Dendam Winarsih

Kita Bisa Masuk Jurang



Kita Bisa Masuk Jurang

Diman mulai menggigil karena anak buah Bram tidak juga bisa dikendalikan dan tidak sadar, dia masih tetap menutup matanya rapat-rapat dan tidak peduli sama sekali pak Oyong memukul dia.     
1

"Kalian tidak akan bisa pergi ke mana-mana aku akan pastikan kalian hancur dan aku pastikan kalian akan selamat dan sampai di rumahku," seringai terlihat di sudut bibir Narsih yang membuat dia makin senang bisa membuat Bram dan Diman akan mendapatkan hukumannya.     

"Narsih, awas kamu," gumam Bram yang geram karena Narsih menghalangi jalan dia untuk ke rumahnya.     

"Bram kalau seperti ini kita bisa masuk jurang, mobilnya tidak beraturan Bram, aku tidak mau mati di sini Bram, aku takut Bram," ucap Diman yang gemetar melihat anak buah Bram masih tidak bergerak sama sekali.     

"Diam saja, jangan buat keributan, aku yakin mbah Agung akan membantu kita," ucap Bram kepada Diman.     

Bram masih berharap mbah Agung membantu mereka untuk membuat Narsih pergi dari hadapan dia dan Sanusi kembali lagi ke semula.     

Mbah Agung, mulai membaca mantra dan mulai segera membalas perlakuan Narsih dan tentu mantra yang dia bacakan membuat Narsih berteriak, Narsih menyadari kalau dukun itu sudah mulai menyerangnya dia berusaha untuk merubah situasi, dia membuat Sanusi membanting ke dalam jurang, namun dukun itu tidak membiarkan itu terjadi, dia bisa mengendalikan Sanusi hingga tangan Narsih terlepas dan Sanusi memandang ke arah pak Oyong yang menarik tangannya.     

"Eh, pak, kenapa tanganku di tarik, aku salah apa?" tanya Sanusi kepada pak Oyong.     

"Kamu sudah sadar?" tanya pak Oyong yang langsung membuat Bram dan Diman ikut melihat Sanusi.     

"Emangnya saya kenapa?" tanya Sanusi yang bingung dengan pak Oyong.     

"Kamu tadi, ke sana ke mari bawa mobilnya mata kamu terpejam dan kita hampir masuk jurang," ucap pak Oyong.     

"Ta-tapi saya tidak terpejam, saya tadi jalan lurus dan saya juga melihat kalian tidur jadi saya tidak membangunkan kalian," ucap Sanusi kepada pak Oyong dan membela diri di depan Bos Bram dan sahabatnya.     

Pak Oyong makin bingung, kenapa Sanusi mengatakan hal itu dan membuat dia makin bingung mobil kembali seperti semula. Narsih dan mbah Agung saling bertemu, raga mbah Agung di rumahnya jiwanya yang berhadapan dengan Narsih.     

Narsih hanya menatap wajah mbah Agung dengan tajam seperti pedang, Narsih tidak takut dengan mbah Agung, karena selama ini dia sudah banyak menghabisi dukun yang menghalangi dia untuk membunuh Bram dan sahabatnya.     

"Pergilah, sebelum aku membunuhmu, jika kamu tidak pergi maka jangan salahkan aku, aku akan membuat kamu tidak akan bisa kembali ke ragamu, jiwamu akan hilang Agung," jawab Narsih yang tersenyum penuh misteri dan senyum Narsih begitu menakutkan.     

"Aku tidak akan pergi, aku akan menjadikan kamu budakku, aku ingin menambah kekuatanku dan tentu membuat aku makin bisa mengalahkan dukun dan menaklukkan dunia ini," ucap Agung kepada Narsih dengan senyum smirik.     

Narsih yang mendengar dia akan di jadikan budak dukun ini hanya tersenyum, dia mulai emosi, dengan cepat dia terbang ke arah si mbah dan mulai mencengkram leher mbah Agung.     

"Jangan pernah mengatakan akan menjadikan aku budakmu, karena aku tidak akan pernah biarkan orang memperlakukan aku budak dan asal kamu tahu saja, aku hanya ingin membuat kamu mati di tanganku, aku menginginkan satu hal, pembunuhku mati dan itu yang akan terjadi saat ini, jadi jangan berani mendekati makamku jika tidak mempunyai kekuatan melawanku, sekarang aku minta kamu bawa mereka menjauhi makamku jika tidak aku sendiri yang akan menghabisi kalian," ucap Narsih dengan wajah yang menakutkan dan membuat nyali mbah Agung seketika menciut.     

Dia baru melihat Narsih, dan dia pikir Narsih bisa dia buat takut dengan ancaman, tapi tidak dia lebih kuat dari yang di sangkakan. Tapi, mbah Agung tidak takut dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sesuatu yang dia dapat dari gurunya.     

"Aku akan meneruskan apa yang sudah aku kerjakan, tidak ada yang boleh melarang aku dan kali ini kamu akan habis Narsih, menyerah dan jadi budakku atau dendammu tidak akan bisa kamu balas, pilihan ada di tanganmu akhh," ucap Agung kepada Narsih.     

"Jangan bermimpi kamu, aku tidak akan menjadi budakmu dan jangan pernah bermimpi kamu Agung, aaaaaa," teriak Narsih dengan kencang.     

Narsih mencekik dengan kuat tapi mbah Agung langsung membuat tangan Narsih terlepas dari lehernya, mbah Agung menyiramkan serbuk yang entah apa tapi serbuk itu berbau kemenyan dan kembang yang di haluskan.     

Syurrrr!     

"Aaaaa, aku bunuh kamu Agung!" teriak Narsih yang tangan dan wajahnya tersiram serbuk itu.     

Mbah Agung yang sudah terlepas dari tangan Narsih menarik nafas, dia benar-benar merasakan lehernya sakit, mbah Agung yang melihat Narsih teriak dan terbang ke sana ke mari puas, dia bisa menyingkirkan Narsih, tapi dia harus waspada karena Narsih bisa saja kembali dan menghajar dia.     

"Ini masih pemula, masih harus aku minta petunjuk dari guruku, jika tidak aku akan mati di tangan dia, aku tidak mau dia kembali lagi, sekarang tinggal mereka yang menjalankan tugasnya, aku akan mengawasi mereka jangan sampai mereka gagal lagi," ucap Agung kepada dirinya.     

Mbah Agung pergi karena dia sudah berhasil membuat Narsih menjauhi mereka, Narsih menjerit dan sampai di rumah Dino dia masuk dari atas atap kamar Dino. Dino dan yang lainnya terkejut karena Narsih masuk ke kamar seperti biasa, atap rumah Dino lagi-lagi bocor dan itu membuat pak ustad Mahdi mengangga melihat kelakuan Narsih.     

"Panas, Dino, wajahku panas Dino, akhhhh," teriak Narsih dengan kencang dan membuat Dino yang baru tidur karena mang Jupri yang membangunkan mereka dengan teriakkan dan sekarang Narsih yang melakukan hal yang sama.     

"Aku tidak bisa berkata apa-apa sekarang aku benar-benar sangat sakit kepala, ada apa lagi mbak Narsih?" tanya Paijo yang benar-benar pusing tujuh keliling.     

"Apa dia sering melakukan itu?" tanya pak ustadz yang melihat Narsih ke sana ke mari dan berakhir di lemari pakaian Dino.     

"Jangan tanyakan pak ustad, dia selalu membuat kami ganti seng dan tembok, kemarin-marin sudah tidak lagi, tapi kali ini dia melakukannya lagi," ucap Paijo yang langsung merebahkan kepalanya.     

Pak ustad tidur di kamar Dino dia meminta mang Dadang untuk tidur di kamarnya. Dino hanya memandang Narsih yang menangis dan menutup wajahnya. Dia bingung kenapa Narsih menutup wajahnya.     

"Kenapa mbak?" tanya Dino kepada Narsih.     

Narsih membuka wajahnya dan memperlihatkan wajahnya, Dino terkejut karena wajah Narsih sangat berbeda dan terlihat hangus.     

"Kenapa mbak Narsih?" tanya Dino yang kaget saat melihat wajah Narsih yang berbeda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.