Dendam Winarsih

Jangan Suka Cari Muka



Jangan Suka Cari Muka

0Pak Oyong yang mendengar apa yang dikatakan mbah Agung bergegas menahan mbah Agung, dia tidak mau pak Bram marah pada mereka semuanya.     

"Mbah, ayo saya tunjukkan kamar, setelah itu mbah bisa makan, dan mereka akan siapkan, Sanusi temani mbah ke kamarnya, kalian tunjukkan ke arah mbah dan Sanusi di mana kamarnya, cepat jangan lihat dia," bentak pak Oyong yang tidak suka melihat pelayan melihat ke arah kepala pelayan yang entah sejak kapan bisa berkuasa.     

Kepala pelayan yang melihat pak Oyong yang supir majikannya membentak pelayan lain hanya bisa menatap tajam ke arah pak Oyong, dia tidak suka sama sekali dengan apa yang pak Oyong katakan.     

Pelayan yang di bentak langsung melakukan apa yang pak Oyong katakan, dia mengantar mbah Agung ke kamar tamu, pak Oyong tahu siapa mbah Agung itu, dia tahu betul jika apa yang mbah Agung katakan benar, jadi dia mengatakan hal itu ke mereka.     

"Baiklah, sekarang kalian siapkan makanan dan nanti jika pak Bram bangun kalian langsung siapkan, dan jangan suka cari muka, jika kalian tidak tahu siapa dia," ucap pak Oyong yang pergi meninggalkan mereka semuanya dengan pandangan sulit di artikan.     

Kepala pelayan yang mendengar apa yang di katakan oleh pak Oyong dan tentu membuat dia heran siapa orang yang datang itu.     

"Pak siapa yang pak Oyong maksudkan, itu kan orang yang obati pak Bram saja kan, bukan hal yang penting juga kan?" tanya pak Djarot kepada pak Djorghi.     

"Saya tidak tahu, karena itu bukan urusan saya, nanti saya yang di sangka iri, kamu harus kerja sana," ucap pak Djorghi kepada pak Djarot.     

Pak Djarot terdiam mendengar apa yang dikatakan kepala pelayan itu, dia tahu jika kepala pelayan itu marah karena dia tidak menjadi orang kepercayaan lebih oleh pak Bram.     

Di kamar tamu, mbah Agung masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sanusi duduk di kursi yang ada dekat jendela, Sanusi melihat pengawal Bram yang berjaga di sana termasuk anak buahnya yang duduk di pos.     

Tidak berapa lama, mbah Agung keluar, dia sudah tidak terlihat segar, Sanusi melihat mbah Agung yang sudah terlihat lebih segar dari biasanya.     

"Mbah kita makan dulu atau bagaimana?" tanya Sanusi kepada mbah Agung.     

"Saya ikut saja, saya lihat pelayan di sini tidak jauh beda dengan pemiliknya, arogan, padahal hanya pelayan, tidak ada tata kramanya," ucap mbah Agung kepada Sanusi.     

"Tapi, bos Bram tidak seperti itu, dia banyak masalah karena arwah itu tapi dia tetap baik dan tidak arogan," ucap Sanusi lagi.     

"Mungkin dia ingin di lihat baik di mata bosnya, sudahlah jangan buat mereka mendapatkan masalah, kita kan tahu jika semua manusia sama," jawab mbah Agung memandang Sanusi.     

"Mbah sendiri kenapa masih mau jadi dukun?" tanya Sanusi kepada mbah Agung yang memandang kamar mewah Bram.     

"Saya juga tidak tahu, mungkin pilihan, kenapa kamu tanya? Mau jadi dukun juga kah?" tanya mbah yang menawarkan Sanusi untuk menjadi dukun.     

Sanusi geleng kepala, dia ingin seperti orang biasa, semoga itu terjadi pikirnya. Sanusi menatap mbah Agung dan langsung bangun dan menatap mbah Agung.     

"Mbah makan dulu, ayo saya temani," ajak Sanusi kepada mbah Agung yang dia tahu pasti si mbah sudah lapar.     

"Iya, ayo lah, saya mau cek lagi, siapa tahu luka mereka sudah sembuh jika tidak saya akan obati dia lagi," jawab mbah Agung kepada Sanusi.     

"Harus di lihatin terus dan di obatin ya? Jika memang seperti itu, butuh obat berapa banyak lagi mbah?" tanya Sanusi yang bingung kenapa harus melakukan obat lagi, apa tidak bisa langsung sembuh pikirnya.     

"Karena lukanya bukan luka biasa dan tidak mungkin bisa di sembuh dengan sekejap mata, sudah lah, ayo kita pergi sekarang, saya rasa mereka sudah bangun, mungkin, jika tidak saya akan ritual lagi, jangan lupa mangkok seperti tadi ya, bawakan jangan yang lain yang bawa," ucap mbah Agung kepada Sanusi.     

Sanusi hanya menggaruk kan kepala, dia tidak mau bawa karena aroma kamar bos Bram tidak enak untuk dihirup, jadi dia meminta pelayan di sini.     

Ke duanya berjalan menuju meja makan dan pelayan menundukkan ke arah mbah Agung, pak Oyong ada di sana dan berbicara dengan pelayan lain. Ketua pelayan memandang ke arah Sanusi dan mbah Agung, dia curiga kenapa majikannya meminta orang lain mengobati dia, bukannya dulu majikannya selalu ke rumah sakit, tapi sekarang kenapa harus orang ini, ada apa ini sebenarnya.     

"Silahkan, makan dulu mbah," ucap pak Oyong yang mempersilahkan mbah Agung menikmati makanan yang sudah di siapkan.     

"Terima kasih, bapak ini tidak makan? Ayo makan bersama," ajak mbah Agung kepada pak Oyong.     

"Tidak apa, saya nanti saja, Sanusi makan sekalian, temani mbah Agung sana," pinta pak Oyong kepada Sanusi.     

Sanusi segan karena meja ini pasti tempat makan bos Bram, dia hanya anak buah, dan banyak yang melihatnya. Dia geleng kepala, karena biar dia makan di belakang saja, biar mbah Agung saja yang makan dia menunggu di samping saja.     

"Saya nanti saja, kita makan bersama saja pak Oyong, setelah saya bantu mbah, soalnya mbah mau lihat bos Bram dan obati bos Bram," jawab Sanusi kepada pak Oyong.     

Pak Oyong menganggukkan kepala mendengar apa yang di katakan oleh Sanusi. Mbah Agung mau tidak mau makan sendiri, setelah selesai mbah Agung melirik ke arah Sanusi, Sanusi yang tahu artinya langsung meminta pelayan yang tadi membawakan baskom dan air.     

"Pak Djarot, bisa bawakan baskom air seperti tadi tidak? Saya minta tolong ya," pinta Sanusi lagi kepada pak Djarot.     

"Baik, Sanusi, saya ambilkan, apa di antar ke tempat tadi?" tanya pak Djarot kepada Sanusi yang di sana ada mbah Agung.     

"Tidak apa, saya saja yang bawa, " jawab Sanusi kepada Pak Djarot.     

Pak Djarot pun menganggukkan kepala dan bergegas mengambil mangkok dan mengisi air di dalam baskom, setelah itu dia bergegas menyerah kan ke Sanusi.     

"Terima kasih banyak, nanti saya akan minta tolong lagi ya," ucap Sanusi lagi.     

"Iya Sanusi, nanti panggil saya saja," jawab pak Djarot dengan cepat.     

Dia tidak mau majikannya tahu jika dia tidak menuruti tamu majikannya, yang ada dia di pecat, walaupun sudah lama kerja di sini, bisa saja majikan memecat dia.     

Sanusi dan mbah Agung naik ke atas untuk melihat Bram dan Diman, sampai di pintu kamar Bram, Sanusi menyerahkan mangkok mbah Agung.     

"Kamu di sini saja kan, nanti saya akan minta bantuan kamu, di tas saya ada barang lain, jika luka bos kamu tidak sembuh ambilkan sesuatu di dalam tas saya," jawab mbah Agung kepada Sanusi yang di balaskan anggukkan oleh Sanusi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.