Dendam Winarsih

Itu Bukan Narsih



Itu Bukan Narsih

0 Mang Jupri memandang ke arah istrinya, dia tidak tahu pasti apakah itu Narsih atau tidak. Istri mang Jupri menatap suaminya untuk mengatakan apakah benar atau tidak itu Narsih atau tidak.     

"Kita tanya ke Dadang saja, siapa tahu dia tahu, karena kita tidak ada kabar sama sekali dari mereka, nanti kita telpon dia saja, sekarang kita harus tenang dan jangan buat dia mengetahui apapun itu, dan dengar itu bu!" seru mang Jupri kepada istrinya.     

Bibi Sumi menganggukkan kepala dan diam sambil melihat Nona yang tidur. Keduanya menunggu Bram datang dan gantian jaga Nona.     

Bram yang duduk di tempat lain hanya bisa merutuki kebodohan dia yang mengatakan kalau Nona kerasukkan Narsih. Dia bingung untuk bertemu dengan kedua paman dan bibi Nona.     

"Mulutku memang tidak bisa di atur dan tidak bisa menjaga kerahasiaan, kalau mereka bertanya lagi, habis lah aku, aku tidak mungkin mengatakan yang sesungguhnya, sial sekali mulut ini lah," gumam Bram dalam hati.     

Bram menyesal karena salah berbicara dengan keduanya, Bram masih duduk sambil menghembuskan nafas panjang. Bram bangun dari tempat duduknya dan berjalan ke ruangan inap Nona, Narsih yang mengikuti Bram menatap Bram dengan tajam, dia ingin segera membalas dendam kepada Bram, Narsih mendekati Bram dan mencoba memegang pundak Bram, tapi yang dia dapat sengatan dari pundak Bram.     

"Bram, sampai kapan aku bisa mengambil jimatmu itu, aku tidak tahu kapan kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan, terlepas Joko sudah berkhianat atau tidak," gumam Narsih dengan pelan.     

Bram yang mendengar suara yang membuat menoleh ke kiri dan ke kanan. Bram merasa ada suara aneh yang berbicara. Bram menghentikan langkah kakinya dan mencari suara wanita yang sayup-sayup dia dengar.     

"Siapa yang berbicara itu ya, aku mendengar suara tadi, apa itu Narsih, tapi biasanya dia muncul di depanku, tapi sekarang dia kenapa tidak muncul ya," gumam Bram kepada dirinya sendirinya.     

Bram yang tidak menemukan siapapun langsung balik jalan untuk ke ruang inap Nona. Sampai di ruang inap, Bram masuk dan bertemu mang Jupri dan istrinya yang tertidur.     

"Paman kembali ke rumah saja, biar Nona saya yang jaga, kasihan bibi tidur seperti itu, besok pagi datang lagi ke sini," ucap Bram kepada mang Jupri.     

Mang Jupri melihat istrinya tidur dengan bersandaran di kursi. Mang Jupri pun menganggukkan kepala dan membenarkan apa yang dikatakan oleh Bram.     

"Baiklah, kalau begitu, kami akan pulang saja, kamu tidak apa kan sendirian di sini?" tanya mang Jupri.     

"Tidak apa, saya bisa sendirian di sini," jawab Bram dengan mang Jupri.     

Mang Jupri menganggukkan kepala pelan, mang Jupri membangunkan istrinya untuk bangun dari tidurnya. Bibi Sumi yang dibangunin oleh suaminya membuka matanya.     

"Kenapa pak?" tanya istri Mang Jupri kepada suaminya.     

"Kita pulang saja, Bram akan menjaga Nona dan kita pulang dulu besok ke sini lagi, Nona juga tidur," jawab mang Jupri     

Bibi Sumi menganggukkan kepalanya dan bangun dari kursi. Keduanya mendekati Nona dan mengusap lembut rambut Nona. Bibi Sumi mengecup kening Nona dan tersenyum lembut ke arah Nona yang tertidur.     

"Ayo bu, kita pulang sudah malam juga, nanti kita kemalaman sampai di rumah," ucap mang Jupri yang sudah membawa pakaian yang mereka bawa dari rumah Dino,     

"Paman, kalian akan di antar oleh supir, dan kembali ke rumah saja, jangan pergi lagi, sekali lagi maafkan saya ya, karena saya kita seperti ini, dan Nona juga semakin berubah," ucap Bram dengan wajah yang memelas.     

Mang Jupri yang mendengar apa yang di katakan oleh Bram menganggukkan kepala. Keduanya pergi dari ruangan inap Nona. Mang Jupri merasakan ada hawa yang beda di dekatnya.     

"Bu, ayo cepat, kita sepertinya di ikuti bu!" bisik mang Jupri kepada istrinya.     

"Siapa pak? Apa itu hantu ya?" tanya bibi Sumi kepada suaminya.     

"Entahlah, aku tidak tahu sama sekali, aku harap bukan penunggu rumah sakit ini, jika benar maka habislah kita, bisa-bisa kamu pingsan," ucap mang Jupri yang berbisik kecil.     

Mang Jupri langsung bergerak cepat karena semakin lama hawa yang membuat dia merinding terus mendekatinya.     

"Mang, ini aku, kenapa pergi?" tanya Narsih dari samping mang Jupri.     

Mang Jupri yang mendengar suara panggilan langsung memekik kecil sambil mengelus dada, bibi Sumi yang ikut terkejut langsung lemas dan mengusap dada perlahan. Narsih yang melihat kedua orang tua itu lemas hanya menatap datar.     

"Kalau mau manggil itu jangan seperti itu, yang ada kami bisa kena serangan jantung aku, kenapa kamu ke sini? Apa yang kamu bawa itu? Kenapa di bungkus seperti itu?" tanya mang Jupri sambil bangun.     

Mang Jupri mengangkat bibi Sumi bangun dari bawa. Keduanya melihat sekitar lorong yang masih ada orang lewat ke sana ke mari. Mang Jupri sedikit beruntung karena tidak ada yang melihat dia bicara sendirian dan beruntung sekali ada bibi Sumi.     

"Kita bicara tempat lain saja, kita ke rumah saja, kamu ikut juga." mang Jupri meminta Narsih untuk bisa ikut dengan dia ke rumah Bram.     

Mang Jupri berjalan ke arah lobby dan sampai di parkiran dia melihat supir Bram, mang Jupri sering berbicara dengan supir Bram itu, keduanya senang bisa bertemu kembali. Mobil keluar dari rumah sakit dan langsung menuju rumah Bram. Jarak rumah Bram dan rumah sakit tidak terlalu jauh. Tidak berapa lama mobil masuk ke dalam rumah, mang Jupri dan bibi Sumi di sambut kepala pelayan.     

"Selamat datang kembali, senang bertemu dengan kalian berdua. Kalian sudah makan? Jika belum, saya akan buatkan makanan dulu," ujar ketua pelayan kepada mang Jupri dan istrinya.     

"Sudah, tadi kami makan bersama di rumh sakit, kami mau pergi ke dalam dulu, mau istirahat dulu, terima kasih banyak ya," ucap mang Jupri kepada ketua pelayan.     

Ketua pelayan menganggukkan kepala ke arah mang Jupri. Mang Jupri ingin segera pergi dan masuk ke dalam kamar, dia ingin segera bicara dengan Narsih. Sampai di kamar, Narsih sudah berada di dalam dengan tangan yang ada kepala yang mengerikan.     

"Cepat kamu di sini, sekarang kita tidak perlu lama-lama ya, kita harus segera selesaikan, apa yang terjadi, aku harap mereka sudah tahu apa yang terjadi," ucap mang Jupri.     

Keduanya duduk dan mendengar kan apa yang Narsih katakan. Narsih menceritakan apa yang terjadi, mang Jupri mengangga mendengar apa yang dikatakan Narsih.     

"Jadi, mereka ke desa itu? Itu desa tidak ada penghuninya, dan itu tidak mungkin bisa di datangi, tapi kenapa mereka bisa, takutnya jiwa mereka ke sana, tapi mereka aman kan? Jiwa mereka tidak apa-apa kan?' tanya Narsih yang di balas anggukkan oleh Narsih.     

"Jadi, yang masuk ke dalam tubuh Nona itu bukan Narsih tapi arwah lain yang kamu tebak itu ibunya? Jadi, bagaimana dengan dendam kamu ke Bram dan yang lainnya?" tanya mang Jupri.     

Narsih diam, dia tidak menjawabnya, mang Jupri dan bibi Sumi menatap ke arah Narsih yang pergi begitu saja saat menanyakan dendamnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.