Dendam Winarsih

Ampuni Kami



Ampuni Kami

0Suara Narsih mulai mengeluarkan suara yang membuat buku kuduk merinding, Sanusi dan anak buahnya mengigil, karena mendengar suara Narsih yang sekarang sudah berubah menjadi sosok yang menakutkan.     

Sanusi dan anak buahnya yang sedikit lagi dekat dengan pintu tidak bisa meraihnya gagang pintu karena Narsih sudah dekat dengan dirinya. Narsih yang semakin dekat dengan Sanusi dan anak buahnya memegang pundak Sanusi dengan jari Narsih yang hancur. Tangan Narsih meraba tangan leher Sanusi, dia ingin memperingati Sanusi dan anak buahnya untuk tidak mengikuti Dino.     

"Aku tanya, mau kemana? Apa kalian tidak ingin tahu kenapa nenekku seperti ini? Dia sudah meninggal, kalian tidak ingin melihatnya?" tanya Narsih dengan suara yang datar.     

Tangan Narsih, tidak lepas dari leher Sanusi, Sanusi semakin dibuat merinding dan semakin ketakutan, dia yang berani, seketika ciut karena tangan Narsih masih terus menerus mengusap lehernya.     

"Kami salah masuk, maafkan kami, biarkan kami pergi dari sini," ucap Sanusi yang bergetar.     

Narsih tertawa kencang karena mendengar apa yang dikatakan oleh Sanusi, tangan Narsih makin mendekati leher Sanusi dan mencengkram leher Sanusi dengan kencang.     

"Akhhhh, lepaskan aku, a-aku tidak tahu apapun, aku hanya di suruh dan akhhhh, sakit!" pekik Sanusi yang lehernya di cekik oleh Narsih.     

Anak buah Sanusi yang melihat bos mereka di cekik mundur dan tidak berani mendekati bos Sanusi karena Narsih mencekik leher Sanusi.     

"Ampuni kami, aku tidak ke sini lagi, aku mohon padamu, jangan bunuh aku, ampuni kami," ucap Sanusi dengan suara terbata-bata.     

"Aku minta pada kalian, jangan ikuti mereka lagi, jika aku lihat kalian mengikuti mereka, maka aku akan buat kalian semua pergi ke alam baka dan aku pastikan kalian tidak akan pernah bisa melihat dunia ini lagi, apa kalian paham?" tanya Narsih yang mendekati mulutnya ke telinga Sanusi.     

"Siapa yang kamu maksudkan? Aku tidak tahu sama sekali, aku tidak mengikuti siapapun, dan aku hanya ke sini mencari calon istri bosku, jadi aku tidak tahu siapa yang kamu maksud kan," ucap Sanusi yang bertanya siapa yang dia ikuti. Sanusi berpura-pura tidak tahu dengan apa yang Narsih katakan.     

Narsih yang melihat anak buah Bram berpura-pura tidak tahu makin mengeratkan cekikikannya, dia tidak peduli kalau hari ini ada yang meninggal.     

"Kamu tidak tahu apa pura-pura tidak tahu hmm? Aku memberikan satu kesempatan untuk kalian untuk tidak menunjukkan wajah kalian, dan ingat, aku terus mengikuti kalian semuanya," ucap Narsih kepada Sanusi.     

Sanusi yang mendengar apa yang di katakan oleh Narsih hanya menelan salivanya dia juga merasakan lehernya makin sakit. Sanusi yang sudah kehabisan nafas hanya menganggukkan kepala, dia akan mengikuti saja, asal tidak mati di tangan Narsih. Setelah itu, baru dia mencari cara lain untuk mengikuti pria yang bos Bram tunjukkan.     

"Aku tidak akan pernah main-main, aku akan membunuh kalian semuanya dan tidak akan mengampuni kalian, jika kalian masih mengikuti mereka, dan kasih tahu ke Bram, jika ingin selamat maka segera mengakui kesalahannya dan menjauhi Nona, dia bukan calon istri Bram, jadi jangan bermimpi untuk menikahi dia," terang Narsih yang melepaskan cekikan leher Sanusi.     

Sanusi makin bingung karena hantu ini mengatakan wanita yang bos Bram cari bukan calon istrinya, dia mengusap lehernya dengan pelan dan bekas cekikikan terlihat jelas di leher Sanusi.     

Anak buah Sanusi membawa bos mereka keluar, pintu yang tadi sulit untuk dibuka sekarang terbuka lebar. Sanusi menghirup udara dengan rakus, dia benar-benar kehabisan nafas karena cekikan.     

"Bos jangan kita dekati lagi dia, jika bos dekati dia maka kita akan habis bos, kita tidak akan bisa melawan dia, kita akan hancur bos, nyawa taruhannya, kita tidak bisa lagi berbuat yang lebih jauh, biarkan bos Bram yang mengurusnya," ucap anak buah Sanusi yang membawa Sanusi dari pandangan Narsih.     

"Benar bos, kita jangan cari masalah, kita kerja dengan gaji yang besar tapi nyawa melayang, buat apa, yang apa," ucap anak buah Sanusi yang lainnya.     

Sanusi yang mendengar apa yang di katakan oleh anak buahnya terdiam dan tidak bisa berkata apapun. Anak buah Sanusi membawa Sanusi ke IGD untuk mengobati luka di lehernya.     

Narsih meletakkan kembali nenek-nenek yang dia bawa dari kamar mayat, Narsih meletakkan kembali Deki di kamarnya, tidak berapa lama supir Deki datang dan melihat majikannya belum sadar juga.     

"Pak, cepatlah sembuh, kasihan anak-anak pak Deki yang menunggu kepulangan pak Deki." pak supir mengusap air matanya, dia tidak menyangka ada yang mau membunuh majikannya ini.     

Narsih langsung pergi, dia sudah merasa kalau Deki aman, dia mencari anak buah Bram dan saat di luar anak buah Bram keluar dari IGD, Narsih menatap tajam ke arah pria yang di cekik tadi, lehernya di balut dengan perban.     

"Jika kalian melakukannya, aku akan buat kalian menyesal lihat saja," ucap Narsih dengan senyum menakutkan.     

Dino dan yang lainnya yang sudah pulang akhirnya bisa bertemu Nona, Nona yang melihat Dino datang di depannya tersenyum, dia senang karena bisa melihat Dino dan yang lainnya.     

"Nonaku, akhirnya kamu sehat dan kembali kepada kami lagi merindukanmu Nona cantikky, aku sangat merindukan kamu," ucap Ian yang datang langsung memeluk Nona.     

Nona menyambut kedatangan sahabatnya dan membalas pelukkan Ian, Mirna yang menjaga Nona tersenyum melihat suaminya memeluk sahabatnya. Dino menarik Ian dan melirik ke arah Mirna.     

"Dia harus di jaga Mirna, karena dia sedikit genit, jadi jangan percaya dengan dia ya," ucap Dino yang membuat Ian berdecih.     

Semua yang berada di kamar Nona tersenyum karena Ian di goda oleh Dino. Ian mendekati Mirna dan mengecup kening Mirna, Mirna mengerutkan keningnya.     

"Jangan percaya dengan pria yang patah hati itu, dia selalu patah hati dan selalu patah hati, jangan percaya ya," ucap Ian kepada Mirna.     

"Iya percaya, kalau nggak mana mungkin aku menerima kamu mas," ucap Mirna.     

Paijo yang mendengar apa yang Mirna katakan tertawa, Toni dan Paimin ikut tertawa, dia tertawa karena Mirna percaya dengan Ian.     

"Jangan percaya Mirna, di kantor dia dikenal pria genit, semua wanita di godain oleh dia," cicit Paijo yang membuat Mirna menatap nyalang Ian. Ian geleng kepala ke arah Mirna, Ian mengumpat dalam hati karena Paijo membuka kartunya.     

Semuanya tertawa melihat raut wajah Ian yang berusaha membujuk Mirna, Dino menatap ke arah Nona, dia berjanji tidak akan melepaskan Nona, untuk misi jimat itu, dia tidak akan meminta Nona melakukannya, biar cara lain saja untuk membuat Bram mendapatkan balasannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.