Dendam Winarsih

Dia Jadi Arwah Penasaran



Dia Jadi Arwah Penasaran

0Ian yang terkejut karena Narsih berdiri di depannya hanya bisa mengumpat dan mengelus dadanya, dia lemas karena Narsih muncul begitu saja dan tentu saja membuat jantungnya berdetak cukup kencang.     

"Tidak bisakah mbak Narsih itu muncul di depan kami secara tiba-tiba, jika kami pingsan bagaimana? Yang ada kami meninggal, tahu tidak! Mau apa mbak ke sini?" tanya Ian kepada Narsih yang di tolak kan samping dekat Dino.     

Dino yang melihat Narsih di tolak ke arahnya oleh Ian hanya mendengus kesal, Dino ikut menolak Narsih ke arah Paijo. Paijo yang melihat Narsih di tolak ke arahnya memandang kedua sahabatnya ini. Ian dan Dino hanya diam saja, melihat reaksi keduanya yang datar hanya bisa mencibir kesal     

Narsih yang di tolak di depan Paijo mundur, dia tidak mau di tolak lagi. Mang Dadang yang melihat kelakuan ke tiganya hanya bisa geleng kepala, mang Dadang tahu kalau Narsih pasti mencari informasi mengenai Joko. Mang Dadang yang mau mengatakan apa yang terjadi harus mengurungkan niatnya, karena dokter sudah keluar dari IGD.     

"Permisi, keluarga pasien siapa ya?" tanya dokter kepada Dino kepada yang lainnya.     

Ian dan yang lainnya menunjuk ke arah mang Dadang, mang Dadang yang di tunjuk oleh ke empatnya hanya berdehem dan memasang wajahnya darat. Mang Dadang tersenyum di depan pak dokter, mang Dadang bangun dan menghampiri pak dokter.     

"Saya pak dokter, ada apa dengan Paimin pak dokter?" tanya mang Dadang kepada pak dokter.     

Dokter tersenyum ke arah mang Dadang. "pasien baik, dia tidak ada masalah sama sekali, dia mungkin sedikit stres dan panik, jadi dia seperti itu, dan untuk muntah darah itu kami tidak menemukan penyakit yang berbahaya. Kami juga bingung pasien ini tidak sakit apapun tapi muntah darah. Tapi, bapak tidak perlu khawatir ya," ucap pak dokter kepada mang Dadang.     

"Syukur lah, kalau begitu, apa bisa di bawa pulang tidak Paiminnya?" tanya mang Dadang kepada pak dokter.     

"Biarkan dulu dia di sini, besok baru bisa pulang, sekarang dia tertidur, saya kasih obat tidur dosis rendah untuk pasien, karena biarkan dia tenang dulu, dan untuk administrasi bisa ke kasir saja," ucap pak dokter kepada Mang Dadang.     

Mang Dadang menganggukkan kepala ke arah pak dokter. Pak dokter pergi dari hadapan mang Dadang dan yang lainnya setelah menjelaskan apa yang terjadi dengan Paimin. Suster berdiri di depan mang Dadang dan yang lainnya.     

"Siapa yang mau ikut saya untuk menyelesaikan administrasi pasien yang atas nama siapa kalau boleh tahu?" tanya suster kepada mang Dadang.     

"Saya saja, mari suster." Dino menawarkan diri untuk ikut membayar administrasi Paimin.     

Toni melihat kepergian Dino ke kasir, dia terharu karena Dino mau membantu, padahal Paimin adalah anak buah dukun yang suka menganggu mereka. Ian menepuk pundak Toni, dia tahu Toni terharu karena Dino membayar biaya rumah sakit Paimin.     

"Dia sangat baik, aku saja numpang di rumahnya tidak bayar, sebenarnya bayar juga, karena aku tidak enak juga, tapi begitu lah Dinosaurus itu." Paijo mengatakan apa yang sebenarnya dia rasakan saat berteman dengan dengan Dino.     

"Aku sama dengan kamu mas, aku juga mendapatkan kebaikkan dari mas Dino." Toni terharu karena dia yang bukan saudara dan datang ke hadapan mereka sebagai penjahat dulunya. Mang Dadang pun merasakan kebaikkan dari Dino, Paijo ikut tersenyum karena Dino sahabatnya sedari lama memang tidak pernah berhitung kalau soal kebaikkan, tapi percintaan dia yang sedikit kurang beruntung.     

Tidak berapa lama, Dino datang dan menghampiri mereka semua. Suster yang ikut bersama Dino masuk ke dalam ruangan IGD untuk membawa keruangan inap. Dino mengambil ruangan tersendiri, agar dia dan yang lainnya bisa istirahat. Suster yang lainnya memberikan tikar untuk dipakai Dino dan lainnya.     

"Mas, ini ambil tikarnya, pakai saja dulu, tidak apa kok, besok bisa dikembalikan lagi ke saya," ucap suster itu kepada Dino,     

"Duh, makasih banyak suster, kami butuh untuk tidur, makasih banyak. Saya mewakili Dino, mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Ini saya ambil ya," ucap Ian yang langsung mengambil tikar dan membawanya ke ruangan Paimin.     

Dino dan mang Dadang yang melihat kelakuan Ian hanya bisa tersenyum kecut, siapa yang di kasih siapa yang ambil. Suster yang melihat kelakuan Ian hanya tersenyum geli. Suster pamitan dari hadapan Dino dan yang lainnya. Mang Dadang menepuk pundak Dino untuk menyusul Ian, Narsih yang melihat kepergian Dino menghilang dan saat di kamar Paimin dia muncul lagi.     

"Kita solat dulu, setelah itu kita beli makanan, kita makan di sini saja. Atau kita beli dulu, baru kita solat?" tanya mang Dadang kepada Dino.     

"Kami saja yang pergi, kalian solat dulu, gantian kita perginya, kalian beli apa? Apa kalian ikut saja pesanan aku?" tanya Ian bertanya kepada yang lain. Ian pergi bersama dengan Paijo untuk membeli makanan dan minuman juga.     

"Ikut saja, aku tidak protes sama sekali," ucap Dino kepada Ian. Ian yang mendengar apa yang dikatakan Dino menganggukkan kepala ke arah Dino. Ian pergi dari hadapan Dino, dia bergegas pergi mencari makanan.     

Narsih mendekati mang Dadang dan Dino. Mang Dadang tahu kenapa dia ke sini. Mang Dadang melihat ke arah Dino, Dino yang di pandang tersenyum dan kecil ke arah mang Dadang.     

"Dia sudah jadi arwah penasaran, kami juga tidak tahu kenapa dia bisa jadi arwah penasaran, kami menduga dukun yang menculiknya waktu itu yang membuat dia jadi seperti itu. Dan sepertinya ada arwah lain, dan kami menduga itu ibu kandung Nona, mungkin saja, tapi kami tidak lihat, hanya bayangan saja di balik kain gorden pintu, itu pun Dino yang lihat." Mang Dadang mengatakan apa yang dia ingin Narsih ketahui.     

"Mbak, sekarang kami hanya serahkan saja ke mbak, apa mau bertemu dengan sosok suami mbak itu atau apa terserah mbak saja, karena kami tidak bisa memaksa, karena kami masih memikirkan Nona, terlepas masa lalu ibu dan ayahnya membuat mbak kecewa, tapi aku harap mbak tidak membenci Nona, dia tidak salah apapun, jika dia bisa memilih orang tua, dia akan memilih," ucap Dino kepada Narsih dengan tatapan sendu.     

"Dino benar, karena kita tidak mungkin menyalahkan Nona yang tidak tahu apapun, itu masa lalu ibunya, dan untuk yang masalah kamu dan Bram itu hanya kamu dan dia saja yang tahu, kami tidak ikut campur," ucap mang Dadang kepada Narsih.     

Narsih yang mendengar apa yang dikatakan Dino dan Mang Dadang hanya diam, dia tidak bisa berkata apapun. Dia tidak menyangka kalau apa yang Bram katakan benar kalau ibu Nona dan suaminya punya hubungan hingga mempunyai anak dan sekarang dia harus memikirkan dendamnya dengan Bram seperti apa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.