Dendam Winarsih

Kita Terjebak



Kita Terjebak

0Toni berusaha membuka pintu darurat tapi tetap tidak bisa, dia juga menendang pintu darurat agar dia dan yang lainnya bebas.     

"Ini keras sekali, aku tidak bisa membukanya. Apa kita terjebak ya?" tanya Toni yang sudah lelah.     

Suara jalan terdengar dengan sangat dekat, hentakkan kaki juga terdengar sangat jelas, Toni melihat ke arah Paijo dengan tatapan memelas.     

"Mas, bagaimana ini, kita terjebak dan tidak mungkin naik ke atas," ucap Toni yang panik.     

Ian dan Toni mencoba membuka pintu darurat kembali tapi tidak bisa juga, Ian sudah frustasi karena dia tidak bisa membuka pintu. Pak ustad terus membaca Ayat suci dengan kusyuk, mang Dadang meletakkan Dino yang pingsan.     

"Dino pingsan kita letakkan di sini dan kita berdoa saja, jangan dekatkan dia dengan sosok yang akan turun nanti, kita tidak tahu siapa sosok itu." mang Dadang meletakkan ke arah pintu agar Dino aman.     

Sosok yang mereka dengar muncul di depan mereka. Ian, Paijo, Toni menelan salivanya, mereka mundur ke belakang dan tentu saja mereka tidak mau dekat dengan sosok yang muncul di depannya.     

"Kalau sosok ini mencabik kita bisa bahaya, kita akan terluka, aku yakin kita akan di cabik oleh sosok di depan kita ini," ucap Ian yang mulai mengigil.     

"Siapa yang mengirim sosok ini, apa dukun si Paimin ya, tapi kenapa Narsih tidak ada ya? Kenapa tidak muncul ya?'' tanya Paijo kepada Ian.     

Ian geleng kepala, karena dia tidak tahu kemana Narsih, dia tidak muncul di saat seperti ini. Sosok yang di depan mereka memandang ke arah Dino dengan tatapan tajam, sosok itu tidak bisa mendekati Dino karena Dino dan yang lainnya di lindungi oleh pak ustad.     

"Aku mau dia, serahkan dia sekarang juga jika kalian tidak mau menyerah kan dia maka kalian yang akan aku bunuh, cepat serahkan dia sekarang juga," ucap sosok yang berada di depan mereka.     

"Jangan pernah permimpi kamu, aku tidak akan pernah menyerahkan dia, kamu harus kembali ke alammu dan ingat kita beda alam jangan pernah kamu meminta manusia untuk ikut dengan kalian," ucap pak ustad Mahdi.     

"Aku tidak peduli, dia harus ikut aku dan dia harus ke hadapan tuanku, serahkan dia sekarang, jangan sampai kalian semua aku habisi," ucap sosok itu dengan suara yang datar.     

"Katakan pada tuanmu, jangan pernah berharap aku menyerahkan siapapun kepada dia," jawab pak ustad dan setelah itu pak ustad langsung membacakan ayat suci dengan tenang kembali.     

Sosok yang di depan mereka menjerit kesakitan dan tentu membuat sosok itu marah kepada pak ustad. Jeritan sosok membuat yang berada di depan Ian dan yang lainnya membuat mereka merinding.     

Sosok gaib yang di depan Ian dan yang lainnya terbang ke sana kemari, dia tidak tahan mendengar lantunan ayat suci dari pak ustad, dia juga tidak terima mereka membacakan ayat suci , sosok gaib itu kembali menyerang tapi dia tidak bisa mendekati pak ustad dan yang lainnya.     

"Mang apa tidak sebaiknya kita bangunkan dia saja, Dino bangun kan kita tidak perlu menggendongnya, kita bisa cari jalan lain untuk pergi dari sini," bisik Paijo ke mang Dadang.     

"Ya sudah, ayo kita bangunkan, tapi jangan kita menjauh dari pak ustad, saya akan bantu pak ustad untuk berdoa, satu orang akan bantu dia, dan satu orang sisanya kita bantu pak ustad.     

"Baik mang, akan saya bantu nanti mamang dan pak ustad," jawab Toni.     

"Paijo, kamu saja yang bantu ya, aku di sini saja bantu pak ustad dan mamang," ucap Ian.     

Paijo menganggukkan kepala dan langsung jongkok di depan Dino, Paijo menepuk pipi Dino dengan pelan. Dino tidak juga bangun, tubuhnya makin panas dan luka di tangannya juga menetes darah.     

"Duh, bagaimana ini, Dino tidak sadarkan diri ini, aku tidak tahu harus apa ini," gumam Paijo kepada dirinya sendiri.     

Paijo tidak mungkin menganggu khusyuk mereka yang berdoa, sosok yang terbang ke sana kemari saja belum hilang dan ada sosok yang berbulu tebal dan hitam ada di depan mereka semuanya.     

"Akhhhh!' teriak sosok yang meminta Dino tadi lenyap, diikut oleh sosok yang berbulu tadi. Paijo menelan salivanya karena sosok ular kepala manusia yang mengerikan muncul.     

"Jangan mencoba untuk melawanku wahai manusia, serahkan saja dia, jika tidak kalian akan aku habisi," ucap sosok kepala ular itu.     

Pak ustad yang matanya masih terpejam, tidak memperdulikan sosok yang ada di depannya, dia terus membacakan ayat, Paijo yang masih sadar hanya bisa diam dan berusaha menepuk dan membangunkan Dino tapi tidak juga terlihat tanda Dino bangun.     

"Dino, ayo bangun Dino, jangan pingsan lama-lama, bahaya kalau pingsan kamu Dino, lihatlah sosok lain muncul, ada salah apa kamu Dino kenapa sosok itu ingin kamu, mbak manis kamu juga kemana lagi," ucap Paijo kepada dirinya sendiri sembari membangunkan Dino.     

Sosok ular kepala manusia itu mendekati pak ustad tapi tidak bisa, dia mengibaskan ularnya ke sana ke mari dan membuat suara yang cukup keras dari kibasan ekor sosok itu.     

"Akhhhh!" teriak sosok itu yng tidk terima kalau pak ustad tidak berhenti melantunkan ayat suci.     

Duarrrr!     

Sosok yang ular kepala manusia itu hilang dan tidak terlihat sama sekali, dia menghilang dari hadapan mereka, Paijo mengangga karena sosok itu menghilang begitu saja, dan dia juga tidak terlihat di mana-mana. Pak ustad membuka matanya dan tersenyum.     

"Mereka sudah tidak ada, ayo kita pergi, kita bawa dia ke rumah sakit." pak ustad akhirnya bisa memusnahkan sosok yang mengerikan tersebut.     

"Pak ustad, apa dokter bisa menyembuhkan luka karena sosok berbulu hitam itu?" tanya Paijo.     

Ian, Toni dan mang Dadang melihat kondisi tangan Dino yang mengerikan, pak ustad mendekati Dino dan memegang tangannya dan tentu membuat Dino seketika menjerit kesakitan dan tangan Dino mengeluarkan asap yang cukup besar dan bau gosong tercium di hidung mereka.     

"Akhhhh, sakit!" jerit Dino yang merasakan tangannya sakit dan perih.     

Paijo menahan tubuh Dino agar tidak menggeliat ke sana ke mari. Dino menggeliat kesakitan karena pak ustad memegang tangannya dan membacakan doa, luka yang cukup parah dari tangan Dino menghilang sedikit demi sedikit.     

"Sudah hilang mang, lukanya hilang itu, lihatlah, syukur alhamdulillah," ucap Paijo.     

"Iya benar hilang, lihat itu, tidak berbekas hanya sisa darahnya saja," ucap Ian yang takjub dengan pak ustad Mahdi.     

Toni mengangga karena dia baru lihat luka bisa hilang begitu saja dan benar-benar hilang tidak berjejak.     

"Sudah ayo kita pulang, dia demam, mungkin efek dari dia terkejut saja, nanti sembuh juga, ayo, sepertinya kita di perhatikan dari tadi," ucap pak ustad yang bangun dari duduknya.     

Ian dan yang lainnya bangun, Paijo dan Toni membantu Dino bangun dan berjalan, Dino yang sudah sadar berjalan pelan, badannya begitu lemas dan tidak berdaya sama sekali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.