Dendam Winarsih

Mau Apa Dukun Itu



Mau Apa Dukun Itu

0Narsih tidak suka jika ada yang mau mengusik dirinya, dia akan terus menghabisi siapa yang ingin mengambil rambut atau apapun yang ada di tubuhnya dia akan menghabisinya.     

"Aku ingin pulang, apa bisa aku pulang, apa tidak diikuti oleh mbak tadi?" tanya rekan pria yang meninggal tadi.     

"Pergilah, jangan ke sini lagi, yang ada kamu akan habis di sini kami hajar, ingat jangan dekati dukun itu dan jangan mau di suruh mengambil apapun di tubuh mbak si Dino, tapi tadi peluru mengenai siapa? Dino kamu kena tembak tidak?" tanya Ian kepada Dino yang membalikkan tubuh Dino ke sana ke mari.     

"Aku tidak kena, soalnya meleset tembakan dia dan mbak Narsih langsung menghajar dia," ucap Dino yang berbalik naik ke angkutan umum.     

Rekan pria yang meninggal langsung berlari ke mobil dan mereka langsung pergi meninggalkan tempatnya yang menjadi tempat rekan mereka meninggal.     

"Ayo kita pergi, Dino, siapa yang membangunkan pak supir, yang ada kita jadi tersangka jika dia kenapa-napa di sini," ucap Ian kepada Dino yang sudah masuk ke dalam angkutan umum.     

"Kita harus apa sekarang? Apa kita bangunkan mas?" tanya Paimin ke Paijo.     

"Iya kita bangunin, karena kita mana mungkin bawa angkutan ini," sambung Paijo lagi dan menepuk pelan pipi pak supir.     

Paimin menganggukkan kepala dan ikut masuk ke dalam mobil angkutan umum menunggu Paijo membangunkan pak supir. Pak supir yang ditepuk pelan pipinya terbangun dan mengerjapkan matanya.     

"Apa yang terjadi ya?" tanya pak supir yang sudah tersadar dari siumannya.     

"Tidak ada, ayo pak kita pulang," jawab Dino lagi dengan senyuman mengembang.     

Pak supir menganggukkan kepala dan mulai menstater mobil dengan cepat dan tentunya dia tidak banyak komentar. Mobil melajukan ke arah yang di tunjuk oleh Dino.     

Tidak berapa lama mobil berhenti di rumah Dino dan Dino memberikan uang lebih ke pak supir yang sudah mau membantu mereka.     

"Terima kasih ya," ucap pak supir kepada Dino dan yang lainnya.     

"Sama-sama, kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak juga, maafkan kami merepotkan bapak," ucap Dino mengakhiri percakapan.     

Dino masuk ke dalam rumah bersalah ke dalam rumah, mereka lelah karena harusnya bisa cepat pulang ini harus menghadapi orang suruhan dukun, entah suruhan Bram dia juga tidak tahu.     

Crklekkk!     

"Assalamu'alaikum, kami pulang," salam Ian yang lemah dan masuk serta duduk di sebelah mang Dadang.     

"Kalian kenapa? Kalian di kejar anak buah Bram lagi kah?" tanya Mang Dadang kepada mereka semuanya yang masuk ke rumah dengan wajah lesu.     

"Kami akan cerita, tapi kami mau pergi dulu ya," ucap Ian yang bangun dan berjalan gontai ke arah kamar untuk mandi.     

Mang Dadang pun menganggukkan kepala dan membiarkan mereka untuk mandi dan makan tentunya. Mang Jupri masuk dari belakang bersama dengan bibi Sumi dan Nona duduk di ruang tamu, mereka melihat rumah sepi.     

"Apa anak-anak itu belum pulang?" tanya mang Jupri ke mang Dadang.     

"Sudah, mereka mandi, tuh dia, kenapa Jupri?" tanya mang Dadang yang heran kenapa mang Jupri menanyakan Dino dan yang lainnya.     

"Tadi, sahabatku si Oyong telpon katakannya Bram dan sahabatnya Diman sedang sakit di rumah dan dia di obati oleh mbah Agung, katanya yang bawa anak buahnya, entahlah, aku tidak tanya secara langsung, kenapa, karena aku yakin dia pun tidak tahu sakit apa si Bram itu," ucap mang Jupri.     

"Narsih sudah bilang kalau mereka kena kutukan karena tanah yang mereka ambil di jadi kan jimat, tapi hanya Bram yang kena dan sahabatnya yang satunya si Diman tapi, tidak dengan yang lainnya," jawab Dino yang tiba-tiba keluar dari kamar menuju dapur untuk masuk ke kamar mandi.     

Mang Jupri dan mang Dadang juga pak ustad Mahdi langsung memandang ke arah Dino yang bicara numpang lewat saja. Bibi Sumi dan Nona hanya geleng kepala melihat Dino bicara setelah itu berlalu.     

"Makanya kan, kita tunggu mereka dulu, jangan tanya dulu yang ada seperti itu kelakukan dia," kekeh mang Dadang ke mang Jupri.     

Cukup lama mereka berbincang akhirnya mereka berkumpul, Mirna membuatkan air dan meletakkan di meja. Mirna duduk sebelah Ian dan mendengar apa yang di katakan oleh mereka semuanya.     

"Kalian jadi ke rumah sakit?" tanya mang Dadang kepada Dino dan yang lainnya.     

"Kami jadi ke rumah sakit dan kami juga langsung menemui keduanya, jimat mereka sudah tidak ada dan mereka akan mengakuinya, kami juga di halangi entah itu anak buah Bram atau tidak saya juga tidak tahu yang penting mereka katanya mau ambil rambut Narsih, dan tentu ada korbannya, hanya satu orang, sisanya takut," jawab Dino dengan jelas.     

"Rambut? Kenapa selalu rambut Narsih yang mau di ambil oleh mereka, apa ini dukun yang bersama dengan Bram saat ini, untuk mengobati Bram dan sahabatnya itu? Terus, apa mereka kasih tahu kalau Bram dan sahabatnya yang melakukan itu?" tanya mang Jupri dengan wajah yang ketidak percaya dia, kenapa rambut Narsih yang di inginkan.     

"Dukun katanya, kami juga tidak tahu mang, lagian aku juga heran mau apa dukun itu dengan rambut Narsih, kan lebih baik dia jangan ikut campur, yang ada dia akan celaka, lihat saja tadi, Narsih menunjukkan siapa dia, apa dia mau dibunuh juga?" tanya mang Dadang yang tidak habis pikir kenapa bisa dukun ikut campur lagi.     

"Entahlah, kita tunggu saja Narsih datang, tadi habis menghajar pria itu dia pergi, sepertinya itu untuk ilmu dukun itu, dan Bram di manfaatkan oleh dukun itu," jawab Dino meminta mereka menunggu Narsih karena dia yakin Narsih pasti memberitahu mereka.     

"Itu lah yang harus kita tunggu, karena mana mungkin kan kita cari dukun itu, yang ada kita habis di hajar dukun itu," jawab Ian yang di anggukkan oleh Paijo.     

"Dukun itu juga yang waktu itu saya lawan, dia mungkin meminta gurunya yang datang, tapi nggak tahu juga," jawab pak ustad Mahdi ke semuanya.     

Dino diam dan mencoba untuk mencerna apa yang dikatakan oleh pak ustad. Mang Dadang melihat Narsih ke luar dari kamar dan berdiri dengan kepala di tangannya.     

"Akhhhh," teriak Mirna dan seketika dia pingsan di sebelah Ian.     

"Eh, dia pingsan, duh kamu ini, kenapa takut sekali dengan mbak manis Dino ini ya," ucap Ian yang pasrah karena Mirna pingsan.     

"Bawa saja dia, aku yakin dia lelah," pinta mang Dadang ke Ian untuk membawa Mirna ke kamar.     

Ian menganggukkan kepala dan langsung mengangkat Mirna ke dalam kamar. Mang Dadang melihat kepala yang di bawa oleh Narsih dan itu membuat Narsih melemparnya ke kaki Paijo.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.