Dendam Winarsih

Siapa Yang Datang



Siapa Yang Datang

0Pak Djarot yang mendengar apa yang dikatakan oleh istri dan pelayan yang lainnya menyerngitkan keningnya, dia juga tidak tahu kalau apa yang sedang terjadi, dia saja di atas dan hanya pengawal saja yang dia hubungi, tidak ada siapapun, ini kenapa pelayan juga ikut pikirnya.     

Pak Oyong yang duduk di lantai dapur masih lemas dan kakinya tidak bisa bergerak sama sekali, dia masih bingung karena Narsih bisa datang dan memperlihatkan dirinya di depan dirinya.     

"Loh, pak Oyong, kenapa ada di sini? Bukannya pak Oyong ada duduk di meja makan dan kenapa di bawah?" tanya pelayan kepada pak Oyong yang heran kenapa dia bisa di lantai.     

Pak Djarot yang melihat ke arah pak Oyong memicingkan matanya, dia menepuk pak Oyong, dan pak Oyong tersentak, dia melihat pak Djarot dan pelayan yang sudah di depan matanya.     

"Sudah selesai?" tanya pak Oyong kepada pak Djarot yang memandang dirinya.     

"Sudah, tidak ada sama sekali dan tidak tahu entah apa yang terjadi sebenarnya," ucap pak Djarot kepada pak Oyong.     

"Oh, begitu kah? Baiklah, kalau begitu saya masuk ke dalam kamar dulu, saya pusing makanya saya duduk di sini," ucap Pak Oyong yang langsung bergerak bangun dan masuk ke dalam kamarnya.     

Pak Djarot melihat ke anehan di mata pak Oyong yang dia pasti mengira kalau pak Oyong pasti menyembunyikan sesuatu tapi apa pikirnya, apa jangan-jangan ada sosok yang sering pak Bram katakan. Tapi, apa benar dia orangnya.     

"Siapa yang datang menemui pak Oyong hingga dia seperti itu dan apa yang pak Bram lihat itu benar, pak Bram tidak mungkin berbohong, tapi kemana kepala itu?" tanya pak Djarot kepada dirinya sendiri.     

Pak Djarot hanya mengidikkan bahunya, dia pergi dari dapur dan masuk ke dalam kamar, Bram tidak ingin keluar atau makan, dia sangat tidak selera, Bram takut untuk tidur di ranjang, dia benar-benar tidak mau ke sana karena dia takut dan menghindari ranjang.     

"Aku harus bertanya ke Sanusi, aku yakin dia tahu, orang yang bisa membuat Narsih jauh dariku," ucap Bram dalam hati.     

Bram merebahkan dirinya di sofa dan masih belum bisa memejam, dia ingin sekali memejamkan mata tapi rasa takut masih bergelayutan di pikirannya. Narsih yang melihat Bram mulai ketakutan, dia pun tersenyum.     

"Hari ini cukup Bram, nanti aku akan terus menerus datang meneror kamu, aku yakin kamu akan menyesal dan aku yakin kamu akan menyesal karena sudah membunuhku," gumam Narsih yang melihat ke arah Bram yang sudah tertidur di sofa.     

****     

Dino pulang dari rumah dan duduk di sofa, hari ini benar-benar melelahkan, Dino merasakan tubuhnya remuk dan tidak bisa berkata apapun, dia hanya tidak memejamkan matanya.     

"Kamu bersih-bersih saja, ingat kamu itu sakit dan jangan kerja dulu, lihat itu wajah kamu luar biasa sekali pucatnya, Paimin, mana istri si Ian?" tanya mang Dadang dan Ian yang tidak melihat istrinya langsung bangun.     

"Eh iya, mana dia ya?" tanya Ian kepada Paimin.     

"Di kamar, tadi dia membantu bibi Sumi dan baru pulang karena lama menunggu mas Ian, saya saja baru dari rumah mang Kurdi, saya membicarakan masalah dukun saya dulu, saya tadi malam mimpi kalau dukun saya itu meninggal, tapi saya tidak tahu apa benar atau tidak," ucap Paimin saat membicarakan mimpinya.     

"Kamu jumpai dia saja, jika memang dia baik ya kamu pulang, tapi jika dia meninggal kamu harus kuburkan dia dengan baik, tidak perlu dendam atau apapun benci, bagaimana pun kamu harus bisa buat kebaikkan jika dia tidak baik semasa hidup." Mang Dadang menasehati Paimin agar Paimin tidak dendam atau benci dengan gurunya itu.     

"Baik mang, saya akan ke sana, tapi jika saya balik ke sini lagi apa masih di terima kan?" tanya Paimin yang sedih karena dia takut tidak di terima oleh mereka lagi.     

"Siapa bilang tidak di terima hmmm, kamu itu adikku, aku senang kamu tinggal di sini, aku makan kamu juga makan," ucap Dino kepada Paimin.     

Dino yang lemas karena serangan di kantor tadi masih sempat tersenyum dan mengatakan kepada Paimin. Paimin yang mendengar apa yang dikatakan oleh Dino tersenyum dan menitikkan air matanya.     

"Sudah, jangan sedih lagi dan ingat kita harus selalu bersama, jika kamu mau mamang akan ikut, kamu mau mamang ikut?" tanya mang Dadang menawarkan diri untuk ikut.     

"Iya mau, saya senang mamang ikut, mang Jupri juga ingin ikut, saya senang kalian mau ikut dengan aku, aku senang sekali," ucap Paimin kepada mang Dadang.     

Mang Dadang menepuk pundak Paimin dan tersenyum kecil. Dino bangun perlahan dan dia ingin membersihkan diri, dia begitu lelah, semuanya sibuk dengan urusan masing-masing, setelah itu mereka makan.     

"Kita harus bisa melakukan hal yang buat kita aman, kita tahu kalau sekarang kita diincar oleh dukun lagi, dan dia mengincar Nona dan Dino mungkin, tapi kalian tahu kan kita itu harus jaga diri dan ingat kita harus kompak karena kita itu tidak boleh kalah dari dia," ucap mang Dadang kepada yang lainnya.     

"Mang, kita harus melawan dukun ini, karena kita tahu kalau dia pasti akan menyerang kita lagi dan tentu saja dia tidak akan bisa mengelak jika dia menyerang kita, dan pak ustadz bisa bantu kita kan," ucap Paijo kepada mang Dadang.     

"Iya benar, kita bisa minta bantuan pak ustad, jika kita minta bantuan dari pak ustad kita bisa sedikit terlindungi doa pak ustad bisa kita ikuti juga," jawab Ian.     

"Saya hanya bisa meminta perlindungan dari Tuhan, karena hanya dia yang bisa melindungi kita dan bukan saya yang melindungi kalian," ucap pak ustad kepada yang lainnya.     

"Loh, ada pak ustad kah, aku pikir tidak ada," ucap Ian yang tentu membuat semuanya terkikik.     

Pak ustad yang mendengar apa yang dikatakan oleh Ian hanya senyum kecut. Dino dan mang Dadang geleng kepala karena kelakuan Ian.     

"Sudahlah, jangan ganggu pak ustad kalian ini, saya bingung dengan kamu Ian, suka sekali ganggu pak ustad, nanti kamu dosa loh, jangan suka ganggu pak ustad kamu," ucap mang Dadang yang menghentikan candaan Ian.     

"Tidak apa mang, saya tidak masalah, lagian ini juga untuk menghibur, bukan bermaksud menghinakan," ucap pak ustad kepada mang Dadang.     

"Siapa bilang tidak menghina, saya menghina itu hahaha," tawa Ian pecah yang membuat semua melempar dia dengan sapu tangan ke arah Ian.     

Narsih yang berdiri di depan pintu mendengar tawa semuanya, dia juga tidak bisa mendekati Dino, dia ingin melihat kondisi Dino, dia tidak bisa menyelamatkan Dino saat di kantor, itu karena dia ada di tempat lain.     

Pak ustad yang mengetahui ada Narsih bangun dan berdiri di depan pintu, dia tahu kalau Narsih menguping, pak ustad tersenyum karena Narsih tidak berani masuk. Ian dan yang lainnya memicingkan matanya, kenapa pak ustad berdiri di depan pintu, tanpa membuka pintu.     

"Kenapa pak ustad berdiri saja, apa dia mau buang angin di dekat pintu atau dia mau pulang?" tanya Ian kepada mang Dadang.     

Mang Dadang geleng kepala, dia tidak tahu kenapa pak ustad berdiri saja di sana dan tidak mau membuka pintu masuk.     

"Siapa yang datang?" tanya Dino kepada pak ustad yang masih berdiri di depan pintu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.