Dendam Winarsih

Ini Yang Terbaik



Ini Yang Terbaik

0Dino dan dua sahabatnya masih diam dan tidak banyak bicara, mereka masih berdiri di luar rumah, mereka tidak tahu kenapa pemilik rumah ini hanya diam saja. Ian berdehem ke arah pemilik rumah, seketika bu Rina terkejut karena Ian berdehem.     

"Eh, maaf saya lupa, silahkan masuk, sampai lupa saya," ucap bu Rina kepada Dino dan dua sahabatnya.     

"Tidak apa bu, maaf mengganggu pagi-pagi ya, sebenarnya kedatangan kami itu, mau menanyakan apakah rumah di sebelah kami di sewakan bu, jika di sewakan, kamu akan sewa bu, waktu itu kami ada tanya, tapi keburu teman kami pindah bu, sekarang balik ke sini lagi dan kami ingin menyewa bu, apa bisa bu?" tanya Dino dengan senyum tipis,     

"Oh, masalah rumah, iya bisa kapan mau pindahnya, bisa kapan saja maunya masalah uang sewa kan kamu sudah tahu, berapa nak Dino saya nggak mahal-mahal," ujar bu Rina kepada Dino.     

Dino, Ian dan Paijo saling pandang, mereka tidak mempermasalahkan apapun lagi, yang penting Nona aman pikir mereka lagi.     

"Tidak apa bu, untuk masalah biaya kami sudah sepakat, kalau bisa, hari ini kami ambil kuncinya ya, apa ibu tidak keberatan? Jika kami pindah hari ini?" tanya Dino kepada Bu Rina.     

"Nggak masalah mau pindah kapan, bu senang kamu bisa pindah sekarang, bentar ibu ambil kuncinya ya," ucap bu Rina kepada Dino.     

Dino dan sahabatnya menganggukkan kepala, Dino senang karena Nona pindah, bukan karena dia tidak suka Nona di rumah tapi dia senang karena Nona bisa menjauh dari Bram. Karena ini yang terbaik buat kita semuanya.     

Bu Rina memberikan kunci ke Dino, Dino yang diberikan oleh bu Rina kunci tersenyum. Ian dan Paijo juga tersenyum.     

"Terima kasih banyak ya bu, kami pamit ya bu, maaf ya merepotkan bu Rina, dan ini uang sewa untuk dua bulan ke depan ya," ucap Dino yang memberikan uang sewa di muka untuk rumah yang akan di sewa oleh Nona.     

"Oalah, makasih banyak ya, saya terima ya uangnya, semoga betah ya," ucap bu Rina.     

"Oh ya, kalau ada yang tanya apakah ada orang yang tinggal di sini bernama Nona, saya harap bu Rina mau merahasiakan ya," ucap Paijo sebelum pulang.     

"Iya, saya akan rahasiakan, kalian jangan takut ya," ucap bu Rina.     

Dino tersenyum dan langsung pulang, dia ingin segera memberitahukan ke Nona dan yang lainnya. Ketiganya berjalan menuju rumah dengan berjalan cepat, dia tidak mau berlama memberitahukan ini, dia juga harus segera ke kantor takutnya Bram mencari masalah dengan dia.     

Sampai di rumah, Dino dan sahabatnya langsung bergegas masuk dan melihat ke arah mang Dadang dan mang Jupri. Keduanya melihat ke arah Dino, Paijo dan Ian yang sudah pulang dari rumah pemilik rumah sebelah.     

"Bagaimana Dino? Apa kamu dapat dino?" tanya mang Dadang.     

"Dapat, ini kuncinya dan kalian bisa pindah, bawa saja tempat tidurnya, dan kalian bisa pindah sekarang. Ini kuncinya, aku rasa Bram akan mengirim anak buahnya lagi, jadi sekarang kita berkemas ya, Paimin kamu bantu ya, aku takut kalau aku bantu kalian, bisa telat ke kantor, kamu tahu kan, aku tidak mau hal itu terjadi, aku takut." Dino meminta Paimin untuk membantu berkemas.     

"Iya mas, aku akan bantu, mas jangan khawatir ya," ucap Paimin kepada Dino.     

Dino lega karena dia bisa meminta Paimin membantu dia. Dino masuk ke kamar untuk bertemu dengan Nona. Dino membuka pintu dan terlihat Nona sedang makan di suapin Mirna.     

"Nona, kamu lagi makan? Makan yang banyak ya," ucap Dino yang mendekati Nona.     

"Mas Dino, ini sudah habis, silahkan mas, saya mau ketemu dengan mas Ian dulu. Mari mbak Nona, mas," ucap Mirna kepada Nona dan Dino.     

"Iya, makasih banyak ya," ucap Nona kepada Mirna.     

Mirna mengangguk pelan dan keluar, tinggal Dino dan Nona di kamar Nona. Dino menatap ke arah Nona dan tersenyum.     

"Non, kamu tidak apa kan pindah di sebelah? Aku tidak mau anak buah Bram mengikuti kamu, karena aku punya firasat aku akan diikuti Bram, jadi, lebih baik kamu sementara pindah dulu, di sebelah kok, kamu mau kan?" tanya Dino kepada Nona.     

"Iya, Dino, tidak apa, aku akan ikut kamu saja, karena aku tidak mau bersama Bram, dia sudah kasar dan maaf aku tidak bisa ambil jimat itu, aku tidak bisa bantu kamu Dino," ucap Nona kepada Dino.     

Dino tersenyum Nona tidak keberatan, dia sangat senang karena Nona mau pindah dan tinggal di rumah sebelah.     

"Terima kasih, aku yakin kita pasti bisa bersama, dan aku yakin Bram akan mendapatkan balasannya, sekarang kamu bersiap, karena pindahnya sekarang, kamu lewat dari belakang, nanti Mirna yang akan buka pintu depan, dan kamu masuk dari belakang ya, takut kalau dari depan, banyak yang lihatin," ujar Dino kepada Nona yang mendapat anggukkan dari Nona.     

Dino perlahan membantu Nona keluar, semuanya sudah siap untuk pindah, Dino melihat jam dinding sudah sedikit telat. Dino pun pamitan dia tidak mau terlambat. Dino, Paijo, Ian dan Toni pergi sebelum mereka telat.     

"Kalian hati-hati, jangan sampai kalian ketahuan dan kalau pun kalian diikuti kalau bisa kalian cari cara untuk kalian menghindar ya," ucap mang Dadang kepada Dino dan yang lainnya.     

"Iya, saya akan hati-hati, mamang juga di rumah hati-hati, jangan sampai kalian kena masalah ya, saya tidak mau kalian ketahuan, kita tidak tahu anak buah Bram kapan saja bisa muncul," sambung Dino kepada mang Dadang.     

Mang Dadang menganggukkan kepala dan menepuk pelan pundak Dino dan tersenyum kecil. Dino pun pergi dan naik mobil, Paijo yang sudah bersiap langsung melajukan mobilnya dan langsung bergerak membelah jalanan.     

Mang Dadang dan mang Jupri langsung bergerak cepat, Paimin langsung bergerak ke rumah sebelah memasukkan barang. Mang Dadang juga ikut membantu, cukup lama mereka berkemas dan pindah, sampai akhirnya acara pindahan selesai.     

"Ahhh, selesai juga, aku harap kita aman sampai Narsih mendapatkan semua keadilannya, jika tidak maka kita tidak akan tenang," ucap mang Dadang yang lega karena semua selesai dan sekarang bisa di tempati.     

"Aku harap juga begitu, kita bisa aman dan tidak lagi merasa ketakutan dan Narsih juga tenang karena semua dendamnya terbayarkan, jika Bram mau mengakuinya, maka aku rasa dia tidak akan dibunuh, tapi entahlah, aku tidak tahu sama sekali, biarkan itu urusan Narsih. Kita jangan terlalu ikut campur biar Narsih yang menghadapinya kita membantu semampunya kita saja." Mang Jupri tidak tahu akan kemana masalah dendam Winarsih ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.