Dendam Winarsih

Menikah?



Menikah?

0Dino melihat Ian dengan orang lain, dan tentu dia heran dan sedikit bingung. Ian masuk ke dalam kamar inap Paimin dan dengan wajah yang membuat semua orang tidak bisa berkata apa-apa.     

"Kamu dari di mana? Kenapa dia di sini?" tanya mang Dadang kepada Ian.     

Ian meletakkan tas Mirna di lantai dan mendekati temannya. Ian tersenyum ke arah para sahabatnya, dia menarik Mirna dan memperkenalkan Mirna kepada sahabatnya.     

"Mirna, dia istriku, dan kami baru menikah, jadi hari ini kami menikah dan sampai di kota kami akan menikah ulang di catatan sipil, bisa kalian menerima dia sebagai istriku tidak?" tanya Ian dengan suara yang lembut dan matanya berkedip.     

"Menikah?" tanya sahabatnya serentak.     

Ian menganggukkan kepalanya dengan tenang, Mirna menundukkan kepalanya kebawah dia tidak mau melihat sahabat Ian karena dia malu dengan kejadian semalam.     

"Kalian berdua, aduh aku harus bilang apa sekarang ke kalian, Ian kamu jangan bercanda, nggak benar ini Ian, kamu main nikah saja dengan anak orang, kamu tahu bukan kalau kita itu mau apa ke sini dan kita banyak urusan juga, kenapa main nikah saja hmm?" tanya Dino yang heran dengan kelakuan Ian yang membuat mereka tidak bisa berkata apapun.     

"Bukan seperti ini Ian, kamu harus tahu keluarga dia dan dia juga kerja kan?" tanya Paijo kepada Ian.     

Ian menghela nafas mendengar apa yang dikatakan oleh Paijo, Ian duduk di kursi sebelah bankar dan langsung menceritakan apa yang terjadi, Dino dan yang lainnya hanya diam dan mendengar kan apa yang terjadi.     

"Jadi, apa boleh aku bawa dia? Ini suratnya dan tentu ini sah dan aku akan mengurusnya nanti, kalian juga ikut di pernikahan ulang kami, sebagai saksi pernikahan kami bagaimana?" tanya Ian kepada yang lainnya.     

Mang Dadang bangun dan membawa kain yang di dalamnya ada kepala sosok gaib semalam, dan menepuk pelan pundak Ian.     

"Jika memang kamu sudah mengatakan itu, mamang senang, ingat kalian masih belum mengenal, kenalan dulu perlahan dan cepat urus semuanya, karena dia juga butuh kepastian." mang Dadang tidak bisa berkata apapun, dia menyetujui apa yang Ian lakukan, baginya dia ingin Ian bahagia.     

"Dino dan yang lainnya kalian mau di sini berapa lama? Kita mau pulang ini, kita harus lihat keadaan Narsih dan yang lainnya ingat kalian jangan lupakan Nona juga!" seru mang Dadang yang keluar dari kamar inap.     

Dino dan yang lainnya ikut keluar dan menepuk pelan pundak Ian dengan pelan dan tentu saja dia tahu kalau Ian mengambil keputusan ini bukan karena keinginan nafsu belaka. Ian lega karena sahabatnya merestui dia, Ian membawa tas dan menarik Mirna keluar dari kamar untuk pulang ke rumah.     

Sampai di mobil, Ian duduk di belakang, dia ingin tidur sejenak, dia terlalu lelah tidak tidur semalaman. Paijo yang sudah melihat sahabatnya lengkap langsung pergi dari rumah sakit menuju rumahnya, jarak antara kota dengan tempat mereka sekarang lumayan jauh.     

"Kenapa Narsih tidak muncul tadi malam?" tanya Paijo kepada mang Dadang.     

"Iya benar itu, kenapa nggak muncul ya, aku jadi bingung juga, apa dia kalah dengan yang kedua?" tanya Toni lagi.     

Paimin yang sedikit bingung menatap Paijo dan Toni bergantian. "ada apa rupanya tadi malam?" tanya Paimin yang bingung dengan yang mereka ucapkan.     

"Itu si dukun kamu itu lah, dia mau bawa kamu kembali tapi, Narsih menghalangi. Yang pertama sih bisa di selesaikan oleh Narsih, tapi yang kedua kenapa tidak muncul juga, kami bingung kenapa Narsih tidak muncul juga," ucap Dino kepada Paimin.     

Paimin yang mendengar apa yang dikatakan oleh Dino tertunduk, dia tidak bisa mengatakan apapun, dia bingung karena gurunya ingin membawanya dengan mengirim anak buah gaibnya.     

"Sudah Min, jangan risau, kita akan buat semuanya baik-baik saja, dan dia tidak akan menganggu kamu, jika kamu mau kembali ya kami tidak akan memaksa kamu, karena menurut saya semuanya ada di tangan kamu," ucap mang Dadang kepada Paimin.     

"Iya benar, semua itu kami pulangkan ke kamu lagi, jika kamu mau ya, kami bisa apa ya, kami juga tidak paksa kamu, dan kalau kamu tidak mau juga tidak apa, kami menghargai kamu saja Min," ucap Dino lagi.     

Paimin hanya tersenyum, dia sudah nyaman dengan apa yang ada sekarang ini, dia senang karena bisa bersama orang yang bisa menuntun dia agama. Paimin sudah bertekad tidak akan ikut dengan dukunnya itu.     

Mobil melaju memasukki ibu kota, Paijo terus melajukan mobil dan masuk ke dalam komplek perumahan dia. Sampai di rumah semuanya turun.     

"Ian, kamu jumpai pak RT sana, kalian tidak? Mungkin kan tinggal di sini tanpa memberitahukan ke pak RT, bisa bahaya kamu tar sama warga," ucap mang Dadang kepada Ian.     

Ian yang sudah turun dari mobil bersama Marni menganggukkan kepala, Toni membawa tas istrinya Ian ke dalam, mereka sampai malam, sebelum sampai di rumah mereka menyempatkan untuk beli makanan.     

"Rumah kita kenapa sepi ya?" tanya Toni kepada Paijo.     

Paijo menghela nafas mendengar apa yang Toni katakan, apa maksud dia rumahnya sepi. Toni melirik ke arah Paijo yang kesal dengan pertanyaan dia.     

"Aku rasa, ini anak yang perlu di jemput dengan dukun ini," cicit Paijo yang membuat Toni dengan cepat menggelengkan kepalanya.     

"Kenapa saya, saya nggak kenal, dan saya tidak mau," jawab Toni kepada Paijo.     

Mang Dadang yang membawa kepala sosok itu mulai merasakan kalau kepala itu bergerak, sampai di dalam rumah mereka terkejut ada sosok putih yang berdiri dengan di tangannya ada sesuatu. Rumah mereka yang gelap menambah suasana semakin menakutkan.     

"Hi-hidupkan cepat lampunya, aku rasa dia akan penunggu rumah ini sebelum kita kembali," ucap Toni yang sembunyi di belakang Paijo.     

Dino perlahan jalan dan menyalakan listrik. Begitu listrik nyala, terlihat sosok Narsih yang berdiri dengan kepala yang mereka lihat di rumah sakit semalam.     

"Bukannya dia sosok yang kedua datang itu kan?" tanya Toni kepada Paijo.     

"Apa itu sosoknya?" tanya Paimin kepada Toni dan Paijo.     

Keduanya menganggukkan kepala ke arah Paimin, Paimin yang melihat anggukkan kepala keduanya ikut sembunyi ketakutan. Mang Dadang meletakkan sosok yang sedari tadi tidak mau tenang.     

"Bawa ini sana, aku merasakan kalau dia menyusahkan saja, bisa-bisanya kamu meninggalkan dia sendiri di sana," ucap mang Dadang yang meletakkan di depan Narsih.     

"Nona sudah sadar, dia sudah tidak tidur lagi, sekarang dia hanya diam saja, tidak bicara sama sekali," ucap Narsih kepada Dino dan yang lainnya.     

"Loh, kamu benaran mbak?" tanya Dino yang senang mendengar apa yang dikatakan oleh Narsih.     

Narsih menganggukkan kepala, dia tidak tahu kenapa Nona seperti itu, tapi dia mencium aroma yang aneh di sekitar Nona.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.