Dendam Winarsih

Tabrak Dia



Tabrak Dia

0Bram yang melihat Narsih berada di depannya yang sedang merangkak dan berada di depan mereka mengepalkan tangannya. Dia geram, Narsih muncul di mana-mana dan tidak habis pikir dari mana dia tahu. Pak Oyong dan Sanusi yang melihat Narsih berada di depannya mengigil, ini kedua kalinya mereka melihat.     

"Bos, dia ingin apa bos?" tanya Sanusi kepada bosnya.     

"Yang pasti dia ingin kamu, sana keluar serahkan nyawa kamu ke dia," ucap Bram yang kesal karena pertanyaan dari Sanusi Narsih mau apa.     

Sanusi yang mendengar apa yang di katakan bosnya hanya bisa mengangga, kenapa harus dia yang di jadikan tumbal bosnya.     

"Kenapa saya bos, bukannya bos yang meminta dia incar ya, bos saja yang keluar, " cicit Sanusi kepada Bram yang membuat Bram emosi hingga menendang kursi Sanusi.     

Sanusi yang di tendang oleh bos Bram hanya bisa mendengus kesal, dia kembali mencoba dan kali ini mobil bisa kembali menyala dan terdengat Sanusi mencoba menggaskan mobilnya dan mencoba menakuti Narsih.     

"Tabrak dia, cepat tabrak dia segera, aku mau kamu tabrak dia dan patahkan tubuh dia dengan sekali gilas," ucap Bram yang memerintah Sanusi untuk segera menabrak Narsih yang masih menatap ke arah Bram.     

"Nanti dia mati bos, aku tidak mau bertanggung jawab, aku mohon jangan buat aku menjadi pembunuh bos, minta pak tua ini saja yang melakukannya," ucap Sanusi yang takut jika harus menabrak Narsih.     

"Kenapa harus saya, jangan saya, saya hanya ikut saja, kamu kan anak buahnya, saya hanya supir tidak tahu menahu," tolak pak Oyong dengan cukup keras.     

"Dia tidak mau kalau bukan kamu yang lakukan Sanusi, sudah sana tabrak dia sekarang," perintah Bram yang terus menerus meminta Sanusi menabrak Narsih yang tangannya sudah masuk ke dalam kaca dan menggerakkan ke arah Bram.     

Bram dan Diman yang melihatnya hanya menelan salivanya, dia benar-benar takut karena tangan Narsih sudah dekat dia. Bram menendang kursi Sanusi untuk segera menabrak Narsih, tapi Sanusi masih takut karena tangan Narsih dekat dengannya dan melewati wajahnya.     

Sanusi yang di tendang dari belakang kursinya mau tidak mau menggaskan mobil dengan kencang hingga Narsih yang sudah sedikit lagi sampai ke Bram dan Diman langsung tercampak dan terdengar suara kletakk dari bawah mobil sehingga mobil merasakan seperti melewati gundukkan tanah.     

"Sial, aku menabrak hantu itu," rutuk Sanusi yang terus melewati jalan tikus dan terus melaju tanpa memperdulikan apapun.     

Bram yang menoleh ke belakang untuk melihat apakah Narsih masih mengikuti mereka atau tidak, setelah terlihat aman, Bram dan Diman bisa bernapas lega, mereka bisa bebas dari Narsih.     

"Bram, kita aman kan Bram?" tanya Diman yang memandang sahabatnya.     

Bram menganggukkan kepala dan tentu membuat Bram menutup matanya, dia benar-benar merasakan hal yang menurut dia menegangkan, belum lagi harus memakai kain putih yang biasa manusia pakai saat mereka meninggal.     

"Jika bukan karena ingin mengelak dengan hantu itu, aku tidak akan mau melakukan semua ini," gumam Diman yang berbisik ke Bram agar tidak ada yang tahu.     

Diman tidak tahu kalau Sanusi sudah tahu apa yang terjadi, itu pun mbah dukun yang mengatakannya, beda dengan pak Oyong yang belum tahu, cuma dia sosok Narsih saja.     

"Tutup mulutmu, nanti mereka dengar, yang ada mereka akan mencoblos kan kita ke penjara kamu mau?" tanya Bram kepada Diman.     

Diman yang mendengar apa yang Bram katakan menganggukkan kepala, dia terdiam dan tidak mengatakan apapun. Mobil melaju menuju rumah Narsih, Sanusi merasakan matanya seperti mengantuk, dan dia memejamkan matanya. Tanpa Bram dan Diman juga keduanya tahu, Narsih berada di atas atap mobil, dia yang di tabrak kembali mengejar mobil Bram dan dia naik ke atas mobil dengan perlahan, tangan Narsih turun menembua atap mobil dan menutup mata Sanusi agar dia tidak bisa melihat dan terkesan tertidur.     

Pak Oyong yang duduk dengan tenang, merasakan mobil jalan tidak beraturan dan gerakkan mobil ke kiri dan ke kanan. dia benar-benar takut jika Sanusi akan masuk ke dalam hutan dan lebih parahnya kecelakaan, mana tempatnya sepi tidak ada satu orang pun yang melewati tempat ini.     

"Sanusi, kenapa kamu bawa mobil seperti ini, kamu ngantuk kah?" tanya pak Oyong yang curiga dengan Sanusi.     

Bram yang melihat mobil tidak beraturan mulai menepuk pelan pundak Sanusi, tapi yang ada Sanusi tidak bergerak sama sekali.     

"Eh, dia tidur atau meninggal?" tanya Bram yang tidak mendapatkan respon apapun dari Sanusi.     

"Pak, bangunin dia kenapa dia tidur," pinta Diman kepada pak Oyong.     

Pak Oyong yang di pinta untuk membangunkan Sanusi mendekati Sanusi dan menepuk pipinya tapi tidak ada respon sama sekali, nafasnya ada tapi tidak bangun juga. Pak Oyong yang wajahnya dekat dengan Sanusi karena dia ingin membangunkan Sanusi mencium aroma yang tidak sedap seperti daging terbakar dan itu dekat dengan Sanusi.     

"Pak, tercium daging terbakar tidak ya?" tanya Oyong kepada Bram.     

Pak Oyong mencoba sekali lagi untuk membangunkan Sanusi tapi nihil, malah tangannya tidak bisa lepas dari stir mobil. Pak Oyong ingin menggantikan Sanusi namun tidak bisa.     

"Kenapa bisa dia tidur seperti itu, apa dia tidak punya akal apa, tarik tangannya pak, kalau perlu potong saja, dia cari mati dengan tidur seperti itu," ucap Bram yang kesal karena Sanusi malah tidur.     

Diman yang mendengar apa yang pak Oyong katakan oleh supir Bram, ada bau daging terbakar dan aromanya sedikit hangus dan tentu membuat dia merinding, apa jangan-jangan anak buah Bram ini di kerjain oleh Narsih pikirnya lagi.     

"Bram kamu dengar tidak apa kata pak Oyong tadi, ada bau daging gitu, seperti gosong dan terbakar, apa itu bau Narsih Bram?" tanya Diman.     

Mobil Bram sama sekali tidak berhenti, dia terus jalan seperti ada sosok gaib melakuan ini. Pak Oyong pasrah dia sudah tidak bisa membangunkan Sanusi dan mencoba menarik tangan Sanusi.     

"Injak remnya saja pak, siapa tahu kita bisa menghentikan laju mobil ini, sialan siapa lagi, apa mungkin dia lagi yang menganggu kita," ucap Bram yang kesal lagi-lagi tidak sampai di tempat tujuan.     

"Pak Bram, sudah saya injak pak, tetap tidak bisa sama sekali, bagaimana ini pak Bram?" tanya pak Oyong kepada Bram yang ikut membangunkan anak buahnya.     

"Sial, kenapa dia tidak bangun juga dan kenapa remnya tidak bisa di gunakan." cicit Bram yang kesal karena Sanusi tidak juga merespon dia sama sekali.     

Gubrakkk!     

Suara dari luar terdengar jelas dan tentu membuat mereka saling pandang satu sama lain. Bram menoleh ke belakang dia ingin tahu apakah mereka menabrak sesuatu atau tidak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.