Dendam Winarsih

Aku Sakit Bram



Aku Sakit Bram

0Keesokkan harinya, Bram terbangun dari sofa dengan badan yang teramat sakit, bukan karena tidur di sofa saja, tapi luka yang dia dapatkan membuat dia tidak nyaman dan sekali-kali meringis kesakitan.     

"Badanku sakit sekali, aku merasakan tidak ada yang bisa aku kerjakan jika sakit semua ini tubuhku," gumam Bram yang melihat tangannya merah seperti terkena sengatan lebah.     

"Aku harus ke dokter segera, aku akan periksa, kenapa dengan tanganku ini, sakit sekali rasanya," cicit Bram yang perlahan bangun menuju kamar mandi.     

Bram perlahan membuka gagang pintu dan mulai masuk ke dalam kamar mandi, Bram langsung membuka pakaian dan tersenyum kecil ke arah dirinya, dia melihat luka yang lain muncul kembali, dia meringis dan tidak bisa berkata apapun, jimat yang dia pakai di lepas dan di letakkan di gantungan balik pintu.     

"Lukanya makin tambah lagi. Dan ini semuanya karena hantu itu, aku akan membalasnya, lihat saja kamu," geram Bram berkali lipat karena dia percaya kalau Narsih yang melakukannya.     

Bram bergegas mandi karena dia ingin pergi ke rumah sakit, dia ingin mengobati lukanya dan bertemu dengan sahabatnya Diman. Selesai mandi dan berpakaian, Bram tidak lupa dengan mengobati lukanya. Bram berjalan keluar dari kamarnya dengan berjalan pelan, dia tidak ingin jalan terlalu cepat, luka yang dia rasakan mengenai pakaian yang dia pakai hingga dia harus berjalan pelan.     

"Pagi pak Bram, anda mau sarapan? Saya akan hidangkan makanan untuk anda," ucap kepala pelayan.     

"Iya, saya mau makan, kalian bereskan kamar saya harus bersih jangan ada meninggalkan noda sama sekali, aku tidak mau ada kotoran sedikit pun," ucap pak Bram kepada kepala pelayan.     

"Baik, saya akan bersihkan semuanha," ucap pak Djarot kepada Bram.     

Bram menganggukkan kepala, dia tidak ingin membahas apapun lagi, dia ingin menenangkan diri. Bram makan dengan tenang dan saat tengah menikmati makanannya, Bram mendapatkan telpon dari Diman, Bram menghentikan makanannya dan menjawab panggilan telpon dari Sahabatnya itu.     

"Hmm, halo, ada apa kamu telpon?" tanya Bram kepada Diman.     

Diman yang mendengar apa yang Bram katakan hanya berdecih kecil, dia langsung menjawab apa yang ditanyakan oleh Bram.     

"Aku sakit Bram, tubuhku luka dan aku tidak tahu kenapa bisa luka, pertama hanya satu di perut sebelah kanan, sekarang lukanya makin bertambah dan sampai ke kakiku, dan tanganku Bram, rasanya sakit sekali Bram, aku tidak bisa bergerak leluasa," ucap Diman yang mengadu kalau dia sakit.     

Bram terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya, kenapa bisa sama dengan dirinya. Diman masih menunggu jawaban dari Bram tapi tidak ada jawaban dari Bram.     

"Bram, kamu kenapa diam, kamu tidak dengar apa yang aku katakan tadi?" tanya Diman kepada Bram yang terdiam.     

"Aku dengar, bawa ke dokter saja, aku tidak tahu apa penyakitmu, aku juga mau ke rumah sakit, aku kurang sehat juga, jadi aku akan ke sana," ucap Bram kepada Diman.     

Diman yang mendengar perkataan Bram terkejut, apa yang dia dia dengar, Bram sakit, sakit apa dia pikir Diman dalam hatinya.     

"Kamu sakit apa kamu? Kalau begitu kita ketemu di rumah sakit saja ya, aku ingin bicara juga padamu," ucap Diman kepada Bram.     

"Aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu, kita ketemu di rumah sakit saja, aku juga mau ketemu dengan kamu juga ada yang mau aku katakan padamu," ucap Bram kepada Diman.     

Panggilan keduanya berakhir, Bram meletakkan telponnya ke meja, dia bingung kenapa bisa dia dan Diman sakit seperti dianya. Bram melihat jam tangan, dia sudah telat ke kantor dan dia harus ke rumah sakit. Bram bergerak ke garasi dia perlahan masuk ke dalam mobil dan seperti biasa pak Oyong yang mengendarai mobil untuk mengantar Bram.     

"Ke rumah sakit dulu ya, saya mau berobat dulu setelah itu baru ke kantor," ucap Bram kepada pak Oyong.     

"Baik pak, kita akan segera ke rumah sakit," ucap pak Oyong kepada Bram.     

Mobil melaju membelah diri dan langsung ke arah rumah sakit, Bram merasakan sakit di lukanya, rasa denyut membuat dia sedikit meriang dan kepalanya berdenyut.     

Tidak berapa lama, Bram sampai di rumah sakit, pintu mobil di buka oleh pak Oyong, Bram bergerak perlahan menuju rumah sakit dan menuju tempat pendaftaran, setelah mendapatkan nomor antrian Bram menunggu sampai namanya dia panggil.     

"Pak Bram." suster memanggil Bram untuk masuk ke dalam ruangan dokter.     

Bram masuk dan bertemu dokter biasa yang sering mengobati dia. Dokter yang melihat Bram datang tersenyum.     

"Sakit apa Bram?" tanya dokter kepada Bram.     

"Sakit hati, pertanyaan kamu ini, aku sakit ini hahh, coba lihat luka ini terlihat jelas dan sangat sakit, lukanya juga terlihat sangat mengerikan ini, coba lah lihat ini, dia tidak sembuh walaupun sudah aku obatin," ucap Bram kepada dokter yang menanyakan sakit apa.     

Bram menunjukkan lukanya, dia membuka pakaiannya, terlihat luka dan dokter sedikit terkejut dengan apa yang dia lihat. Bram menyerngitkan keningnya saat dokter melihat lukanya dan terkejut. Bram berdehem dan menatap ke arah dokter tersebut.     

"Marilah kita obati, kamu tidur dia sana Bram," ucap dokter kepada Bram.     

Bram langsung naik ke bankar, dia merebahkan dirinya dan melihat dokter memeriksa dirinya setelah selesai Bram bangun dan duduk kembali di kursi semula, dokter menatap ke arah Bram dan tersenyum kecut, dia bingung, luka Bram bukan luka biasa, dia bingung kalau alergi, tidak ada ulat sama sekali, ini ada ulat yang seperti tubuh orang yang sudah meninggal.     

"Kamu makan apa Bram, kenapa ada ulatnya dan aku merasakan ini sedikit aneh dan aku tidak mengerti kenapa ada ulat seperti itu," ucap dokter kepada Bram.     

"Aku tidak ada makan apapun, aku hanya makan biasa, dan itu terjadi semalam saat aku pulang jenguk sahabatku dan aku merasakan aneh, itu saja," ucap Bram yang berdusta, dia bukan menjenguk tapi dia ingin membunuh sahabatnya itu.     

"Itu yang kamu pakai itu apa? Kamu pakai jimat Bram? Untuk apa Bram, selama aku kenal kamu, kamu tidak seperti ini Bram, kenapa Bram? Apa yang membuat kamu memakai itu, itu syirik Bram," ucap dokter yang kebetulan teman Bram.     

"Itu jimat pelindung dan itu tidak mungkin aku lepaskan, aku ingin mengobati lukaku jangan kamu ceramah padaku," ucap Bram kepada sahabatnya itu.     

"Terserah kamu saja, aku hanya ingin kamu ingat tidak selamanya hal seperti melindungi kamu Bram, tapi semua aku pulangkan ke kamu saja, aku tidak ingin kamu terlalu jauh Bram, ingat usia kita tidak tahu, selama bisa kamu tobat, ya kamu tobat, apapun kesalahan kamu, minta ampun lah, dan ini obatnya, jika masih belum sembuh pergilah ke dokter kulit," jawab dokter kepada Bram.     

Bram terdiam mendengar apa yang di katakan oleh dokter kepada dirinya, Bram mengambil resep obat dan pergi dari hadapan sahabatnya itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.