Dendam Winarsih

Aku Mau Dia



Aku Mau Dia

0Keesokan harinya, Bram sudah bersiap ke kantor dia ingin mencari Dino dulu di kantornya, dia ingin membuat Dino dipecat, dia yakin Dino akan telat ke kantor dan dengan dia telat ke kantor, dia ingin membuat Dino dan sahabatnya tidak bisa menompang hidup, dengan begitu Nona akan kembali pada dirinya.     

"Dino, aku akan buat kamu hancur, sebelum aku hancur aku akan hancurkan kamu, lihat saja, aku tidak akan membuat kamu bahagia, aku mau dia jika aku tidak dapatkan dia, maka kamu juga tidak akan dapat, lihat saja Dino," ucap Bram dalam hati.     

Bram benar-benar sangat membenci Dino, dia tidak ingin membuat Dino mendapatkan Nona kecuali dia yang dapatkan. Bram memanggil pak supir untuk segera pergi ke kantor berita tempat Nona berkerja, pak supir yang tahu kantor berita yang di maksud oleh majikannya hanya ikut saja.     

Bram dan pak supir langsung melaju ke kantor berita, Paijo yang tahu bakalan terlambat melajukan mobil dengan cepat, dia tidak peduli dengan kondisi di jalanan.     

"Paijo, kalau mau cepat menghadapi ilahi, silahkan, jangan sampai aku tendang kamu, aku tidak mau mati, kamu saja Paijo," geram Ian yang harus teruyung karena laju mobil yang begitu kencang.     

"Kita sudah telat, kalau kita tidak sampai tepat waktu habis lah kita," ucap Paijo kepada Ian.     

"Tapi mas, kalau seperti ini kita yang cepat sampai di alam baka, seperti yang dikatakan mas Ian," ucap Toni yang gemetaran.     

Paijo tidak peduli dia tetap melajukan mobil dengan cepat dan dia juga tidak peduli apapun yang terjadi dia terus melaju kan mobil hingga sampai di depan gerbang dan mobil belok dengan cepat, hingga pak satpam mengangga melihat kelakuan Paijo.     

Sittttt!     

Mobil sampai dan parkir dengan selamat. Dino, Ian dan Toni menelan salivanya dan mengusap keringatnya, mereka seperti memiliki sepuluh nyawa dan tentu dia tidak bisa berkata apa-apa.     

"Kita sampai, dan ingat kita harus bisa ke dalam untuk absen ayo, cepat," ujar Paijo yang keluar buru-buru di susul oleh Dino dan ketiganya.     

"Dino, kita masih bernyawa kan?" tanya Ian kepada Dino.     

"Nanti aku pikirkan, ayo kita pergi sekarang, aku rasa kita sudah tidak bisa absen kalau telat semenit." Dino berlari kecil ke arah lobby, Ian dan Toni juga ikut dari belakang.     

Paijo yang sudah absen memberikan ke sahabatnya dan klikk, Dino dan yang lainnya langsung absen. Dino akhirnya lega dia tidak terlambat, Dino bergerak ke arah lift untuk ke ruangannya. Sampai di ruangannya, Dino dan Paijo segera berkerja begitu juga dengan Toni dan Ian.     

Tok ... tokk ...     

Pintu di ketuk, semuanya melihat ke arah pintu, tapi tidak ada yang masuk. Ian merapat ke Dino dan dia takut karena tidak ada yang masuk.     

"Din, apa ini orang atau hantu?" tanya Ian kepada Dino.     

"Entahlah, aku tidak tanya, aku rasa dia tidak muncul karena dia malu padaku," ucap Dino dengan senyum mengejek.     

"Jangan ngada-ngada kamu, ini benar-benar serius jangan kamu buat aku ingin melemparkan kamu ke hantu itu," cicit Ian yang kesal dengan Dino.     

Dino pun hanya geleng kepala, dia tidak percaya akan ada hal itu, dia yakin itu orang iseng dan dia juga tidak peduli sama sekali, Dino melanjutkan apa yang dia kerja.     

Cekklekkk!     

Pintu terbuka dan terlihat Bram di depan mata mereka, mereka memandang ke arah Bram yang muncul di depan mereka.     

"Apa kalian lihat, orang yang tidak tahu diri ke sini, dia mencari masalah sepertinya, aku yakin dia akan mencari masalah dengan kita," ucap Ian yang melirik ke arah Bram.     

"Sudah lah, aku yakin dia tidak punya malu, harusnya dia sadar dan mengaku semuanya kejahatan yang selama ini dia pendam, bukannya mengurusi semua orang," ucap Paijo dengan sedikit sindiran.     

"Ayo, kita lanjutin saja, jangan urusin dia, yang ada kita akan telat kerjakan pekerjaan kita," jawab Dino menengahi sahabatnya.     

Bram yang ingin marah, dan mengatakan sesuatu pun tidak jadi, dia keluar dari ruangan Dino dengan membanting pintu dengan cukup keras. Dino dan yang lainnya tersenyum kecil, dia puas mempermalukan Bram.     

"Dia tidak perlu lagi di baikki, yang ada ngelunjak, ingat ya, kita harus hati-hati dengan dirinya." ucap Dino kepada sahabatnya.     

Ian dan yang lainnya menganggukkan kepala dan mengerjakan pekerjaannya. Dino dan yang lainnya bekerja dan makan siang pun di kantor, tanpa terasa sudah waktunya pulang.     

"Aku masih banyak kerja, apa kalian ingin pulang?" tanya Dino kepada yang lainnya.     

"Aku banyak kerjaan juga Dino, aku mau lanjut, besok tidak perlu banyak kerjaan, ayo kita lanjut lagi," ucap Ian kepada Dino.     

"Ayolah, besok kita cepat pulang, jadi ayo semangat," ucap paijo kepada Dino dan yang lainnya.     

Dino dan yang lainnya melanjutkan pekerjaaan dengan fokus. Dino yang fokus menyelesaikan pekerjaan tiba-tiba terdengar suara yang sangat kencang dari pintu yang biasa sosok gaib muncul.     

Gubrakkk!     

Benda jatuh dari rak arsip, Dino yang kerja dengan fokus terlonjak, bukannya hanya dia saja, tapi Ian, Paijo dan Toni juga terkejut.     

"Dino, itu apa ya? Kenapa ada suara itu lagi, bukannya sudah lama tidak ada suara itu lagi, apa kali ini Bram pakai dukun lagi?" tanya Ian yang celingak celinguk melihat ke segela arah.     

"Aku rasa dia memang pakai dukun lagi, kita harus hati-hati, jangan sampai kita berinteraksi dengan Nona, jika kita berinteraksi dengan Nona, maka dukun itu tahu dia di mana, lebih baik kamu kirim pesan segera jadi, mereka tidak ke sana." Paijo pun menyarankan Dino untuk mengabari mang Dadang di rumah.     

Dino langsung mengirimkan pesan ke mang Dadang. Walaupun belum di balas yang penting sudah di kirim pesan. Ian dan Toni terus melihat ke sumber suara, mereka penasaran siapa yang ada di dalam ruangan tersebut.     

"Ayo kita lihat, aku yakin itu hanya tikus, tidak mungkin itu hantu, baru jam berapa, masih belum malam," ucap Dino kepada Paijo dan Ian juga Toni.     

Toni geleng kepala, karena dia tidak mau ikut, Ian juga tidak mau ikut dan tidak peduli dengan suara itu, dia juga merapat dengan Toni. Dino melihat ke arah Paijo, Paijo pasrah, karena tidak mungkin dia membiarkan Dino sendirian di sana.     

"Ya sudah, ayo kita pergi sekarang, aku harap ini bukan hantu," cicit Paijo yang sudah keringat dingin.     

Dino dan Paijo berjalan pelan ke arah ruangan arsip dan melihat ke arah satu sama lain, Dino menganggukkan kepala dan tersenyum, dia tahu kalau Paijo takut sama akan dirinya. Dino menyalakan lampu dengan menekan saklar dan membuka pintu.     

"Tidak ada Dino, aku rasa itu bukan hantu, itu tikus atau angin saja," ucap Paijo yang berbisik ke arah Dino.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.