Dendam Winarsih

Terkutuklah Kalian



Terkutuklah Kalian

0Mang Dadang yang sudah sampai di depan Dino melihat pria itu, dia benar-benar kasihan, tidak ada salah tapi di jadikan korban. Sekarang lehernya harus berdarah karena cekikikan Narsih yang itu semua bukan keinginan Narsih.     

"Dino, kamu baik saja kah?" tanya mang Dadang kepada Dino yang di letakkan di dekat ruang solat.     

Dino menganggukkan kepala pelan, dia tidak tahu harus apa karena saat ini, tubuhnya terasa perih, Toni berlari ke belakang untuk mengambil mangkok dan diisi air, Toni yang berada di dapur mendengar suara ketukan pintu.     

Mang Jupri sudah lelah karena tidak ada satupun yang membukakan dia pintu sama sekali. Mang Jupri duduk di depan pintu dan menunggu siap yang membuka pintu belakang. Toni membuka pintu belakang, mang Jupri duduk sambil bersandar di pintu tidak tahu Toni membuka pintu dan seketika mang Jupri terjengkang ke belakang.     

Gubrakkk!     

"Aduhhh, siapa yang tega membuka pintu tanpa melihatku," cicit mang Jupri yang terjengkang ke belakang dan tentu membuat dia meringis kesakitan.     

"Ini aku mang, mamang kenapa bisa di sini?" tanya Toni yang bingung mang Jupri di sini.     

"Kamu ini, kenapa lama sekali kamu buka pintunya, aku merasakan tubuhku sakit semuanya, kamu ini tega sekali sama aku. Ada apa di dalam, sepertinya suara Narsih, apa benar itu?" tanya mang Jupri kepada Toni.     

Toni membantu mang Jupri bangun, dia meletakkan mangkok air terlebih dahulu dan langsung membantu mang Jupri. Mang Jupri yang di bantu oleh Toni melihat ada mangkok berisi air. Setelah itu Toni, mengambil mangkok kembali dan menutup pintu.     

"Ayo mang, mas Dino di cekik Narsih, dia seperti kerasukan arwah, benar kata mamang, makamnya di ganggu sama si Bram itu, sekarang dia di ruang solat, lehernya berdarah, ini saya mau bersihkan darahnya dan kami akan mengantar ke rumah sakit dekat sini, kasihan mang mas Dino." Toni berjalan menuju ruang solat dan terlihat Dino memejamkan matanya.     

"Bawa langsung saja ke rumah sakit, jangan kita tunggu lagi, lihat itu, saya takut dia kenapa-napa, " ucap mang Jupri kepada mang Dadang.     

Ian dan Paijo juga mang Dadang terkejut melihat mang Jupri yang datang. Mang Jupri yang melihat ketiganya melihat dirinya hanya mendengus.     

"Aku dengar ada suara jeritan, makanya aku ke sini, kalian tidak buka pintu jadi aku duduk di belakang sambil sekali-kali mengetuk pintu." mang Jupri mengatakan ke semuanya apa yang terjadi kenapa dia bisa di sini.     

"Ooo," jawaban mereka semuanya. Sedangkan mang Jupri yang mendengar apa yang dikatakan semuanya hanya berdehem dan mendengus kesal.     

"Sudah ayo kita bawa, Ian kamu di sini, biar mamang, Paijo juga Toni di sini. Paimin juga ikut kami, ayo cepat kita gotong dia," ucap mang Dadang.     

Mang Dadang bangun dan membantu Ian, Paijo, Paimin untuk mengotong Dino, Toni bergegas membuka pintu dan pintu mobil. Perlahan mereka masuk ke dalam mobil, Toni segera membuka pagar, setelah itu masuk kembali, dia melihat pak ustad yang sedari tadi tidak bergerak.     

Mirna yang membuka pintu mengeluarkan kepala dan memanggil Toni, dia heran kenapa Toni dan yang lainnya berisik.     

"Huist, Toni, hustt," panggil Mirna kepada Toni.     

Toni yang mendengar suara wanita memanggil dia mulai merinding, dia yang duduk membelakangi pintu kamar Ian dan duduk sebelah pak ustad hanya menelan salivanya. Mang Jupri menutup pintu dan masuk bersama Ian.     

Ian yang melihat istrinya memanggil Toni mulai mengerutkan kening, Ian mendekati Marni dan berdehem, sedangkan mang Jupri duduk di sebelah Toni dia melihat ke arah si kawan yang mengigil dan keringatan. Toni yang melihat ada mang Jupri duduk di sebelahnya mulai mendekati dirinya.     

"Mang, sepertinya aku mendengar suara wanita memanggil aku, sepertinya aku tidak tahu kenapa bisa ada suara wanita yang memanggilku ya, aku benar-benar takut, sumpah, mamang dengar tidak ada yang memanggil aku," ucap Toni kepada mang Jupri.     

Mang Jupri hanya menghela nafas panjang, dia tidak tahu apa yang terjadi dengan si Toni jelas-jelas si Marni yang manggil. Ian duduk di sebelah mang Jupri dan memandang Toni.     

"Itu istriku, jangan kamu bilang istriku hantu, paham." Ian melirik ke arah Toni yang mengatakan kalau yang bersuara wanita itu istrinya.     

Di tempat lain, Narsih sudah berada di rumah mbah Agung, Narsih benar-benar membenci dukun ini dan membuat dia ingin membunuhnya. Mbah Agung yang mengetahui Narsih di sini tersenyum kecil, dia memandang Narsih dan tentu membuat dia ingin menangkap Narsih.     

Narsih sudah menjerit dengan kencang di karenakan tubuhnya panas akibat ulah si Bram dn dukun ini.     

"Terkutuklah kalian, aku tidak akan memaafkan kalian, aku akan membunuh kalian semuanya, aku tidak akan membiarkan kalian hidup," pekik Narsih yang mengepalkan tangannya karena mbah Agung bukannya takut malah menyerang Narsih.     

"Narsih, ikutlah denganku, jangan kamu mendekati dia, pulang sekarang," ucap seseorang di telinga Narsih.     

Narsih yang mendengar suara itu mulai terkecoh, dia yang ingin menghabisi dukun yang di depannya ini pergi karena mendengar suara itu. Mbah Agung yang melihat Narsih pergi geram, dia mulai melempar kemenyan dan bunga tujuh rupa dan tentu membuat Narsih kepanasan, Narsih berada di makamnya yang sudah ramai orang dan orang tuanya pun di sana sambil menangis.     

"Akhhhh, tolong aku, aku mohon padamu," ucap Narsih yang menangis karena tubuhnya terbakar.     

Semua orang membacakan doa, Narsih melihat ustad yang bersama dengan Dino juga ikut dan seketika makam Narsih mengeluarkan asap dan meledak, semua orang berhamburan menghindari makam Narsih.     

"Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan anakku, apa yang membuat anakku seperti ini, aku tidak tahu harus apa lagi, aku merasakan kalau aku benar-benar tersiksa karena anakku di siksa, sudah cukup kalian menyiksanya, jika kalian ingin menyiksanya siksa saja aku, jangan dia," tangis ayah Narsih yang tidak tega dengan apa yang dia lihat sekarang.     

"Sudah pak, sabar, kita akan menemukan orangnya, sekarang kita akan menutup kembali tanah kuburan Narsih, kita akan mendoakan dia, semoga Narsih tenang," ucap pak Kades kepada orang tua Narsih.     

"Terima kasih atas bantuannya, jika bukan karena bapak-bapak semua kami tidak tahu apa-apa, " ucap abah Narsih yang dengan tulus.     

Pak ustad Mahdi kembali ke raganya, dia langsung pingsan, karena sudah kehabisan tenaganya dan tentu membuat dia pusing.     

Ian dan mang Jupri juga Toni terkejut saat melihat pak ustad tergeletak tidak bergerak. Ian dan Toni menepuk pelan pipi pak ustad tapi tidak ada reaksi sama sekali.     

"Pak ustad bangun pak, ya Tuhan, mang bagaimana ini, jangan-jangan dia meninggal nggak?" tanya Ian yang gugup melihat pak ustad tidak bereaksi sama sekali     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.