Dendam Winarsih

Sepertinya Mengerikan



Sepertinya Mengerikan

0Sanusi yang duduk di luar melihat pintu kamar bosnya, dia tidak masuk karena si mbah yang meminta dia tidak masuk dan dia pun tidak mau masuk juga karena di kamar aromanya tidak sedap dan terlihat mengerikan.     

"Sanusi, ini mangkok airnya, silahkan di ambil," ucap pak Djorgi kepada Sanusi.     

"Bapak ketuk saja pintunya, dan serahkan ke mbah Agung di dalam," ucap Sanusi kepada kepala pelayan itu.     

"Baiklah, akan saya kasih kan ini duku," jawab pak Djorgi kepada Sanusi dan langsung pergi dari hadapan Sanusi.     

Sanusi tidak mau untuk membawa mangkok tadi alasannya masih sama, dia tidak sanggup lagi untuk melihat semuanya dan dia berpikiran sepertinya mengerikan sekali luka di tubuh bosnya itu.     

Sanusi melihat pelayan bosnya mengetuk pintu kamar bosnya dan tentu saja dia tidak mengerti kenapa dia tahan dengan aroma itu. Mbah Agung mendengar ketukan pintu kamar Bram, mbah Agung berjalan membuka pintu kamar Bram, mbah Agung terkejut saat membuka pintu, karena bukan Sanusi yang membawakan air yang dia minta tapi pelayan yang membawa mereka ke atas.     

"Ini mbah, airnya," ucap kepala pelayan kepada mbah Agung.     

"Mana Sanusi? Kenapa dia tidak yang mengantarnya?" tanya mbah Agung kepada pelayan rumah Bram.     

"Saya tidak tahu, karena dia yang minta ke saya untuk mengantar langsung ke Anda. Apa ada lagi yang perlu saya bawakan?" tanya kepala pelayan Bram lagi.     

"Tidak, terimakasih," ucap mbah Agung kepada pak pelayan.     

Kepala pelayan juga menganggukkan kepala dan langsung pergi dari hadapan mbah Agung. Mbah Agung melihat Sanusi duduk dan mulutnya mengoceh, mbah Agung geleng kepala, dia tahu kenapa dia tidak mau masuk.     

Mbah Agung masuk kembali dan langsung bergerak ke dalam dan menutup kembali pintu kamar Bram, dia berjalan menuju ranjang Bram, dia melihat Bram sudah membuka pakaiannya dan dia mendekati Bram dan meletakkan air yang di dalam baskom tadi.     

Mbah Agung mencampurkan kemenyan dan bunga di dalam baskom yang ada airnya, Diman juga ikut membuka pakaiannya, dia bernasib sama dengan Bram. Kedua orang itu benar-benar bernasib sial, luka di tubuh mereka membuat mereka harus merintih kesakitan.     

"Kalian tahan sedikit, ini sangat sakit, tidak apakan saya siram ini ke tubuh kalian dan akan membuat ranjang kamu kotor dan basah," ucap mbah Agung kepada Bram.     

"Tidak apa, saya tidak masalah, nanti bisa saya buang ini semuanya," ucap Bram kepada mbah Agung.     

"Baiklah, saya akan segera melakukan pengobatan ini, semoga kalian sembuh dan tidak kambuh lagi," ucap mbah Agung kepada keduanya.     

Mbah Agung mulai membacakan mantra, guru mbah Agung juga ikut membacakan mantra untuk membantu anak muridnya, dia membacakan mantra agar obat tadi bisa menyembuhkan luka dari tubuh pasien anak muridnya itu.     

Mbah Agung menaburkan obat ke tubuh Bram dan Diman sembarangan, serbuk itu mulai berjatuhan ke tubuh ke duanya, Bram dan Diman merasakan serbuk itu mulai menusuk kulitnya, seperti tusuk kan pisau yang sangat tajam dan tentu membuat dia mengigil dan keringat dingin.     

"Akhhh, sakit mbah, kenapa seperti pisau aku rasakan tubuhku ini, aku benar-benar sakit," erangan Bram sangat sakit dan membuat dia tidak berdaya sama sekali.     

"Sakit mbah, sangat sakit, aduh sakit sekali rasanya tubuhku ini," ucap Diman yang meringis dan menggeliat di kasur Bram, dia menitikan air matanya karena menahan rasa sakit di tubuhnya.     

"Tahan sedikit, kita akan mulai," ucap mbah Agung yang memercikkan air yang sudah ada kemenyan dan bunga tujuh rupa, dia langsung membaca mantra dengan cepat hingga membuat lampu di kamar Bram kelap kelip dan semua barang bergerak ke sana ke mari.     

Mantra yang mbah Agung ucapkan membuat Bram makin kesakitan, mbah Agung juga menaburkan obat mujarab tadi ke tubuh Bram dan sahabatnya itu.     

Sanusi yang mendengar suara teriakkan dari bosnya dan temannya merinding, dia tidak menyangka kalau suara kesakitan bosnya itu membuat dia seperti berada di dekat sosok hantu itu, dia merasakan jika dia dalam masalah saat mendengar suara bosnya itu.     

"Apa sesakit itu kah pengobatan mereka?" tanya Sanusi kepada dirinya sendiri.     

Sanusi melihat pelayan yang tadi membawakan dia minum, bukan hanya untuk dia tapi untuk mbah Agung juga.     

"Ini untuk mbah Agung ya, silahkan di minum," ucap kepala pelayan Bram yang menunduk dan langsung pergi dari hadapan dia.     

Sanusi menganggukkan kepala, pelayan itu lewat saja di depan kamar Bram, dia tidak terkesan ingin cari tahu, malah terlihat dia cuek dan tidak ada respon sama sekali.     

Di bawah, kepala pelayan tadi langsung ke dapur, dia tidak menyangka kalau kamar majikannya akan berbau, kepala pelayan menahan diri untuk tidak mual atau muntah, sampai lah dia di dapur. pelayan yang lain melihat kepala pelayan yang wajahnya pucat dan tidak bersemangat.     

"Kenapa?" tanya pak Oyong kepada rekannya itu.     

"Apa sakit majikan kita, kenapa seperti itu, anak buahnya saja tidak sanggup untuk mengantarkan baskom ke dalam, apa lagi aku, yang tahan hanya mbah itu," ucap pak Djorghi kepada pak Oyong.     

Pak Djarot yang datang menghampiri keduanya yang sedang berbicara, hanya ketiganya saja yang berbicara tidak ada siapapun di tempat itu.     

"Kalian bahas yang tadi kah?" tanya pelayan tersebut.     

"Iya, kamu tidak tercium tadi?" tanya pak Djorghi kepada pak Djarot.     

Pak Djarot geleng kepala, dia tidak tahu karena dia hanya mengantarkan dan meminta pak Djorghi yang membawa baskom air karena perintah dia.     

"Apa yang terjadi dengan pak Bram? Dia sakit parah kah?" tanya pak Djarot kepada keduanya.     

"Iya, dia kedatangan tamu dan aku rasa dia melakukan pengobatan dari dukun, dan aroma menyan tercium dan parahnya aroma busuk juga ada di dekat situ, aku saja menahan nafas walaupun sekali-kali kelepasan juga, merinding aku. Oyong, kamu kan selalu bersama pak Bram, apa yang terjadi?" tanya pak Djorghi kepadanya.     

Pak Djarot dan pak Djorghi memandang ke arah pak Oyong, dia tidak tahu harus apa saat ini, dia ingin sekali mengatakannya tapi itu tidak pantas buat dia membuka aib majikannya.     

"Aku emang supir yang ikut ke mana dia, tapi nggak semua aku tahu urusan pak Bram, aku kan berada di parkiran, dan duduk di mobil jika dia meeting dan sebagainya, kalau kalian mau tahu ya tanya lah sama pak Bramnya," jawab pak Oyong.     

Pak Oyong benar-benar tidak ingin mengatakan ke mereka berdua yang ada dia akan habis, dia tahu betul keduanya ini tidak bisa simpan rahasia dan keduanya suka mengadu demi kekuasaan di rumah ini, jadi lebih baik dia diam saja, sambil memikirkan caranya pergi dari rumah ini.     

Rumah ini tidak sehat karena banyak orang yang saling sikut dan juga majikannya juga kejam, karena suka mencelakakan orang salah satunya sahabatnya mang Jupri, dari situ dia berwaspada dan tidak mau terlalu banyak bicara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.