Dendam Winarsih

Dia Nekat Dino 2



Dia Nekat Dino 2

0Semua orang yang mendengar apa yang dikatakan oleh pak ustad Mahdi mengangga, serang balik bagaimana maksudnya.     

"A-apa maksudnya itu? Serang balik bagaimana ini pak ustad? Kenapa bisa berkata seperti itu?" tanya Ian kepada pak ustad.     

Mereka takut kalau di serang balik, karena mereka tahu bagaimana dengan kejam Narsih, jika mereka di serang maka habis lah mereka.     

"Itu masih prediksi saya saja, jika itu benar, berarti harus bersiap, karena dukun itu yang mengendalikan dia," jawab pak ustad kepada semuanya.     

"Dia nekat Dino, dia tidak tahu kalau desa Salak tahu dia, dia akan di seret ke kantor polisi, dia tidak mau tobat saja, kenapa harus berbuat seperti ini. Dia tidak jera apa," ucap Paijo yang tidak habis pikir.     

"Sudah, kita kembali istirahat saja, biarkan warga desa saja yang ke rumah orang tua Narsih, dan aku yakin mereka akan melakukan hal yang terbaik untuk Narsih," ucap mang Dadang yang meminta semuanya istirahat.     

"Baiklah, kalau begitu kita tunggu kabar saja esok hari, semoga dia tidak bisa mendekati rumah orang tua Narsih ya, jika dia mendekati makam Narsih habis lah," cicit Ian yang bangun dari kursi.     

Semuanya ikut bangun dan mang Jupri kembali ke rumah dan mang Dadang mengantar mang Jupri untuk ikut kembali ke rumah. Setelah itu mang Dadang langsung mengunci pintu dan kembali ke dalam kamar.     

Paijo yang melihat Dino masih belum tidur dan masih memandang ke arah langit-langit kamarnya. Paijo membuka suaranya dan berbalik ke arah Dino.     

"Dino, apa kita salah satu target mereka ya?" tanya Paijo kepada Dino.     

"Entahlah, aku rasa kita harus lihat besok, kita harap dia tidak melakukan sesuatu yang tidak merugikan diri sendiri dan kita juga," ucap Dino.     

Paijo hanya menganggukkan kepala dan mulai menutup mata untuk melanjutkan tidurnya. Pak ustad yang mendapatkan kabar dari mang Jupri.     

Tut ... tut ...     

"Halo, pak Kades, assalamu'alaikum, pak Kades hari ini di pos ronda kah?" tanya pak ustad kepada pak Kades.     

"Halo juga pak ustad, Walaikumsalam, iya pak ustad, ada yang bisa saya bantu?" tanya pak Kades yang bingung kenapa pak ustad malam-malam menghubungi dia.     

"Begini, saya baru dapat kabar kalau ada orang kota yang mau ke makam Narsih, mungkin dia mau melakukan hal yang tidak baik, bukan suudzon, tapi bisa saja kan, coba pak Kades dan yang lainnya ke rumah orang tua Narsih, bisa kan pak Kades?" tanya pak Ustad kepada pak Kades.     

"Ya Allah, benarkah, baik, saya akan katakan pada warga untuk ke sana ya, nanti saya kabari lagi, semoga tidak ada apa-apa," ucap pak Kades yang langsung.     

Panggilan berakhir, pak Kades memandang ke arah warga yang menunggu jawaban dari pak Kades.     

"Ada apa pak, sepertinya penting sekali pak ustad telpon pak Kades di jam segini," ucap warga yang ikut ronda malam ini.     

"Katanya pak ustad, ada orang kota mau ke sini dan dia mau ke makam Narsih, kemungkinan dia mau melakukan hal yang tidak kita inginkan, jadi saya harap kita ke sana, kita harus sampaikan ke orang tua Narsih, supaya orang tua Narsih bisa menjaga makam dari hal yang tidak kita inginkan." pak Kades menyampaikan apa yang terjadi.     

"Siapa orang kota itu, apa dia dukun?" tanya warga desa yang tidak percaya ada orang kota ingin ke makam Narsih malam-malam.     

"Apa mereka mau nyekar kali pak Kades, orang kota yang membawa jasad Narsih itu bukan?" tanya warga satunya.     

"Tidak tahu, mungkin saja, tapi katanya pak ustad bukan mereka, dia tidak mengatakan mereka, ya sudah ayo kita ke sana saja, semakin cepat, semakin kita bisa tahu siapa dan melindungi warga kita walaupun sudah meninggal." pak Kades langsung bergerak diikuti warga yang lainnya.     

Mereka pergi ke rumah orang tua Narsih, yang jaraknya tidak terlalu jauh. Bram dan Diman menutup matanya sebentar, dia begitu lelah, perjalanan mereka benar-benar cukup jauh, walaupun melewati jalan tikus, tetap jauh.     

"Masih lama lagi nak?" tanya pak Oyong kepada Sanusi.     

"Sepertinya kita sudah sampai, tapi kenapa kita belum sampai ya," ucap Sanusi kepada pak Oyong.     

Pak Oyong menyerngitkan keningnya, dia bingung kenapa anak buah majikannya mengatakan harusnya sudah sampai, tapi tidak sampai juga, apa salah jalan pikirnya.     

Narsih yang berada di atas mobil Bram sengaja mengecoh kan Sanusi, dia sengaja membuat mereka tidak sampai. Mbah Agung yang melakukan ritual untuk menuntun mereka mulai kewalahan, dia tidak menyangka kalau Narsih tahu rencana dia yang ingin melakukan hal ini dan tentu membuat dia sibuk membaca mantra.     

"Dia tahu, kalau begini, akan ada yang mati, tidak-tidak aku harus buat dia menyerah, aku akan jadikan dia anak buahku, aku yakin dia akan tunduk padaku," gumam mbah Agung yang sibuk membaca mantra untuk membuat Narsih pergi dan tidak mengacaukan ritual dia.     

Narsih yang tahu ada dukun yang membacakan mantra hanya tersenyum, dia senang akan ada korban lagi dan sekarang dia harus membuat mobil ini tidak bisa jalan.     

Sanusi yang membawa mobil merasakan keanehan dan tiba-tiba mobil berhenti begitu saja. Sanusi mencoba menstater tapi tidak bisa juga.     

"Kenapa nak? Kenapa bisa tiba-tiba mobilnya mogok?" tanya pak Oyong kepada Sanusi.     

"Nggak tahu, ini kenapa bisa mogok ya," cicit Sanusi yang tidak tahu kenapa mobil bosnya mogok.     

Bram dan Diman merasakan mobil berhenti, keduanya bangun dan melihat sekeliling hanya hutan dan sepi tidak ada rumah sama sekali.     

"Kita sudah sampai ya? Tapi kenapa tidak ada rumah sama sekali? Apa desa ini sudah berubah ya?" tanya Diman yang bingung dengan lokasi yang sekarang berada.     

"Aku rasa kita belum sampai, benar itu Sanusi pak Oyong?" tanya Bram kepada kedua anak buahnya.     

"Belum, mobil berhenti dan tidak bisa apapun bos, saya juga bingung kenapa bisa mobilnya mogok bos," ucap Sanusi kepada Bram.     

"Sepertinya, kita kedatangan tamu pak Bram," cicit pak Oyong yang melihat sosok Narsih turun dari atas mobil dan menurun ke bawah.     

Bram yang mendengar apa yang dikatakan oleh pak Oyong menelan salivanya, Narsih tidur dengan wajahnya mengenai kaca mobil dan golok di tangannya. Diman yang melihat Narsih seperti itu ikut menelan salivanya.     

"Bram sepertinya kita dalam masalah ini, lihatlah, dia sepertinya mau menghabisi kita, bagaimana ini, apa kita harus menyerah saja ya," bisik Diman yang takut jika dia di bunuh.     

Sanusi yang melihat Narsih di depan kaca mobil bosnya hanya menatap penuh ketakutan. Dia berusaha menstater mobil berharap mobil bergerak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.