Dendam Winarsih

Tolong Kami Pak Ustad



Tolong Kami Pak Ustad

0Dino dan sahabatnya sekarang berada di kantor mereka masih betah di kantor, tidak ada yang mau pulang, Ian memandang ke arah Dino yang tidak juga mau beranjak pulang.     

"Din, kamu tidak pulang?" tanya Ian kepada Dino.     

"Sudah jam berapa ini?" tanya Dino kepada Ian.     

"Sudah jam enam sore, kerjaan aku juga sudah selesai. Toni, kamu sudah selesai?" tanya Ian.     

"Sudah mas, sudah aku kirim juga ke mereka semua dan aku juga sudah buat untuk besok, jadi besok bisa kerjakan yang lain," jawab Toni kepada Ian.     

Ian menganggukkan kepala, Paijo juga sudah merapikan kertas di depannya. Dino yang melihat sahabatnya merapikan pekerjaan ikut merapikan pekerjaannya.     

"Kamu kenapa Dino? Apa mau kita antar ke rumah sakit? Anggap saja kita pergi ke sana dengan tujuan menjenguk orang saja, sekalian kita lihat dia, nanti kita minta mang Jupri mengaturnya." Ian kasihan kepada Dino karena dia murung.     

"Teman-teman, apa kalian sudah menemukan ustad? Kalau belum, bagaimana kalau kita bawa ustad yang di dekat rumah kita saja, kita ceritakan saja apa yang terjadi," ucap Paijo yang mengingat pesan mang Jupri.     

"Nah, bener itu mas Dino, semakin cepat kita pergi ke rumah pak ustad, semakin cepat kita bisa mengembalikan mbak Nona seperti semula," ucap Toni lagi.     

"Iya benar, kita harus bisa buat Nona cepat sadar dari mimpi buruk ini, kalau pun pada kenyataannya dia koma itu menurut tidak masalah, dia bisa kembali ke semula, dia juga bisa sadar nantinya dengan mendengar suara kamu Dino, dengan dengar suara kamu dia bisa sadar dan tidak koma lagi, jadi kita ambil pahitnya baru setelah itu manisnya dulu, jadi Bram tidak bisa mendekati dia jika Nona sudah kembali lagi, karena apa, karena dia sudah membuat Nona celaka," ucap Ian lagi.     

"Aku setuju dengan Ian, Dino kita harus bermain cantik, kita lihat dulu dan setelah itu kita ke rumah pak ustad sebelah rumah kita, yang obatin Nona waktu itu, dan setelah itu kita harus buat dia menyerah dan kita serahkan ke Narsih jika dia menyerah," jawab Paijo dengan wajah penuh keyakinan kepada Dino.     

Dino menganggukkan kepala dan dia tersenyum karena semua rekannya memikirkan ide yang menurutnya baik, Dino bangun dan bersiap untuk pulang, sahabat Dino senang karena Dino mau di ajak pulang.     

"Mas, bagaimana caranya kita ke sana dan tidak ketahuan oleh Bram itu?" tanya Toni yang sedikit kurang yakin untuk bisa pergi ke sana.     

"Tunggu saja, kita akan melihat situasi, dan kita akan menyamar kalau perlu, tapi kita lihat situasi dulu, jangan main muncul saja, kita tahu kan bagaimana pekanya si Bram itu, dia bisa tahu jika kita samperin, kalau bisa Dino yang masuk, kita mengawasi Bram dari luar, aku yakin dia pasti diusir Nona," ucap Ian lagi.     

Toni menganggukkan kepala dan mengikuti langkah kaki yang lainnya, sampai di pintu lift mereka masuk bersama yang lainnya, tidak berapa lama, pintu lift sampai di lantai bawah dan Dino bersama yang lain bergegas ke parkiran.     

"Dino, kita telpon Mang Jupri saja, jika tidak, dia tidak bakalan tahu itu," ujar Paijo yang mulai menstater mobil sekalian dia memberitahu kan Dino untuk menelpon mang Jupri.     

"Iya, bentar aku telpon." Dino mengambil telponnya dan mulai melakukan panggilan ke mang Jupri.     

Tut ... tut ....     

"Halo, Dino ada apa nak?" tanya mang Jupri dengan lembut.     

"Ada dia di sana mang?" tanya Dino yang harus hati-hati dalam berbicara.     

"Iya, dia ada di sini, dan kamu kenapa nak?" tanya mang Jupri yang melihat ke arah Bram yang mandang mang Jupri.     

"Kami mau ke sana bisa mang bawa dia menjauh dari kami tidak?" tanya Dino lagi.     

Mang Jupri berpikir sejenak, tidak mungkin bisa lihat langsung yang ada ketahuan, mana ada pengawal dan Bram juga baru pulang kerja pikir mang Jupri yang bingung bagaimana caranya bawa Dino masuk.     

"Bisa, nanti kabari saja jika sampai di terminal, mbak yu kamu itu sedang sakit, bapak bantuin jaga nak," jawab mang Jupri yang tersenyum ke arah Bram.     

"Baik kami akan ke sana, ini kami mau bergerak ya," ucap Dino yang mengakhiri panggilan teleponnya.     

Dino sedikit aneh dengan mang Jupri, tapi dia tidak menyangka kalau dia bisa ke rumah sakit untuk bertemu dengan Nona.     

"Dari rumah sakit, kita ke rumah pak ustad, kita akan minta tolong ke pak ustad semoga pak ustad mau," jawab Dino lagi.     

Paijo menganggukkan kepala, Paijo melajukan mobil ke rumah sakit tempat Nona di rawat, tidak butuh waktu lama, mobil sudah sampai di rumah sakit, Dino mengirim pesan dan menanyakan di mana Bram, beruntung Bram pergi karena di telpon oleh sahabatnya.     

"Kabar baik, Bram pergi dengan sahabatnya, kita bisa ke sana, ayo cepat, kita harus segera lihat kondisi Nona dan dengan begitu kita bisa kasih tahu pak ustad. Kamu bawa kamera kan? Kamera kantor? Aku lupa pula mau bilang dan dengan kamera itu kita bisa tunjukkan kondisi Nona ke pak ustad." Dino senang karena Bram pergi dengan sahabatnya dan dia lupa minta Ian bawa kamera kantor untuk merekam Nona agar pak ustad melihat kondisi Nona seperti apa.     

"Tenang Dino, aku ada kamera kantor, kebetulan kantor baru beli kamera yang kecil, jadi bisa kita rekam Nona," ucap Ian yang menunjukkan kamera yang dibawa oleh Ian.     

"Kenapa bisa sama kamu?" tanya Paijo kepada Ian.     

"Oh, ini karena, aku besok dari rumah sudah di jemput langsung, untuk meliput, dari pada ke kantor aku katakan ke bos bawa dan dia setuju, ada juga kamera lain di bawa tapi ini juga di bawa dan di liput, tar kita dari rumah sakit langsung ke rumah pak ustad," jawab Ian yang menunjukkan kamera baru yang dibeli kantor.     

"Ok, tidak masalah setelah itu bisa langsung kita hapus, jadi tidak ketahuan, kamu juga jangan ketahuan ya, kalau kita merekam, biasanya rumah sakit lebih privasi kalau hal itu, kalau ketahuan bahaya kita," ucap Paijo.     

"Ya sudah, jangan terlalu lama, kita pergi saja sekarang, kita jangan terlalu lama, bisa pulang Bram dari temu dengan sahabatnya itu," jawab Paijo yang sudah memakai topi yang ada di mobil.     

Ian dan Dino juga memakai penyamaran, tidak dengan Toni, karena Toni Bram belum tahu sama sekali. Keempatnya langsung pergi ke dalam rumah sakit sambil melihat sekitar apakah ada yang mengawasi, tidak berapa lama mang Jupri menghampiri mereka.     

"Ikut aku, anak buah Bram aku minta untuk makan, kalian hanya perlu setengah jam jangan lebih, tadi kalau aku tidak salah dengar dia pergi dengan Deka, yang istrinya jadi tumbal itu," ujar mang Jupri kepada Dino dan yang lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.