Dendam Winarsih

Aku Tidak Meninggal



Aku Tidak Meninggal

0Bram yang melihat golok yang di layangkan oleh Narsih di wajahnya hanya menelan salivanya. Dia benar-benar takut dan tidak bisa berkata apa pun.     

"Kenapa Bram? Kamu takut dengan ini, ini juga yang akan membunuh kamu, aku akan menggunakan ini untuk membunuh kalian semua, kamu sudah membuat aku menderita, kamu membuat aku tidak tenang, kamu membuat makamku menjadi incaran dukun sialan itu, aku akan buat hidupmu juga tidak tenang Bram, aku pastikan itu Bram, kamu tidak akan bisa lari dari aku Bram, aku akan membunuhmu, dengan golok ini," seringai terlihat di wajah Narsih yang membuat Bram ketakutan setengah mati.     

Narsih yang melihat Bram ketakutan tertawa, dia tertawa puas melihat wajah pria yang kejam ini ketakutan, Bram yang di tertawakan melihat sekeliling, ini mimpi, ya ini hanya mimpi, dia tidak meninggal, walaupun di bunuh oleh Narsih di sini pikirnya.     

"Bram kamu takut?" tanya Narsih kepada Bram.     

Bram yang di tanya takut atau tidak hanya geleng kepala dan menatap tajam ke arah Narsih, jelas dia ingin membuat Narsih merasa tidak berguna karena ancamannya hanya di dalam mimpi.     

"Ini hanya mimpi, kamu hanya bisa mendekati aku di dalam mimpi, dalam dunia nyata kamu tidak bisa, lihat saja, kamu tidak bisa menyentuhku, dan membunuhku, buktikan golok itu melukaiku, bukan di sini tapi di dunia nyata," ucap Bram yang kembali menyerang Narsih dan ikut tersenyum mengejek.     

"Aku akan membunuhmu Bram, ingat itu, aku akan membunuhmu, akhhhh," teriak Narsih sambil mengayuh kan golok dan srettt, sabetan di tangan Bram membuat tangannya terluka, Bram yang mendapati luka di tangannya mengerang kesakitan, dia merasakan kalau tangannya di sabet golok itu nyata, padahal ini mimpi.     

Hahahah ... Hahahahah ...     

"Bagaimana Bram sakit bukan? Ini belum seberapa, aku akan membunuhmu lagi, seperti ini," teriak Narsih dengan kencang.     

Bram yang melihat golok itu ingin menyabetnya berlari dan beruntung Bram bisa menggerakkan kakinya yang kaku tadi. Bram berlari dan terus berlari dia tidak ingin membuat dirinya bertemu dengan Narsih lagi, dia benar-benar takut.     

"Aku harus pergi dari sini, aku tidak mau dibunuh dia, akhh, ini sakit sekali, kenapa ini seperti nyata," gumam Bram yang terus berlari tanpa henti dan saat Bram berlari suara tawa terdengar cukup kencang dan itu adalah suara tawa Narsih.     

"Akhhhh, tolong aku, aku mohon tolong aku," teriak Bram dengan kencang saat tubuhnya dia angkat oleh Narsih dan tubuh Bram melayang.     

Bram berteriak kencang hingga menendang dan seketika tubuhnya jatuh ke bawah bughhhh. Bram mengerang kesakitan merasakan tubuhnya sakit. Bram meringis kesakitan dan membuka matanya, dia melihat di sekeliling ternyata dia berada di kamarnya dan cahaya matahari sudah masuk ke dalam kamarnya walaupun melalui celah gorden.     

"Aku mimpi itu lagi, tapi kenapa tanganku perih," ucap Bram yang melihat tangannya berdarah persis sama seperti tangan yang di sabet oleh Narsih di dalam mimpi.     

Bram melihat lukanya lumayan cukup besar dan perih, ranjangnya juga ada noda darahnya. Bram menghela nafas, dia harus ke rumah sakit dan menjahit luka ini, tangannya terus mengeluarkan darah. Bram bangun dan menuju kamar mandi dan tentu membuat dia harus menahan perih karena luka terkena air.     

"Ini nyata, dia benar-benar melukai aku dengan goloknya, apa jimat ini tidak berfungsi kah? Kenapa tidak berfungsi sama sekali, tapi kenapa saat di dunia nyata ini berfungsi tapi di mimpi nggak? Aku tidak boleh membiarkan ini terjadi, aku yakin ini pasti salah, dan ini pasti tidak benar, aku tidak mau dibunuh saat di dalam mimpi, aku harus cari tahu apa yang terjadi saat ini, ya, aku harus bertemu mbah itu lagi," gumam Bram dalam hati.     

Bram bergegas membersihkan semuanya dan dia melihat luka yang penuh ulat itu tertutupi dan tentu saja itu membuat Bram senang, lukanya hilang malah kulitnya seperti biasanya, hanya luka sabetan saja yang ada di tangannya.     

Bram ke luar kamar setelah berpakaian rapi dan tangannya di balut perban, walaupun darahnya tidak mau berhenti, Bram tidak peduli dia turun dari tangga dan berjalan ke bawah. Kepala pelayan yang melihat tangan majikannya luka.     

"Pak Bram, kenapa dengan luka di tangan anda, apa sebaiknya di bawa ke rumah sakit saja, sebentar saya panggil kan pak Oyong buat antar pak Bram," ucap pak Djarot kepada Bram.     

Bram duduk di kursi makan, dia melihat makanan yang sudah di hidangkan dan tentu membuat dia sedikit merasakan lapar tapi tidak nafsu makan.     

"Pak Bram, ayo saya antarkan," ucap pak Oyong yang datang bersama dengan pak Djarot.     

"Biarkan pak Bram makan dulu, ayo pak, silahkan makan atau mau saya bawa bekal saja?" tanya pak Djarot kepada Bram.     

"Iya, saya makan dulu, tangannya tidak apa bisa saya tahan," ucap Bram dengan nada pelan.     

Pak Oyong tahu kenapa majikannya seperti ini dan dia paham jika saat ini pasti memikirkan masalah hantu itu dan luka itu pasti perbuatan hantu itu yang datang ke hadapan majikannya.     

Selesai makan Bram langsung bergerak menuju keluar dia langsung masuk ke dalam mobil, Bram masuk ke dalam mobil yang lainnya karena yang satunya di cuci, Bram melihat Sanusi sedang duduk di pos bersama anak buahnya, dia belum pulang ternyata pikir Bram.     

"Pak, panggil kan si Sanusi itu, saya mau ajak dia sekalian," pinta Bram kepada pak Oyong.     

"Baik pak, saya akan panggilkan," jawab pak Oyong yang langsung menjalankan mobil dan berhenti dia depan Sanusi.     

"Sanusi, dipanggil pak Bram cepat masuk," ucap pak Oyong yang di anggukkan oleh Sanusi.     

Sanusi masuk dan melihat bos Bram menadahkan kepalanya ke sandaran mobil dan matanya tertutup, Sanusi melihat tangan bos Bram terluka dan terlihat sangat mengerikan. Pak Oyong langsung menjalankan mobil membelah jalan, dia langsung menuju rumah sakit biasa. Tidak ada yang bersuara, Sanusi maupun Pak Oyong sama-sama diam.     

"Pak, apa Sanusi sudah kamu panggil?" tanya Bram yang masih mengira kalau mereka masih di rumah.     

"Sudah pak, dia di sebelah saya dan kita juga sudah sampai pak," ucap pak Oyong kepada Bram yang membuka matanya, dan melihat kalau sudah masuk ke rumah sakit yang terdekat dengan rumahnya.     

Mobil masuk ke dalam area parkir rumah sakit dan langsung parkir ke rumah sakit. Pak Oyong membuka pintu untuk Bram. Bram keluar bersama dengan Sanusi, keduanya berjalan dan langsung masuk ke dalam rumah sakit. Di dalam rumah sakit, Bram langsung ke IGD bertemu sahabatnya, dia memperlihatkan luka sabetan golok.     

"Kamu kenapa bisa seperti ini Bram? Apa kamu di rampok?" tanya dokter yang berada di ruang IGD.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.