Dendam Winarsih

Dia Tidak Apa



Dia Tidak Apa

0Pak ustad yang membawa mobil, dia keluar dari tangga darurat dan pergi ke mobil dan dia yang menyetir mobil, dan menjemput Dino di pintu darurat bagian belakang kantor.     

"Ayo cepat bawa masuk, kita bawa dia ke rumah sakit, untuk obat demamnya saja, kalian jangan takut, dia tidak akan mengenal kita," ucpa pak ustad kepada Ian dan yang lainnya.     

Ian dan Paijo membawa Dino masuk, Toni menyusul masuk mobil dan duduk di bagian belakang. Semuanya sudah masuk dan duduk dengan tenang, mobil keluar dari kantor berita dan melewati mobil yang mereka lihat adalah mobil anak buah Bram yang waktu itu mengikuti mereka.     

"Itu dia, anak buah Bram yang waktu itu mengikuti kita, aku rasa dia tidak jera Narsih menghajar dia," ucap Ian yang geram melihat anak buah Bram masih mengikuti dia.     

"Dia ingin Nona, dan kita inginkan jimatnya, mana mungkin kita barter dia, yang ada kita tidak punya hati," ucap Paijo kepada Ian.     

"Aku tidak akan menyerahkan Nona dia pikir Nona apa, nggak bakalan aku kasih, biar itu Narsih yang menghadapi, tapi kenapa Narsih tidak ada ya?" tanya Ian yang masih heran kemana Narsih berada.     

"Iya kamu benar, Narsih tidak ada sama sekali, apa dia di tangkap oleh Bram, Bram kan datang ke kantor kita, bisa saja di datang karena mau katakan Narsih dia tangkap, bisa saja kan?" tanya Ian yang menatap Paijo dengan tatapan mata yang panik.     

"Mamang rasa tidak mungkin lah, karena kedatangan dia ke kantor kalian pasti karena ingin bertanya Nona, kalau Narsih buat apa dia tanya, bisa saja dia sering bersama Narsih dan mengikuti Bram karena kesalahan dia, oh ya, ngomong-ngomong kita belum lihat sahabat Bram yang satunya siapa namanya itu?" tanya mang Dadang.     

"Si Deka mang," jawab Toni.     

"Iya juga, kita bawa Dino ke rumah sakit Deka sekalian kita selidik, bagaimana?" tanya Ian kepada yang lainnya.     

"Nggak enak dengan pak ustad, maaf ya pak kami merepotkan pak ustad," jawab Paijo kepada pak ustad.     

"Tidak apa, kalian tidak merepotkan saya, saya akan bantu kalian, saya tahu dendam arwah itu kuat, dia ingin membalaskan semuanya, tapi saya hanya kasihan, arwah yang sesungguhnya itu sudah berada di tempatnya, tapi saya dengar apa yang kalian sampaikan ke saya tidak bisa bicara sama sekali, saya sangat takut karena takut salah, tapi setahu saya seperti itu," ucap pak ustad Mahdi.     

"Kami juga tahu, kami hanya ingin ungkapkan apa yang terjadi, jika pun Bram dibunuh atau di tangkap polisi kami puas, karena dosa dia sudah banyak pak ustad, kami takut jika ada korban lagi dan sekarang dia mengincar Nona, katanya cinta, dia kan pembunuh," jawab Ian dengan gamblang.     

Pak ustad tersenyum karena perkataan dari Ian, karena mengatakan hal itu. Paijo yang melihat pak ustad tersenyum heran kenapa pak ustad tersenyum.     

"Pak ustad kenapa tertawa?" tanya Paijo kepada pak ustad.     

Ian yang melihat Paijo bertanya kepada pak ustad kenapa tersenyum menyerngitkan keningnya. Dia melirik ke arah pak ustad dan benar saja, pak ustad tersenyum.     

"Pak ustad ketawa kenapa? Apa ada yang salah dengan kata saya ya?" tanya Ian yang merasa pertanyaan dia salah.     

"Kamu itu tidak berhak untuk mengatakan pembunuh tidak boleh mempunyai cinta, mereka membutuhkan cinta, pembunuh kejam sekali pun atau pembunuh semut pun sekalipun berhak mendapatkan cinta, jadi jangan kamu katakan hal itu, pembunuh juga manusia Ian, bukan hanya kita saja yang butuh cinta mereka juga butuh, karena perbuatan mereka yang membuat mereka sulit mendapatkan cinta," ucap pak ustad kepada Ian dan yang lainnya.     

Ian yang mendengar apa yang dikatakan pak ustad terdiam, dia tidak bisa mengatakan apapun, Paijo dan Toni hanya diam, mereka selama ini salah karena menjudge kalau seorang pembunuh tidak bisa mendapatkan cinta.     

"Saya minta maaf Pak ustad, karena saya salah berpikir jika mereka tidak butuh cinta, karena mereka pembunuh," jawab Ian dengan suara pelan, dia menyesali apa yang dia katakan.     

Pak ustad geleng kepala, dia tahu kalau Ian tidak berniat seperti itu dia juga tidak ingin membuat spekulasi kalau pembunuh itu tidak butuh cinta sama sekali.     

"Mungkin sebagian orang mengatakan hal itu, tapi balik lagi, kita harus tahu dan sadar kalau cinta itu dibutuhkan oleh mereka, mereka yang melakukan kejahatan butuh dukungan dari orang yang dia cintai, cinta tidak butuh pengakuan, tapi dari hati, dia bisa menerima kekurangan pasangannya, jika dia menerima pasangannya pembunuh kita bisa apa? Kamu mau dosa nggak kan?" tanya pak ustad kepada Ian dan yang lainnya.     

Semuanya menggelengkan kepala dan tersenyum kecil mendengar apa yang dikatakan oleh pak ustad. Pak ustad tidak berkata apapun, dia kembali tersenyum.     

"Kita mau ke rumah sakit mana, ini kita udah lewat dua rumah sakit kalian mau pulang saja?" tanya pak ustad kepada mang Dadang dan yang lainnya.     

Paijo menepuk keningnya, mereka lupa mau mengatakan di rumah sakit mana. Paijo memberikan nama rumah sakit tempat Deka di rawat. Pak ustad menganggukkan kepala dan langsung ke rumah sakit yang di tuju, tidak terlalu jauh dari tempat mereka berada.     

Mobil masuk ke dalam rumah sakit dan parkir, terlihat Dino sudah sadar dan bisa berjalan sendiri, dia melihat tangannya sudah baik dan tidak terluka lagi.     

"Kita kenapa di rumah sakit?" tanya Dino dengan suara pelan.     

"Kita mau obatin kamu dan sekalian kita melihat Deka, dan aku juga bingung mbak manis kamu tidak ada? Apa kamu tahu?" tanya Ian kepada Dino.     

Dino yang ditanya menyerngitkan keningnya, dia heran Narsih yang hilang kenapa dia ditanyain. Mobil yang sudah terparkir dengan aman, mereka bergegas keluar dari mobil dan berjalan menuju lobby rumah sakit, Dino di minta duduk menunggu giliran. Paijo mendaftarkan Dino untuk berobat sedangkan Mamang dan yang lainnya duduk.     

"Paijo, sudah kamu daftar?" tanya Ian kepada Dino.     

"Sudah, kita harus menunggu, kalian pergilah cari Deka aku dan Dino di sini, Toni ikut dengan mereka," ucap Paijo.     

"Mas aku, di sini saja temani mas ya, tidak apa ka?" tanya Toni kepada Paijo.     

Paijo mengganggukkan kepala dan tersenyum, Toni ikut tersenyum, dia ingin menemani Paijo membawa Dino berobat, karena Dino sudah baik padanya, dia ingin membalasnya tapi tidak bisa, ini lah caranya walaupun masih kurang tapi ini bisa membuat dia membalas kebaikkan Dino.     

"Aku jadi merepotkan kamu Toni," ucap Dino dengan suara pelan.     

"Tidak mas, mas tidak merepotkan aku, malah selama ini mas banyak bantu aku, aku tidak bisa balas, jadi menemani mas ke sini sudah membuat aku senang, dan ini yang bisa aku lakukan," ucap Toni. Paijo senyum mendengar apa yang Toni katakan, dia sadar akan kebaikan orang yang membantunya.     

"Jangan seperti itu, aku anggap kamu adikku, jadi jangan berkata seperti itu, aku tidak suka, aku ikhlas," ucap Dino yang di balas senyuman dan air mata Toni yang di anggap adik oleh Dino. Toni memeluk Dino dengan erat, dia akan berjanji akan selalu bersama Dino sampai kapanpun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.