Dendam Winarsih

Serahkan Dia



Serahkan Dia

0"Mas Ian apa dia akan di ambil dukun itu?" tanya Toni kepada Ian yang memeluk Dino.     

"Siapa yang akan di ambil?" tanya Ian kepada Toni.     

"Saya tidak tahu siapa yang di ambil mas, bisa jadi mas Ian kali di ambil sama arwah si Joko itu, siapa tahu kan mas," ucap Toni lagi yang melihat ke arah Ian.     

Ian yang mendengar apa kata Toni hanya berdecih, dia tidak ingin membuat kegaduhan, jika di rumah mungkin Toni sudah habis dia hajar. Toni yang melihat wajah Ian yang cemberut langsung tersenyum kecil, dia tahu kalau Ian saat ini kesal dengan dirinya.     

Tap ... Tap ...     

Ian yang mendengar langkah kaki mulai merinding dia merasa langkah kaki mulai mendekati mereka semuanya. Prangggg! Suara seperti pecahan gelas terdengar jelas tapi tidak ada sama sekali pecahan itu.     

"Aku rasa kita sudah kedatangan tamu, dan tamu itu sudah masuk ke sini tapi kita tidak melihatnya." Paijo mulai mencari sosok yang membuat keributan di kamar inap.     

Ian ikut mencari ke segala arah, tapi dia tidak melihatnya, tiba-tiba terlihat sosok yang mereka cari, sosok yang sangat menyeramkan dan mengerikan.     

"Dia muncul, dan dia mengerikan sekali, apa kita tidak panggil Narsih saja, aku takut kita tidak bisa melawan dia," cicit Ian kepada Dino.     

Sosok yang menyeramkan itu mulai membuka suara, sosok itu ingin mengatakan sesuatu ke Dino dan yang lainnya.     

"Kalian jangan ganggu aku untuk mengambil dia, dia milik tuanku, jadi jangan kalian ikut campur," ucap sosok yang menyeramkan kepada Dino dan yang lainnya.     

"Jangan pernah bawa orang tanpa keinginan dia, pergi, katakan pada tuanmu itu, dia bertobat seperti anak buahnya, jangan nanti dia meninggal dengan cara yang sadis," ucap mang Dadang yang tidak takut dengan sosok itu.     

"Kalian tidak perlu ikut campur dan tidak perlu banyak bicara, serahkan dia padaku sekarang jika tidak ingin aku membunuh kalian semua.' sosok itu mulai emosi dan mendekati Dino dan mang Dadang. Paijo, Ian dan Toni mundur ke belakang, mereka tidak mau menghadapi sosok yang menyeramkan yang ada di hadapan mereka.     

"Jangan kalian dekati mereka, aku tidak akan membiarkan kamu mendekati mereka," ucap sosok yang mereka kenali.     

Narsih muncul kembali di depan mereka dia menatap tajam ke arah sosok yang ingin mendekati Dino dan sahabatnya yang lainnya. Sosok itu mulai berbalik dan menatap Narsih yang memegang golok dengan kedua tangannya. Narsih tidak sedikitpun menunjukkan kalau dirinya takut.     

Sosok yang dikirim dukun Paimin mulai berteriak dan mencengkram Narsih, dia juga tidak peduli Narsih membawa golok Narsih yang di cengkram lehernya langsung menebas tangan sosok itu hingga putus dan jatuh ke bawah.     

"Aku sudah katakan pada kamu, jangan buat masalah, aku meminta kamu pergi bukan, tapi kamu tidak mendengar kan apa yang aku katakan, jadi jangan salahkan aku jika aku melakukan hal ini pada kamu, dan bersiaplah untuk aku buat kamu hilang, dan untuk kamu dukun sialan, aku tidak akan membiarkan kamu hidup, aku akan akan membunuhmu juga, aku tahu kamu dengar, jadi bersiaplah!" seru Narsih dengan wajah yang benar-benar menyeramkan.     

Dukun yang di meja ritualnya mulai gelisah, dia tahu kalau Narsih tidak akan membiarkan dia hidup, dengan sekuat tenaga dia mulai membaca mantra. Meja ritualnya bergetar dan mulai bergerak tidak beraturan. Narsih yang emosinya tidak tersalurkan mulai melampiaskan rasa sakitnya dan dengan bertubi-tubi dia membacok sosok itu, sosok yang dibantu dukun itu tidak musnah juga, semakin Narsih membacok dia semakin badan sosok itu menyatu kembali.     

"Dia kuat juga, lihat lah itu sosok tidak bisa dihabisi mbak manis kamu Dino, dia sangat kuat, dia ke sini mau ambil Paimin tapi Paimin tidak mau, dia menolak dukun itu, dia bertahan hingga dia harus muntah darah, kejam betul dia, aku tidak menyangka kalau dia kuat tidak mau kembali ke dukun itu." Ian hanya bisa mengangga melihat sosok itu imbang dengan Narsih.     

"Aku rasa, dukun itu juga berperan penting dalam menghadapi sosok itu. Mantra dia kuat sekali, dia juga tidak mau kalah, aku rasa kalau kali ini dukun itu kalah lagi, dia akan benaran meninggal di tangan Narsih. Kalian lihat, Narsih membantai dia dengan sadis, beda dengan Narsih waktu membantai anak buah Bram dan sahabatnya itu. Aku rasa dia meluapkan emosinya ke sosok itu," ucap Paijo yang melihat Narsih benar-benar emosi dan tidak pernah mau mengalah.     

Narsih membawa sosok itu pergi dari ruangan inap Paimin, dia tidak mau menganggu Paimin yang sakit jadi dia bawa sosok itu pergi. Dengan cepat Narsih membawa sosok itu dari hadapan Dino.     

"Eh, dia pergi, kemana dia perginya ya?" tanya Ian yang melihat Narsih yang pergi bersama dengan sosok itu.     

"Sepertinya dia ingin bawa sosok itu jauh dari kita dan mungkin dia tidak mau ruangan ini kacau dengan perkelahian mereka berdua." Paijo maju kembali dia melihat sekeliling tidak ada lagi.     

"Sudah, aku harap dia bisa membuat sosok itu pergi dari hidup kita dan dukun itu biar Narsih yang urus, kita harus bisa memikirkan Nona, apa kita ke rumah sakit lagi, kita tanya lagi Jupri, jika kira-kira aman kita ke sana," jawab mang Dadang kepada Dino.     

"Bram selalu bersama dia mang, aku tidak tahu kalau dia bisa seperti setakut itu denganku, aku malah tidak akan membuat Nona kesulitan dalam memilih, jika dia milih Bram ya sudah, aku tidak akan memaksa, aku sudah katakan itu ke dia, walaupun misi dia mengambil jimat itu, aku tidak mempermasalahkan itu," ucap Dino dengan suara yang lirih.     

Ian yang tahu temannya sedih dan terluka karena pilihan yang Nona yang lebih ke Bram. Ian dan Paijo menepuk pelan pundak Dino, mereka tahu sahabatnya ini sudah suka dengan Nona sudah lama, untuk ungkapkan baru sekarang dan tidak bersatu karena misi jimat itu.     

"Kita jangan sedih, biarkan waktu yang menentukan, jika Nona jodoh kamu Dino, kamu harus bisa terima dia dengan apa yang adanya, kamu sudah tahu kan kalau dia seperti apa, jangan kekurangan dia jadi beban kamu nantinya." mang Dadang menasehati Dino dengan tulus.     

Brakkkk!     

Lagi-lagi suara yang seperti tadi muncul lagi, suara yang terdengar sayup terdengar suara langkah kaki lagi. Dino dan yang lainnya mulai merinding dan angin tiba-tiba berhembus sayup-sayup, Ian mendekati Dino lagi, dia menempel di lengan Dino, Ian mencari ke segala arah dan menelan salivanya.     

"Kali ini apa lagi, kenapa bisa ada yang datang lagi, apa ini sosok yang tadi? Apa Narsih kalah ya?" tanya Ian yang berbisik di telinga Dino.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.