Dendam Winarsih

Bram Membunuh Deki



Bram Membunuh Deki

0Deka diam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Narsih, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Narsih, dia yakin Bram tidak mungkin membunuh Demi karena Deki sahabat mereka.     

"Aku yakin Narsih pasti bohong, Deki tidak akan dibunuh oleh Bram, Narsih pasti bohong dan pasti sengaja melakukan itu agar dia tidak dituduh melakukan pembunuhan itu. Deki pasti sekarang di rumahnya, aku harus pastikan Deki ada di rumah, aku telpon Deki dulu," ucap Deka pada dirinya sendiri.     

Deka mengambil telpon dan langsung menghubungi nomor telpon Deki tapi tidak di jawab sama sekali, Deka mulai khawatir karena tidak di jawab dan dia juga bingung benar atau tidak Diman yang bunuh istri Deki.     

"Dia tidak jawab sama sekali, aku yakin dia tidak dibunuh, Deki ada di sana, aku yakin, dia ada di sana, aku yakin itu," gumam Deka dalam hati.     

Drt ... drt ...     

Suara ponsel Deka berdering, Deka menyerngitkan keningnya, dia tidak tahu siapa yang menelpon dirinya.     

"Siapa yang menelpon aku ya, kenapa aku merasa tidak enak ya," ucap Deka yang segera menjawab telponnya.     

"Halo, malam, saya Deka, ada yang bisa saya bantu?" tanya Deka yang sedikit gugup.     

Dia takut kalau yang telpon polisi atau siapapun, dengan sedikit pucat dan gemetar, Deka mendengar apa yang dikatakan sang penelpon, Deka tidak percaya jika Narsih benar, kalau Deki meninggal dia masuk jurang.     

"Baik, pak, saya akan ke sana terima kasih ya," ucap Deka kepada pak polisi.     

Panggilan telpon berakhir dan sekarang Deka mengigil karena mendapat kenyataan kalau Narsih berkata benar dn sekarang apa benar yang membunuh itu Bram dan apa mungkin Bram yang melakukannya pikir Deka yang tidak tahu harus apa saat ini, pikirannya kacau karena menerima kenyataan dan itu sumbernya dari Narsih.     

"Aku yakin, dia tidak membunuhnya, aku tidak percaya dengan hantu itu, dia pembohong dan aku tidak percaya," ucap Deka yang yakin kalau Narsih pembohong.     

Narsih yang masih berada di kamar Deka mendekati Deka dan membisikkan ke telinga Deka. Dia berusaha membuat Deka percaya dengan yang dia katakan.     

"Dia pembunub, dia pembunuh kamu harus percaya padaku, aku yakin dia itu pembunuh dan kalian akan menjadi target utamanya, aku mengatakan itu karena aku kasihan dengan Manda anak kamu, jika tidak maka, aku tidak akan mau membantumu, dia licik dan tidak akan bisa dijadikan sahabat, dia akan mengambil anakmu, aku yakin dia akan mengambil anakmu, dia akan membunuh anakmu jika kamu tidak ada, maka lakukan apa yang aku perintah kan Deka, menyerah demi Manda," bisik Narsih pada Deka yang matanya terus ke sana ke mari mencerna apa yang dikatakan Narsih.     

"Anakku tidak boleh di bunuh, jika aku menyerah, apa aku kan dibunuh juga?" tanya Deka dalam hati.     

"Aku tidak akan membunuhmu, aku mengincar Bram, hanya dia yang aku incar, jika dia aku akan bunuh, walaupun di menyerah sekalipun," ucap Narsih lagi di telinga Deka.     

Deka diam karena mendengar apa yang di bisikkan oleh Narsih, dia bangun dan berjalan ke luar, dia bingung dan ingin menjauh. Deka berhenti di pintu kamar anaknya, dia masuk ke dalam dan melihat anaknya tertidur pulas, putri cantiknya, dia juga tidak tega anaknya kehilangan dia untuk selamanya, lebih baik dia di penjara dari pada dia harus melihat anaknya yatim piatu sepanjang hidupnya.     

Narsih melihat Deka, dia tidak tega dengan Manda, dia ingin membunuh ayahnya, tapi Manda ingin dia selalu melihat ayahnya sampai dia dewasa, dia sedih karena tidak ada ibu, itu lah yang membuat Narsih merubah keyakinan untuk tidak membunuh mereka semua, walaupun dia dendam tapi tetap dia tidak tega sama sekali.     

"Manda akan selalu bersama Papa, Papa tidak akan meninggalkan Manda, maafkan Papa, Papa salah pada Manda, maafkan Manda ya," ucap Deka dengan berurai air mata.     

Narsih pergi dari hadapan Deka, dia tidak mau sedih dan bila Manda melihat dia maka Deka akan memarahi anaknya. Dia ingin pergi dan tidak ingin menjadi Manda yang selalu berharap padanya.     

Deka pergi dari kamar Manda, dia berjalan keluar dan menutup pintu dengan pelan, sampai di luar dia melihat pelayan yang selalu menjaga Manda sejak istrinya meninggal. Deka mendekati pelayan sepuh itu.     

"Mbok, saya harap mbok jaga Manda, dia butuh mbok, jangan kasih ke siapapun, dan jangan kasih siapapun masuk ke dalam, saya akan minta pengawal untuk menjaga rumah kita, siapapun jangan ada yang bisa menyentuh Manda ya, saya mohon pada mbok, jaga Manda," ucap Deka dengan wajah memelas dan sendu.     

"Baik, saya akan jaga mbak Manda, pak Deka baik-baik ya, cepat kembali ya, kami akan tunggu pak Deka, saya harap pak Deka bisa kumpul lagi," ucap mbok Marni dengan wajah sedih.     

Pelayan yang lainnya juga sedih karena majikannya jarang mengatakan itu, dia biasanya hanya minta menjaga saja, tidak seperti ini. Deka pergi ke luar, dia akan bertemu dengan polisi yang menangani Deki, dia ingin tahu apa yang terjadi dengan sahabatnya itu. Narsih juga ikut bersama Deka dia yakin, kalau Bram juga sudah mengetahui ini dan akan ke sana juga.     

Mobil bergerak dengan cepat ke arah rumah sakit, dia tidak ingin berlama dan melihat langsung apa yang telah Bram lakukan. Dia juga yakin Diman juga ada di sana. Tidak berapa lama, Deka sampai di rumah sakit dan langsung memarkirkan mobil.     

"Aku yakin, mereka pasti sudah sampai di sana, aku yakin mereka pasti di sini, aku akan minta pertanggungjawaban dari Bram, lihat saja jika dia pelakunya aku akan bunuh dia hari ini juga," gumam Deka yang sudah tidak sabar ingin masuk.     

Deka masuk ke dalam rumah sakit dan mendekati meja resepsionis dan sang resepsionis menunjukkan ke arah ruangan jenazah. Deka yang mendengar nama ruangan yang di sebut resepsionis gemetar, dia tidak percaya sama sekali, dia berharap pak polisi tadi salah dan bohong.     

Tap ... tap ...     

Deka berlari ke ruang mayat dan saat tiba di sana ada Bram dan Diman, dia mengepalkan tangannya, kedua orang ini yang membuat keduanya meninggal, satu istri dan satu suami yang tidak lain sahabat mereka sedari dulu.     

Deka mendekati keduanya dan menarik baju Diman dan memukulnya hingga terjadi perkelahian di antara keduanya. Pak Polisi yang melihatnya segera melerai keduanya. Bram menarik tangan Deka agar menjauhi Diman.     

"Kenapa kamu memukul dia Deka, dia itu     

sahabat kamu, kenapa kamu pukul hahh!" teriak Bram kepada Deka dengan wajah penuh amarah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.