyi di belakang Paimin,     

"Maafkan kekacauan yang kami lakukan padaku, aku tidak tahu jika ada orang, kami ke sini mau bertemu dengan orang tua Nona, dia kerja di kantor berita kota, apa bisa kita bertemu dengan orang tua dia?" tanya mang Dadang dengan ramah dan sedikit lembut.     

"Kami cuma mau berniat bertemu saja, karena Nona lagi kurang sehat, apa bisa kami bertemu dengan dia?" tanya Dino dengan sopan.     

Pria itu menganggukkan kepala dan mempersilahkan mereka masuk, tapi melihat tamu yang kotor dia mulai meminta para tamu membersihkan diri.     

"Di sana ada sumur, mandi di sana saja, nanti baru masuk," ucapnya dengan suara datar.     

"Terima kasih banyak ya, kalau begitu kami ke sana dulu ya," ucap mang Dadang dengan sopan dan melirik yang lain untuk pergi.     

Yang ikut dengannya langsung bergerak dan langsung mengambil tas masing-masing. Ian ikut kemana Dino dan yang lainnya bergerak, dia seram jika menunggu di dalam rumah, dia ingin ikut juga.     

"Ini semua karena kamu, kamu tahu tidak Ian kampret, kami jadi berkubang, beruntung bawa pakaian, jika tidak habis lah kami," ucap Paijo yang kesal karena kelakuan si Ian yang absrud.     

"Harusnya dia yang kita lempar ke orang tadi biar kepala dia yang di satu kan di sana," ucap mang Dadang kepada Ian sambil menunjukkan ke arah tembok yang tersusun kepala hewan.     

Semuanya melihat ke arah yang di tunjukkan oleh mang Dadang, mang Dadang melihat keterkejutan mereka semua, mang Dadang langsung masuk ke dalam kamar mandi yng letakkannya di luar.     

"Mang, ini serem sekali, apa dia tukang jagal atau apa ya?" tanya Toni kepada mang Dadang.     

"Yang kamu tanya sudah kabur, dia sengaja menunjukkan ke arah sana agar dia bisa masuk ke dalam kamar mandi lebih dulu, dasar pria tua licik," ketus Ian yang membuat semua orang mencari mang Dadang.     

Mang Dadang yang mendengar omelan Ian yang ketus langsung mengambil air dan menyiram dari atas, yang kebetulan kamar mandi di luar di tutup hanya dengan tepas. Air yang di siram oleh mang Dadang dari kamar mandi langsung menguyur kelimanya.     

Byurrrrr!     

Ian tidak sempat mengelak, dia ikut kena siram oleh mang Dadang dan basah tentu tapi tidak kuyup. Ian dan yang lainnya hanya bisa mendengus kesal kelakuan mang Dadang, tapi mereka tidak menyalahkan mang Dadang, karena mulut Ian saya yang membuat mereka di siram.     

"Sepertinya baju kita ini juga basah, dan beruntung kita membawa pakaian lebih, jika tidak aku rasa kita pakai kulit kerbau yang di jemur itu," ucap Paijo yang menunjuk ke arah kulit yang di jemur di jemuran sebelah rumah.     

"Dia aneh bukan, dan menyeramkan, apa dia ayah tiri Nona? Kalau iya, pasti sangat ketakutan si Nona manis kita itu, pantas saja dia pergi dari rumah kan, jika tidak mana mungkin dia ke kota dan tidak pernah balik ke sini," ucap Ian dengan berbisik, dia tidak mau kalau pria tua itu mendengarnya.     

Dino tidak menjawab karena dia juga tidak mau menjawab hal seperti ini. Kelimanya duduk di kursi sambil menunggu mang Dadang keluar dari kamar mandi. Mang Dadang keluar dari kamar mandi tradisional dan satu persatu masuk sampai pada akhirnya mereka telah bersih.     

"Kalian sudah selesai? Jika sudah, ayo cepat masuk dan katakan lagi maksud kalian ke sini," ucap pria tua itu kepada mang Dadang.     

"Ah, baik akan kami katakan ya," ucap mang Dadang dan langsung mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah jaman dulu.     

Rumah papan dan sedikit lapuk terlihat dari sudut rumah pria ini mungkin pikirnya. Mang Dadang dan kelima pria muda itu masuk dan duduk di kursi lama, Ian duduk di kursi yang sebelahan dengan Mang Dadang, saat keduanya duduk, naas buat keduanya, alas tempat duduk yang kebetulan terbuat dari rotan jebol.     

Brakkkk!     

Ian dan mang Dadang jatuh bersamaan, Ian dan mang Dadang meringis kesakitan karena mereka harus jeblos ke kursi pak tua tadi. Dino dan Paijo juga Toni dan Paimin mengangga melihat ke arah Ian dan mang Dadang yang sudah tidak bisa dikatakan lagi.     

"Akhhh, mang Dadang kalau mau jatuh jangan ajak aku kenapa, duh pantat aku sakit sekali, kenapa bisa sesakit ini," ucap Ian yang berusaha bangun tapi pantatnya tidak bisa di angkat sama sekali.     

"Aku minta maaf ya, kami merusak kursinya, maafkan kami," ucap mang Dadang merasa bersalah dengan sang empunya kursi.     

"Tidak apa, ini sudah lapuk, nanti aku akan pindahkan saja, kalian duduk di sini saja," ucap pak tua kepada mang Dadang dan Ian.     

Paijo dan Dino membantu Ian dan mang Dadang untuk keluar dari tempat duduk yang rusak. Mang Dadang dan Ian yang sudah keluar dari kursi rusak, kembali duduk dan tersenyum ke arah pria tua itu. Mang Dadang berdehem sedikit untuk membuka pembicaraan.     

"Bisa saya bertemu dengan ibu Nona tidak?" tanya Mang Dadang dengan wajah tenang tapi jangan di tanya jantungnya sudah mau meledak.     

Dino menunggu jawaban dari pria tua ini, Dino mendengar dari Nona dan orang tadi di warung yang mengatakan kalau orang tua Nona sudah meninggal, jadi dia ingin mengetahui apakah benar atau tidak.     

"Kalian tahu dari siapa alamat ini dan kenapa kalian mau bertanya orang tua Nona? Kalian siapa dan ada hubungan apa dengan Nona?" tanya pria tua itu.     

"Kami temannya di kota, saya Dadang, ini Dino, Paijo, Ian dan ini Toni juga Paimin, kami ada perlu, karena dia sahabat kami dan dia sedang sakit juga, jadi kalau bisa orang tuanya datang untuk menjenguk dia," ucap mang Dadang yang panjang lebar mengatakan maksud kedatangan dia dan yang lainya ke sini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.