Dendam Winarsih

Penangkal Narsih



Penangkal Narsih

0 Mbah Agung memberikan bungkusan kecil ke Sanusi dan anak buahnya kepada Sanusi, dia juga memberikan ke anak buah Sanusi dan dia tersenyum ke arah Sanusi setelah memberikan penangkal Narsih.     

"Mbah, ini pasti dijamin aman kan, kami tidak di serang dengan Narsih itu kan kalau pakai ini, kami takut kalau dia melakukan ini lagi ke kami mbah," ujar Sanusi yang menunjukkan ke arah lehernya yang masih berdenyut.     

"Kamu tenang saja, tidak akan jadi masalah, kamu harus tenang dan saya akan tuntun kalian untuk menemukan calon istri bos kamu, dia bersama pria yang kalian ikuti itu, kalian akan menemukan dia di sana," ucap mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi yang mendengar apa yang dikatakan oleh mbah Agung tersenyum dia senang karena sudah mengetahui di mana keberadaan calon istri bos Bram. Sanusi mengalungkan penangkal Narsih di lehernya. Sanusi mengambil telpon untuk menghubungi bos Bramnya, dia ingin memberikan kabar kepada bosnya.     

Tut ... tut ...     

Sanusi masih menunggu jawaban dari bos Bramnya, panggilannya juga belum di jawab, sudah dua kali dia melakukan panggilan ke bosnya, panggilan ke tiga, baru dijawab oleh bos Bram.     

"Halo bos, ada yang ingin saya katakan, saya harap bos hanya mengangguk dan jangan menjawab sama sekali ya, biarkan saya yang bicara ya," ucap Sanusi kepada Bram.     

"Iya," jawab Bram langsung.     

"Saya sudah menemukan di mana keberadaan calon istri bos, dia bersama pria yang bos berikan fotonya ke saya, dan saya akan di bantu mbah Agung, dia akan membawa calon bos, dan saya harap bos bersabar, nanti kalau saya sudah ketahui rumah pria itu akan saya katakan ke bos Bram, jadi sekarang bos tenang dan jangan sampai si Narsih itu tahu rencana kita ini, bisa bos? Jika bisa, maka saya akan mulai besok melanjutkan pengintai lagi ya," ucap Sanusi lagi.     

Sanusi hanya mendengar jawaban iya dari bosnya, panggilan keduanya berakhir, Sanusi melihat ke arah mbah Agung dan tersenyum ke arah mbah Agung.     

"Mbah, apa mbah yakin kalau kita bisa menemukan calon istri bos Bram? Karena saya sudah katakan ke bos Bram untuk menunggu kabar dari kita, kalau tidak ada kabar dari kita maka saya yang akan ditembak oleh bos Bram," ucap Sanusi kepada mbah Agung.     

"Saya yakin kita pasti akan mengetahui tempat pria itu, kalian besok ikuti saja dia, saya yakin kalian akan menemukan keberadaan calon istri bos kalian itu," ucap mbah Agung kepada Sanusi yang di jawab anggukkan oleh Sanusi.     

"Kalian antar balik mbah Agung, dan mbah terimakasih karena sudah bantu saya, ini ada sedikit untuk mbah dan saya minta maaf jika kurang ya, dan mohon bantuannya mbah dari tempat mbah ya, kami takut jika dia muncul dan membunuh kami," ujar Sanusi yang meminta bantuan kepada mbah Agung.     

"Baiklah, saya akan bantu, kalian jangan takut, besok pasti kalian akan mendapatkan rumahnya, dan kalian kan aman dari sosok itu, penangkal itu aman untuk kalian semuanya," ucap mbah Agung.     

Sanusi lagi-lagi menganggukkan kepala mengiyakan apa yang dikatakan oleh mbah Agung. Anak buah Sanusi langsung bergerak dan mengantar mbah Agung pulang ke rumahnya.     

"Oh ya, bos, apa bos yakin kita mau hadapi wanita hantu itu, bos saja di cekik apa lagi nanti, mau kita dibunuhnya bos, kalau saya tidak mau bos," ucap anak buah Sanusi kepada bosnya.     

Sanusi sedikit takut jika Narsih tahu, jika tidak maka habislah dia pikir Sanusi kepada dirinya sendiri.     

"Aku rasa kita harus hati-hati, karena kita tidak mungkin mengabaikan perintah bos Bram, karena dia sudah baik ke kita, kita carikan saja rumah pria itu setelah ketemu, kita kasih tahu bos Bram dan setelah itu kita lepas tangan bagaimana?" tanya Sanusi kepada anaknya.     

"Terserah bos saja, aku hanya ikut saja, karena aku takut lihat bos Bram dan bos di cekik hingga luka, saya tidak mau seperti bos," ucap anak buahnya.     

Sanusi pun menganggukkan kepalanya, dia tidak ingin dicekik untuk kedua kalinya. Sanusi menghela nafas, dia pun hanya berdehem dan kembali ke kamarnya, dia akan istirahat, karena besok dia akan pergi mengintai pria yang bosnya katakan.     

Keesokkan harinya, Dino dan yang lainnya bersiap untuk berangkat ke kantor, tapi rasa takut dia terhadap orang suruhan Bram. Mang Jupri menepuk pelan pundak Dino yang melamun di ruang tamu. Mang Dadang menghampiri Dino yang melamun.     

"Apa yang kamu pikirkan Dino?" tanya mang Dadang.     

"Aku memikirkan jika kami semua ke kantor dan pasti anak buah Bram memata-matai kami, dan kalau dia tahu Nona bersama kita maka Nona akan di ambil oleh dia dan bisa saja dia membawa polisi untuk menangkap kita, kita harus pindahkan Nona," ucap Dino kepada mang Dadang dan mang Jupri.     

"Aku rasa Dino benar, aku juga takut mereka mengikuti kita dan kita akan ketahuan oleh dia mang, jadi Nona akan kita ungsikan lagi, untuk keamanan mereka semuanya," ucap Paijo kepada mang Dadang dan mang Jupri.     

"Kita sewa saja di sebelah ini, kan baru pindah juga, nah mang Jupri dan bibi Sumi tinggal juga di sana, tapi jangan sampai ketahuan, dan untuk belanja, Mirna ada kan, jadi kita tidak perlu ketahuan, bagaimana? Kalau semuanya setuju, aku dan Dino ke rumah pemilik rumah dan menanyakan ke pemilik rumah, waktu itu kita kan ada minta ke pemilik rumah kan, untuk itu kita ke sana saja, lebih baik sekarang dan langsung pindah, aku juga merasa kita tidak aman jika Nona di sini, bukan mengusir takutnya Bram itu kekeh mencari Nona, " ujar Ian kepada yang yang lainnya.     

"Baiklah, kalau begitu, kita akan pergi sekarang saja, dan kita juga tidak masalah kalau ke rumah sebelah lewat dari pintu belakang, kan bisa ke sana kitanya," ucap Dino kepada semuanya.     

"Baiklah, kalau begitu kita ke sana sekarang, sebelum berangkat ke kantor, lebih cepat lebih baik," ujar Ian yang bergegas berdiri dari sofa.     

Dino, Ian dan Paijo ikut bersama ke rumah pemilik rumah di sebelah rumah mereka. Jarak dari rumah Dino ke rumah pemilik tidak begitu jauh. Sampai di rumah pemilik rumah, ketiganya masuk dan bertemu dengan pemilik rumah.     

"Permisi, bu Rina." Dino memanggil bu Rina pemilik rumah.     

Bu Rina keluar dan tersenyum ada Dino dan sahabatnya. Dino, Paijo dan Ian ikut tersenyum ke arah bu Rina.     

"Ada apa ya, kalian ke sini?" tanya bu Rina kepada ketiganya yang merasa heran kenapa ketiganya datang ke rumahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.