Dendam Winarsih

Dia Benar-benar Kasihan



Dia Benar-benar Kasihan

0Mang Dadang yang melihat pak Jajang tertunduk sedih ikut merasakan kesedihan, dia tahu kalau Deka korban dari keegoisan sahabatnya karena dia tidak mau ketahuan oleh orang banyak akan kejahatan mereka semuanya.     

"Sabar saja ya, semoga majikan pak Jajang cepat sembuh ya," ucap pak ustad kepada pak Jajang.     

"Terima kasih banyak ya, kalau begitu saya permisi duli," ucap pak Jajang yang pergi dari hadapan mereka.     

Mang Dadang yang melihat ke arah Ian dan pak ustad dengan senyuman kecut dan helaan nafas panjang dan berdiri dari tempat duduknya.     

"Ayo kita jumpai yang lainnya, saya rasa kita sudah cukup mengetahui keadaan Deka, dia benar-benar kasihan sekali dan entahlah, aku berharap dia bisa bersama berkumpul dengan keluarganya lagi," ucap mang Dadang kepada yang lainnya.     

"Amin, semoga saja ya," ucap pak ustad kepada mang Dadang dan Ian.     

Ketiganya berjalan menuju lobby, mereka ingin segera bertemu dengan Dino yang di periksa di IGD. Ketiganya melihat Dino dan Toni duduk di ruang tunggu, sedangkan Paijo tidak ada sama sekali.     

"Dino, sudah periksa?" tanya mang Dadang yang melihat Dino masih kelihatan lemas.     

"Sudah, dia sudah diobati mang, sekarang sedang menunggu obat, mas Paijo sedang ke ambil obat," jawab Toni kepada mang Dadang.     

Mang Dadang menganggukkan kepala dan tersenyum kecil ke arah Toni dan menepuk pundak Dino. Paijo berjalan ke arah Dino dan melihat ada mang Dadang dan yang lainnya sudah berkumpul kembali.     

"Eh, bagaimana kabar dia? Apa dia baik saja?' tanya Paijo kepada Ian dan yang ketiganya.     

"Dia sepertinya belum sadar dan sepertinya tidak ada yang tahu kalau dia di sini, hanya supirnya yang jaga, supirnya juga kecelakaan, tapi dia di jaga supir lainnya, eh tunggu itu bukan supir Deka, itu supir si Diman bukan?" tanya Mang Dadang yang baru ingat itu supir Diman.     

"Bukannya mang bilang itu supir dia? Kenapa mang Dadang bilang supir dia," ujar Ian yang mengumpat karena salah orang.     

Mang Dadang pun mengutuk dirinya yang salah orang, dia dan Ian berlari ke arah tempat tadi, di susul oleh yang lainnya. Dino juga ikut pergi, dia ingat kalau Narsih katakan kalau Deka tidak ada yang jaga, dia dan supir Deka juga mengalami kecelakaan dan Narsih yang bawa dia ke sini, Dino mengumpat dengan kencang karena mereka kecolongan.     

Sampai di ruangan Deka, melihat ke arah kamar, tidak ada siapapun, mang Dadang dan yang Ian yang lebih dulu sampai dan melihat tidak ada Deka hanya bisa mengumpat dan memaki karena dia tidak bisa menyelematkan Deka.     

"Bagaimana ini, sial, kenapa bisa kita bodoh sekali, percaya dengan dia, aku yakin dia orangnya Diman, atau tidak Bram," ucap Ian yang kesal karena dia tidak mendapatkan keberadaan Deka.     

"Tenang, kita harus percaya, Deka selamat, aku yakin itu," ucap Dino yang duduk di kursi karena dia masih lemas.     

"Kalian cari siapa?" tanya wanita yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.     

Semuanya melihat ke arah sumber suara dan terlihat ada Narsih yang berdiri dengan golok dan ada kepala di tangannya. Mang Dadang yang melihat di tangan Narsih ada kepala manusia dan itu mirip dengan kepala tadi, semua melihat ke arah lemari ada darah yang keluar dari lemari.     

"Apa Narsih yang bunuh?" tanya Ian yang benar-benar ketakutan karena bisa-bisa mereka yang tertuduh.     

"Dia sudah tahu kalau Deka masih hidup dan dia ke sini dan ingin membunuh Deka dan aku langsung bunuh dia, aku tidak ke tempat kalian karena aku ke rumah Deka, anaknya demam, jadi aku di sana menjaganya, setelah dia tidur aku ke sini dan melihat dia masuk dan ingin membunuh Deka, aku dengan cepat menyembunyikan dia, dia di sana, di balik gorden, kalian pergilah, nanti biar aku yang buat kegaduhan di sini dan kalian jangan takut dia akan aman dan tidak akan di tuduh," ucap Narsih.     

"Ada kamera tidak ya di sini?" tanya Ian yang takut jika ada ada kamera di kamar dan di luar yang melihat mereka masuk.     

"Tenang saja, aku akan mengurus itu, pergilah, aku mau panggil perawat dengan caraku," ucap Narsih yang memandang pak ustad dengan tatapan tajam.     

Ini pertama kalinya Narsih melihat dirinya, Narsih yang awalnya takut karena pak ustad ini ilmunya bisa membuat arwah seperti dia lenyap, makanya dia sedikit takut, apa lagi dia yakin pak ustad melihat dia bawa kepala manusia dan dia juga terlihat begitu mengerikan dan menyeramkan.     

"Ya sudah, ayo kita keluar sekarang, ayo pak ustad kita keluar sekarang, kami serahkan kepada kamu ya," ucap Ian yang pergi keluar dari ruangan itu.     

Sampai di luar mereka ke luar dan segera menjauh dari ruangan inap Deka, setelah menjauh, mereka melihat ke arah lorong rumah sakit yang ramai orang berlari menuju ruang inap.     

"Aku rasa mereka sudah mendapatkan sinyal dari Narsih," ucap Ian kepada Paijo.     

"Iya aku rasa Narsih sudah kasih tahu ke mereka, makanya mereka datang, kita tunggu saja, pak ustad tidak apa kan kita tunggu di sini?" tanya Paijo kepada pak ustad.     

"Tidak apa, saya akan di sini saja, saya juga kasihan ke mereka, ingin mengakui dosa tapi mereka harus diperlakukan seperti ini, aku harap, si Bram itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal, walaupun sahabatnya pernah berbuat dosa, tetap mereka bisa bertobat ke jalan yang benar," jawab pak ustad kepada yang lainnya.     

"Terima kasih pak ustad karena sudah mau ikut kami, aku harap pak ustad bisa bantu mbak manisnya Dinosaurus ya," ucap Ian dengan senyum mengembang.     

Dino hanya berdehem karena dia di katakan Dinosaurus, Dino melihat semua perawat dan dokter berlarian mengeluarkan korban yang di bunuh Narsih, mereka menyelamatkan Deka ke tempat yang aman dan tentu orang suruhan Bram atau Diman juga di bawa tapi yang bawa polisi yang datang langsung ke rumah sakit dan memberikan garis polisi di ruangan itu.     

"Apa kepala yang di bawa Narsih tadi ikut juga kah?" tanya Paijo yang penasaran melihat polisi membawa kantong jenazah keluar dari ruangan itu.     

"Iya, mungkin dibawa mas, masa iya, hanya bawa badan saja kepala tidak," ucap Toni kepada Paijo.     

"Benar juga tapi dia, eh, mbak Narsih di sini," ucap Paijo yang melihat Narsih di sebelah Ian.     

Ian yang di tunjuk oleh Paijo menoleh dan melihat Narsih yang ikut mengintip sambil membawa kepala yang tadi.     

"Mas, mas tadi cari kepala kan, itu kepalanya," ucap Toni kepada Paijo.     

Paijo yang melihatnya tersenyum kecil dan benar saja kepala terlihat jelas di depan mereka. Mereka melihat ke arah polisi yang membawa kantong jenazah menuju ruang jenazah dan melihat ke arah Narsih.     

"Itu tidak ada kepalanya kan?" tanya Paijo kepada Narsih.     

Narsih yang melihat ke arah Paijo dan menatap Ian yang juga melihat dirinya hanya diam dan tidak berkata apapun, Toni dan mang Dadang juga ikut melihat Narsih, pak ustad yang awalnya tidak ingin melihat ikut melihat.     

"Ini bukan kepala dia, ini kepala anak buah Bram yang mengkuti kalian ke sini, lihatlah," ucap Narsih dengan suara datar dan memperlihatkan ke arah Ian dan yang lain kalau itu buka kepala pria yang ingin membunuh Deka.     

Dino yang memperhatikan ruang inap Deka menatap tajam seseorang yang datang ke ruangan tadi dan berbicara ke dokter.     

"Itu Bram," ucap Dino yang membuat semuanya terkejut dan melihat ke arah ruangan tadi dan mengangga melihat Bram di sana dengan penampilan berbeda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.