Dendam Winarsih

Maafkan Kami Abah Mak



Maafkan Kami Abah Mak

0Dina diam dan tidak bisa berkata apa-apa dia hanya ingin segera sampai dan bertemu dengan keluarga korban pembunuhan dia tidak ingin berlarut lama-lama dan tentu saja dia ingin segera bersama suaminya.     

Perjalanan keduanya akhirnya sampai ke desa Salak, cukup lama perjalanan yang mereka tempuh, sampai di desa Salak pak ustad berhenti di masjid dia menunaikan ibadah solat magrib, karena perjalanan mereka sampai di desa magrib, sekalian pak ustadz ingin bertanya ke warga desa Salak di mana rumah keluarga Narsih.     

"Maaf bapak-bapak, saya menganggu ini, mau tanya rumah Narsih di mana ya?" tanya pak ustad kepada warga yang selesai solat duduk menunggu waktu isya.     

"Oh, rumah abah Narsih, itu orangnya, dia di sini sebagai bersih masjid, tuh di sana dia, samperin saja," ucap warga yang menunjuk ke arah abah yang duduk di sudut sambil membaca alquran.     

Pak ustad menundukkan kepala kepada warga yang dia tanyakan di mana rumah Narsih. Pak ustad melihat pria sepuh yang mengaji dengan suara khasnya.     

"Assalamu'alaikum, dengan abah Narsih kah ini?" tanya pak ustad kepada abah yang tengah duduk.     

Abah yang mendengar ada yang mengucapkan salam dari dirinya, abah langsung mengangkat kepalanya dan tersenyum.     

"Walaikumsalam, silahkan duduk," sapa abah dan mempersilahkan pak ustad duduk.     

Pak ustad duduk dan tersenyum kepada abah Narsih yang melihat dirinya. Pak ustad berdehem sebelum dia mulai mengatakan apa yang akan dia katakan.     

"Begini, saya mau katakan ke abah, kedatangan saya ke sini karena ingin mengatakan sesuatu, jika ada yang mau bertemu dengan abah, anak kami yang bernama Dina ingin apa ya, ingin bertemu secara langsung ke abah dan istri abah, apa bisa setelah solat ini kita ke rumah abah?" tanya pak ustad kepada abah.     

"Oh, bisa, ada apa ya, apa kami ada salah dengan anak bapak? Atau apa ya?" tanya abah yang mulai cemas karena pak ustad mengatakan hal itu ke dirinya.     

"Baiklah kalau bisa, saya senang dengarnya, tidak ada apa-apa, hanya mau silahturahmi saja dan mengatakan hal yang penting, saya harap abah bisa paham nantinya dan memaafkan kami nantinya," jawab pak ustad dengan pelan dan lembut.     

"Baiklah, saya akan bawa bapak dan anaknya ke rumah saya, kebetulan solat isya akan berkumandang, jadi kita bisa ke rumah saya pas solat selesai ya," ucap abah ke pak ustad yang di anggukkan oleh pak ustad.     

Lama menunggu, pak ustad dan abah langsung bersiap solat isya. Dina yang menunggu di dalam mobil bersama si mbok cemas dia takut jika abah Narsih tidak menerima dia.     

Selesai solat, keduanya langsung pergi dari masjid, abah Narsih mengambil sepeda dan bergerak ke rumahnya yang tidak jauh dari masjid, mobil pak ustad mengikuti abah Narsih dan tidak berapa lama abah masuk ke dalam rumahnya yang sangat sederhana.     

"Ayo nak Dina, kita masuk, kamu sudah siapkan menerima apapun itu kan?" tanya pak ustad kepada Dina yang sudah siap untuk turun dari mobil.     

Abah Narsih sudah berdiri di depan pintu menunggu tamunya turun, Emak Narsih sudah membuka pintu rumah dan melihat abah berdiri dan melihat ke arah mobil.     

"Bah, siapa itu?" tanya emak ke Abah.     

"Itu, ada yang mau bicara ke kita, tapi kenapa belum masuk ya, apa tidak suka ya dengan rumah kita ini ya?" tanya Abah ke Emak yang tentu saja tidak bisa dijawab emak.     

"Entahlah, emak nggak tahu, masuk dulu saja, nanti kalau dia mau masuk ya masuk," jawab emak yang masuk di susul oleh abah.     

Pak ustad yang melihat abah Narsih sudah masuk ke dalam memandang Dina yang masih ragu dia takut tidak bisa menerima permintaan maaf dia.     

"Insya Allah dia tidak akan marah, kalau pun dia marah itu sudah hal yang pasti terjadi, jadi terima konsekuensinya nak," ucap pak ustad ke Dina.     

"Baiklah, kalau begitu kita akan masuk pak, saya sudah siap." Dina keluar di susul oleh pak ustad.     

Si mbok menunggu di mobil, begitu juga pak supir ke duanya tidak mau mendengar apa yang majikannya katakan ke tuan rumah yang majikannya datang.     

Dina dan pak ustad langsung berjalan ke arah rumah dan mengucapkan salam ke abah dan emak yang sudah menunggu mereka di dalam.     

"Assalamu'alaikum, permisi, abah dan emak," ucap Dina dan pak ustad yang berdiri di depan pintu.     

Abah dan emak menghampiri tamu mereka dan tersenyum melihat tamunya datang. Keduanya mempersilahkan keduanya masuk.     

"Silahkan, masuk pak, nak, rumah kami sederhana sekali," ucap abah yang mempersilahkan keduanya masuk dan duduk.     

"Iya tidak apa, sederhana tapi nyaman pak, maaf ganggu malam-malam abah dan emak nih," jawab pak ustad kepada abah dan emak.     

"Tidak apa, silahkan duduk jangan sungkan," jawab abah sekali lagi yang gugup karena mereka tidak tahu apa yang akan tamunya katakan.     

Dina melihat sekeliling rumah, dia melihat foto hitam putih di dinding rumahnya abah yang terlihat jelas oleh Dina, dia berpikir kalau itu adalah anaknya yang dibunuh suaminya dan sahabatnya.     

Dina menangis tiba-tiba karena tidak sanggup mengatakannya. Pak ustad tahu bagaimana sedihnya Dina saat ini, terlebih lagi melihat foto wanita muda yang di dinding.     

"Maafkan kami abah, emak, maafkan kami," jawab Dina langsung ke abah dan emak dengan tulus dan berurai air mata.     

Dina berlutut di depan emak dan abah Narsih, dia benar-benar tidak kuasa bila mengingat suaminya, dia terlalu banyak melupakan suaminya yang mempunyai beban hidup dan di kejar rasa bersalah yang teramat dalam hingga dia seperti itu. Dia juga tidak menyangka jika kepergiaan waktu itu membuat terakhir dia melihat mata suaminya yang memohon untuk jangan pergi.     

Tapi, dia malah pergi dan meninggalkan suaminya sendirian dan sekarang dia malah menerima kenyataan bahwa suaminya pembunuh di masa lalunya dan sekarang tidak sadarkan diri antara hidup dan tidak.     

"Eh, ada apa ini, bangun dulu nak, jangan seperti ini, kami tidak tahu kenapa kamu seperti ini, kita bisa bicara baik-baik kan, jangan seperti ini ya," ucap abah kepada Dina.     

"Ayo nak, bangun sekarang, kita bicaranya baik-baik saja, jika ada salah kita akan bicarakan jangan seperti ini ya," ucap emak lagi ke Dina.     

Dina di tarik untuk duduk di sebelah emak, emak tahu kalau Dina pasti berat menanggung apa yang terjadi, emak memperlakukan Dina seperti anaknya, dia mengingat anaknya yang sudah meninggal karena di bunuh.     

"Ada apa ini pak, nak, katakan pada kami terus terang, insya Allah kami akan terima apapun yang kalian katakan," jawab abah dengan tenang.     

"Suami saya yang membunuh anak abah dan emak," jawab Dina langsung tanpa jeda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.