Dendam Winarsih

Narsih Kamu



Narsih Kamu

0Bram yang senang karena dia bisa melihat Nona lagi, dia tidak akan pernah melepaskan Nona kali ini, dia ingin berada di sisinya. Bram tersenyum dan mendekati Nona. Bram memegang tangan Nona dan menggenggamnya dengan erat.     

Narsih yang tangannya di pegang oleh Bram mulai merasakan perih dan panas dia juga tidak tahu kalau Bram akan memegang dirinya.     

"Bangun, sayang, aku ingin segera bertemu denganmu, aku mau kita selalu bersama, bangun Nona sayang," ucap Bram yang mengecup tangan Nona.     

Narsih yang berubah menjadi Nona mulai gelisah dia tidak bisa meredam rasa sakit di tangannya. Narsih langsung membuka matanya dia melotot karena rasa panas yang membuat dia mengerang kesakitan. Bram yang melihat Nona mengerang kesakitan mulai panik, dia berpikir jika Nona kesakitan karena sakit yang dia derita.     

"Mana yang sakit, kasih tahu aku sayang mana yang sakit?" tanya Bram yang melihat Nona mengerang.     

Bram melepaskan tangannya, terlihat tangan Nona terbakar dan mengelupas, Bram melepaskan tangannya dan mulai mundur, dia merasakan ada yang aneh dengan Nona, dia juga melihat Nona hanya melotot tanpa berkedip sama sekali.     

"Ini tidak mungkin, aku yakin dia bukan dia, dia Nona bukan dia, aku yakin itu," ucap Bram kepada dirinya saat dia melihat Nona yang kelihatan aneh.     

"Bram, aku merindukan kamu, kemarilah sayangku, aku yakin, kamu ingin bersamaku kan, kemarilah," ucap Narsih yang langsung membalikkan kepalanya kehadapan Bram dengan cepat.     

Narsih menelan salivanya, dia takut karena Narsih sudah berubah menjadi sosok yang mengerikan, dia menjadi dirinya, Narsih bangun dan memandang ke arah Bram yang ketakutan.     

"Kamu Narsih, jangan pernah mengaku Nona karena kamu tidak pantas, orang sebaik dia tidak akan pernah bisa kamu ikuti, dari segi mana pun, kamu itu sudah mati dan pergilah ke neraka, suami kamu juga curang dan memilih wanita lain daripada memilih kamu, dan memiliki anak pula, kasihan sekali kamu, aku sungguh-sungguh kasihan dengan kamu. Hidup kamu benar-benar mengenaskan, mati juga mengenaskan, dendammu padaku tidak akan pernah bisa kamu wujudkan, dasar hantu tidak tahu diri," ucap Bram dengan tegas dan jelas.     

Narsih yang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram langsung mengepalkan tangannya, dia tidak terima dengan apa yang Bram katakan dia juga sedih karena Bram mengungkit apa yang terjadi dengan dirinya di masa lalu.     

"Apa sekarang kamu sudah ingin segera pergi ke alam baka Bram, jika iya aku akan membunuhmu, sama seperti kamu membunuh aku, aku tidak akan memberikan kamu kesempatan untuk hidup, aku mau kamu mengakui kesalahan kamu Bram, tapi kamu tidak pernah mau mengakuinya, jadi aku akan memilih jalan yang pas buat kamu, aku tidak peduli jika aku akan hilang atau terbakar atau apapun, aku akan membunuhmu," ucap Narsih yang sudah kesal.     

Narsih langsung mendekati Bram dan dengan cepat dia membunuh Bram, Narsih mencekik leher Bram dengan kencang, dia tidak peduli jika tangannya terbakar dan perih, Narsih memekik dengan keras, tangannya benar-benar terbakar dan mengelupas, Bram yang dicekik berusaha melepaskan tangannya Narsih, dia sudah kehabisan nafas dan tentu membuat dia meronta.     

"Matilah, aku tidak akan melepaskan kamu kali ini, aku akan membunuhmu," pekik Narsih dengan kencang.     

"A-aku akan buat kamu hancur, aku pastikan itu, kalau aku mati kamu akan ikut mati juga Narsih," ujar Bram dengan wajah merah padam dan nafas yang tidak beraturan.     

Bram memegang tangan Narsih, dia ingin menarik tangan Narsih tapi dia kesulitan, cekikikan Narsih begitu kuat dan tidak bisa dilepaskan. Anak buah Bram yang menunggu bosnya sedikit kesulitan, dia ingin masuk tapi tidak enak.     

"Bos, kenapa bos Bram lama sekali?" tanya anak buah Sanusi.     

"Entahlah, saya tidak tahu, karena bos tidak menelponku, kita tunggu saja, jangan berani kita masuk, kalau kita masuk maka bos akan marah pada kita," ucap Sanusi kepada anak buahnya.     

Brakkkkk!     

Bram di lemparkan di atas ranjang dengan kencang dan membuat Bram jatuh di ranjang dan ke lantai juga. Bram mengerang kesakitan karena dia di lempar dengan cukup kencang. Narsih melepaskan Bram karena tangannya sudah perih.     

"Kenapa, tangan kamu rusak? Apa tangan kamu panas? Atau kamu tidak bisa membunuhku karena jimat ini hmm? Pengecut kamu Narsih, cuihhhh! Apa aku saja yang memusnahkan kamu?" tanya Bram kepada Narsih.     

Bram merangkak bangun, Bram tersenyum karena dia puas membuat tangan Narsih yang terbakar. Narsih yang tidak terima dengan apa yang terjadi, dia ingin segera membalas dendamnya tapi pintu terbuka, terlihat anak buah Bram masuk, mereka terkejut karena ada hantu yang Bram katakan tadi.     

"Bos, ke-kenapa dia ada di sini?" tanya Sanusi kepada Bram yang berusaha bangun dengan perlahan.     

Anak buah Bram tidak bisa membantu, karena Narsih berdiri dengan tegak di depan pintu masuk. Bram yang melihat Narsih tidak bergerak sama sekali hanya bisa tersenyum, dia senang karena anak buahnya ke ruangan yang sekarang dia dan Narsih berada.     

"Apa kamu mau membunuhku juga Narsih? Jika iya, ayo ke sini sekarang, aku akan pasrah Narsih, ayo ke sini," ejek Bram yang sudah berdiri walaupun belum tegak.     

Bram masih memegang lehernya yang sakit dan dia pasti menduga kalau lehernya pasti ada bekasnya. Narsih yang ingin mendekati Bram harus menghentikan langkahnya karena ada suara dari luar.     

"Kalian kenapa di ruangan ini? Ini sudah lewat jam besuk, kenapa kalian malah di sini?" tanya suster dan dokter yang ingin memeriksa pasien di kamar tersebut.     

"Itu anu dokter ada hantu," jawab anak buah Sanusi yang berbicara tanpa ada rem.     

"Hantu apa?" tanya dokter kepada anak buah Sanusi.     

Bram yang di dalam terkejut karena Narsih tidak ada di depannya. Bram sedikit lega karena dia bisa bebas dari Narsih, Sanusi yang melihat Narsih hilang bernafas lega, karena bosnya dan dia selamat. Sanusi berbalik dan tersenyum kepada dokter dan suster.     

"Maafkan kami, anak buah saya ini ngantuk, jadi semua orang bilang hantu, kami juga sudah mau pulang, maaf menganggu dan kami permisi." Sanusi meminta maaf kepada dokter dan bergegas membawa Bram keluar.     

Bram yang di bawa keluar menutup lehernya, dia ingin di obati di tempat lain saja. Sanusi yang melihat bosnya terluka langsung memapah bos Bram ke luar.     

"Bos, kita obati di sini saja, luka bos itu parah sekali, saya takutnya infeksi," ucap Sanusi kepada Bram.     

"Aku obat di tempat lain saja jangan di sini, nanti mereka tahu, aku tidak mau," ucap Bram yang menahan rasa sakit.     

"Tidak, bos harus di obati di sini, dan ingat bos kita harus bisa melawan hantu itu, nanti saya bantu cari cara untuk hantu itu hilang dari hidup bos," ucap Sanusi.     

Bram mengganggukkan kepala, dia sudah pasrah karena luka di lehernya tidak bisa terlalu untuk tidak diobati. Akhirnya Bram diobati di rumah sakit yang sekarang dia berada,     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.