Dendam Winarsih

Kami Ikhlas Nak



Kami Ikhlas Nak

0Duarrr!     

Abah dan emak yang mendengar apa yang di katakan oleh tamunya terdiam, mereka masih mencerna apa yang dikatakan tamunya, dia tidak tahu harus apa saat ini, apakah mereka mimpi atau apa dia tidak tahu.     

"Kamu bilang apa tadi nak, suami kamu bunuh anak kami bagaimana? Bukannya anak kami sudah meninggal cukup lama nak, tapi pembunuhnya tidak ketemu, tunggu, jadi kamu katakan kalau suami kamu lah yang bunuh anak saya waktu itu iya?" tanya abah yang baru sadar dengan apa yang di katakan tamunya.     

Dina menganggukkan kepalanya dengan cepat dia tahu kalau semuanya harus dia ungkapkan dengan jelas karena dia ingin beban suaminya tenang dan apapun yang terjadi dia akan terima dengan tenang.     

"Kenapa suami kamu melakukan itu, kenapa nak, apa salah anak emak ke suami kamu," ucap emak yang menangis sesenggukan karena menerima kenyataan kalau wanita ini istri dari pembunuh anaknya.     

"Saya tidak tahu, saya tidak bertanya, karena suami saya tidak pernah mengatakan apapun, dia tidak sadar kan diri, saya juga sedih mendengar apa yang suami saya katakan, dan saya ke sini memohon atas semua yang suami saya lakukan ke abah dan emak, jika berkenan maafkan suami saya ya abah, emak, saya hanya memohon maaf kan saya, saya mau suami saya tenang, jika pun dia di panggil Allah saya akan ikhlas emak abah," jawab Dina yang kembali bersujud di depan kedua orang tua Narsih, dia tidak tahu harus apa saat ini.     

"Kami ke sini hanya mau emak dan abah memaafkan anak kami yang sakit dan kami tidak bisa katakan sakit apa, tapi dia sudah menerima akibat dari apa yang dia perbuat, saya harap abah dan emak bisa memaafkan dia ya," jawab pak ustad yang membantu Dina meminta maaf ke abah dan emak.     

Narsih yang sedari tadi melihat istri Diman bersujud di kaki emak dan abahnya, Narsih hanya menatap datar, baginya maaf itu terlambat, karena mereka meminta maaf saat sudah mendapatkan karma, tapi di sisi lain dia juga tidak bisa melarang mereka meminta maaf ke emak dan abahnya.     

"Kami sedari dulu menunggu pembunuhnya tapi sekian lama tidak ada juga yang mau bertemu kami, dan kami sejak saat itu sudah ikhlas nak, kami benar-benar sudah mengikhlaskan semuanya. Jika, kamu datang besok, lusa atau tidak datang pun kami tetap sudah mengikhlaskan perbuatan suami kamu dan sahabatnya itu. Kami ikhlas Nak," jawab abah dengan hati yang lirih dan dia juga tidak bisa berkata apapun.     

"Sudah, bangun nak, kami tidak ingin kamu seperti ini, kami ikhlas nak, sudah ayo bangun nak, cepat bangun ya, jangan seperti ini nak, emak nggak mau kamu seperti ini, yang lalu biar berlalu, yang penting kamu sudah meminta maaf ke kami," ucap emak yang menarik Dina untuk bangun dan duduk di sebelahnya.     

Dina memeluk emak dengan erat, dia tidak menyangka emak dan abah Narsih menerima dia dan mau memaafkan suaminya.     

"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, karena bisa memaafkan anak kami yang bersalah dan kami tidak bisa katakan apapun, kami minta maaf sekali lagi," ucap pak ustad kepada abah dan emak yang masih memeluk Dina.     

Narsih tidak menyangka hati emak dan abahnya benar-benar mulia dan hatinya baik, dia senang memiliki hati seperti emaknya ini.     

"Emak sampai lupa kasih minum, sebentar emak kasih minum, kalian mau makan di sini, emak ada masak tapi tidak banyak, kalian menginap lah, besok pagi pulang, tidak baik jalan malam-malam, takutnya ada sesuatu, ajak saja yang di dalam mobil masuk pak," minta abah untuk menginap di sini dan meminta yang lainnya masuk.     

Dina memandang pak ustad dia segan karena harus tidur di rumah wanita yang di bunuh suaminya tapi jika pulang dia takut jika ada sesuatu, karena dia tidak tahu caranya membela diri.     

"Jangan sungkan, kami tidak mau kalian kenapa-napa, jadi kalian harus tinggal di sini ya, jangan pulang dulu," jawab emak yang masih ingin memeluk Dina.     

Dia rindu Narsih dan dia melihat Dina seperti melihat Narsih sama seperti wanita yang dari kota itu Nona.     

"Terima kasih emak, saya di terima di sini, saya merepotkan saja," ucap Dina ke emak dan abah.     

"Tidak ada yang merepotkan, semuanya terjadi begitu saja, jadi jika kalian tidak terima emak akan sedih," jawab emak yang masih memeluk Dina.     

Dina merasa dekat dengan emak Narsih dia tahu kalau emak merindukan anaknya, dia juga tidak mempermasalahkan.     

Dina mengambil telpon untuk menghubungi si mbok dan pak Dudung, dia ingin pak Dudung dan si mbok untuk masuk ke dalam rumah.     

"Halo mbok, mbok masuk saja ke dalam, bawa juga tas kecil saya ke sini sama tas mbak dan pak ustad ke sini, pak Dudung juga jangan lupa ikut masuk juga, kita nginap di sini, besok kita akan pulang," jawab Dina ke si mbok.     

"Baik, saya akan bawa tas ibu," jawab si mbok.     

Panggilan keduanya berakhir, Dina ikut emak ke belakang, dia anak orang kaya tidak sedikit pun merasa jijik dengan apa yang ada di rumah emak dan abah.     

Si mbok datang dan meletakkan tas di sudut kursi dan melihat majikannya ke dapur, dia berjalan ke arah dapur untuk bertemu dengan yang punya rumah dan dia melihat ke arah majikannya membantu sang empunya rumah.     

"Sini saya bantu, ibu duduk saja," jawab si mbok ke Dina.     

"Eh, mbok, kenalin ini emak Narsih, dia saudara saya, emak ini mbok yang membantu saya di rumah," jawab Dina yang memperkenalkan si mbok.     

"Apa kabar emak, senang bertemu dengan emak, saya Elis, emak," jawab si mbok Elis ke emak.     

"Iya, mbok Elis, salam kenal semoga senang di sini ya," ucap emak ke mbok Elis dengan senyum mengembang.     

Ketiganya menyiapkan makanan yang sederhana, akhirnya makanan yang mereka siapkan di tata di bawah beralasan dengan tikar. Semuanya menyantap makanan dengan tenang.     

Selesai makan, mereka semuanya membereskan piring makanan yang kotor di bawa si mbok, dia tidak mengizinkan majikannya dan emak untuk menyentuhnya. Emak akhirnya menyerah dan tidak ikut membantu mbok Elis.     

"Emak belum tahu nama kamu nak, siapa nama kamu nak?" tanya emak ke Dina.     

"Saya Dina, saya bersyukur emak mau menerima saya, saya berpikir emak tidak mau menerima saya," ucap Dina yang tersenyum kecil.     

"Dina, namanya bagus, tidak ada yang perlu kamu takutkan, semua sudah terjadi, kita tidak bisa mencegah semua yang terjadi, semua takdir sudah di tentukan, kita harus menerimanya, mau marah juga tidak akan bisa membuat anak emak nggak balik lagi, jadi menerima dengan lapang dada dan selalu mendoakan anak emak agar tenang," jawab emak dengan senyum kecil dan lembut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.