Dendam Winarsih

Dia ingin Nyawa Kalian



Dia ingin Nyawa Kalian

0Mobil melaju meninggalkan kantor Bram menuju kantor Diman, hari ini keduanya ingin pergi ke sana dan ingin tahu apa yang diinginkan oleh dukun yang Sanusi katakan padanya.     

Tidak berapa lama, mobil Bram sampai di kantor Diman, dia langsung mengambil telpon untuk menghubungi Diman dan tentu saja dia langsung mencari nomor Diman.     

Tut ... tut ...     

"Bram, kamu sudah sampai di kantorku?" tanya Diman kepada Bram yang saat ini sedang bersiap untuk turun ke bawah.     

"Sudah, cepat lah sedikit, aku sudah lama menunggu kamu," dusta Bram, padahal dia juga baru sampai.     

Panggilan keduanya berakhir, Bram menunggu kedatangan Diman. Bram belum juga mendapatkan kabar di mana Nona, Bram masih memikirkan Nona, secara tidak langsung masih ada cinta buat Nona.     

"Apa sudah ketemu dengan Nona, Sanusi?" tanya Bram kepada Sanusi.     

"Belum, saya sudah mengintai mereka tapi tidak juga ada pergerakan di kantornya, mobilnya tetap di sana, apa dia lembur bos, tapi kenapa sampai sekarang mereka tidak juga muncul," jawab Sanusi kepada Bram yang bertanya sudah ketemu apa belum dengan calon istrinya.     

Klekk!     

Pintu mobil Bram terbuka, Diman masuk dan melihat ke arah Bram yang sedang berbicara dengan anak buahnya.     

"Maaf aku telat, kamu baru tiba atau sudah lama Bram?" tanya Diman.     

"Sudah dari tadi, jalan pak, ikuti kata Sanusi," jawab Bram kepada pak Oyong.     

"Baik, pak Bram," jawab pak Sanusi dengan cepat.     

Sanusi menunjukkan jalan ke arah rumah mbah Agung dia ingin mempertemukan Bram dengan mbah dukunnya itu. Cukup lama perjalanan mereka hingga menjelang malam tapi tidak sampai juga.     

"Masih jauh, kenapa belum juga sampai kita?" tanya Bram yang sedikit gelisah karena belum juga sampai ke rumah yang di tuju.     

"Sebentar lagi, kita lewati belokkan itu pak, terus sampai di depan rumahnya dan ini dia rumahnya," jawab Sanusi saat mobil Bram belok ke kanan dan terlihat rumah tepas yang sedikit menjorok ke belakang.     

Pak Oyong menghentikan laju mobilnya dan tepat berhenti di pagar bambu. Bram dan Diman melihat ke arah rumah yang Sanusi katakan, sedikit menyeramkan dan banyak pohon besar dan suara binatang malam juga terdengar.     

"Ayo bos, kita sudah di tunggu oleh mbah Agung," ajak Sanusi yang meminta Bram dan sahabatnya untuk keluar dan masuk ke dalam rumah mbah Sanusi.     

Bram dan Diman keluar setelah pak Oyong membukakan pintu dan minta Bram juga sahabatnya keluar dari mobil. Kedua keluar dan masuk ke dalam rumah, pak Oyong tidak ikut dia menunggu di mobil sambil melihat ke arah bos dan sahabatnya yang menghilang dari pandangannya.     

"Aku rasa pak Bram sudah kehilangan akal, dukun dia datangi, harusnya jika dia itu bertobat kalau punya salah, dan aku merasa kalau mobil tadi bau bangkai, seperti bangkai manusia yang sudah di kubur dalam waktu yang sebulanan gitu, duh aku jadi merinding ini," gumam Pak Oyong yang merinding kala dia mencium aroma tidak sedap di mobilnya.     

Pak Oyong yang duduk di mobil menutup kaca dia takut jika sesuatu yang dia lihat waktu itu, dia tidak peduli bau di dalam mobil, dari pada dia di bawa oleh yang waktu itu bahaya pikirnya.     

Bram yang sudah berdiri di depan rumah mbah Agung masih menunggu Sanusi mengetuk pintu rumah mbah Agung. Tidak berselang lama, pintu rumah Mbah Agung terbuka dan terlihat mbah Agung sedang menatap Sanusi dan dua orang yang dia duga bos dari Sanusi.     

"Silahkan masuk," ucap mbah Agung yang meminta Sanusi untuk masuk ke dalam rumahnya     

Bram dan Diman masuk dan melihat rumah Sanusi yang cukup mengerikan, ada kepala manusia dan berbagai macam lagi di sana. Diman mulai membayangkan jika istrinya akan di jadikan tumbal, jika itu terjadi maka dia tidak akan setuju dengan apa yang mbah Agung ini katakan.     

"Duduk dulu, saya akan kasih tahu kenapa kalian di minta ke sini," ucap mbah Agung kepada Bram dan Diman.     

Sanusi duduk di belakang bosnya, dia tidak mau menganggu bosnya dan mbah Agung. Mbah Agung menghubungi dia, untuk membawa bosnya ke sini karena ada yang penting dan sekarang dia bersama bosnya dan sahabat bosnya berada di rumah mbah Agung.     

"Bram dan Diman, apa benar itu nama kalian berdua?" tanya mbah Agung kepada keduanya.     

Bram dan Diman terkejut karena dia mendengar apa yang mbah Agung katakan, dari mana dia tahu nama Diman, kalau dia mungkin Sanusi sudah mengatakan ke mbah Agung namanya, tapi Diman kan tidak.     

Bram berbalik ke belakang dan meminta Sanusi mengatakan apa yang terjadi dan meminta penjelasan kenapa Agung, kenapa bisa tahu nama Diman. Sanusi yang di tatap dan dia tahu tatapan bos Bramnya hanya geleng kepala, dia tidak mengatakan apapun ke mbah Agung itu soal sahabatnya, dia saja tidak tahu sahabatnya bos ikut.     

"Kalian sedang sakit bukan? Aku melihat itu, kalian jangan takut, aku tidak meminta tumbal apapun, aku hanya kasihan pada kalian, yang terus di ikuti oleh hantu wanita yang menjadi masa lalu kalian berempat. Apa benar yang aku katakan itu?" tanya mbah Agung kepada Bram dan Diman.     

Diman dan Bram menganggukkan kepala ke arah mbah Agung dan tentu mereka lagi-lagi hanya bisa diam dan tidak bisa berbicara apapun, Bram memang sudah mengatakan ke anak buahnya ini tentang hantu itu dan tentu saja Sanusi yang mendengar apa yang bosnya katakan sempat takut dan dia juga sudah bertemu dengan sosok itu saat dia ingin mencari sahabat bosnya yang sakit dan di saat itu juga dia bertemu dengan hantu itu.     

"Bram, kamu oleskan ini, ini obat untuk lukamu dan ini juga buat kamu Diman, kalian ini terkena sumpah sosok itu, kalian memakai tanah kuburan dia bukan? Jadi, dia bersumpah akan membuat kalian celaka, dan menerima semua kutukan dia," ucap mbah Agung yang meletakkan di depan meja dua cup kecil untuk luka Bram dan Diman.     

"Apa yang mbah Agung katakan, luka kami ini kutukan hantu itu?" tanya Bram yang tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh mbah dukun Agung itu.     

"Iya benar, karena dia ingin nyawa kalian, kalian sudah membuat dia marah, jadi dia tidak akan memaafkan kalian, " ucap mbah Agung kepada Bram dan Diman.     

"Jadi, mbah meminta kami ke sini kenapa? Apa mau memberikan obat ini? Percuma obat ini kami ambil dan luka kami hilang tapi secara tidak langsung nyawa kami juga ikutan hilang, jadi buat apa," jawab Bram yang sudah mulai meledak karena perkataan mbah Agung, dia juga marah karena Narsih benar-benar membuat dia tidak bisa lari dari dirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.