Dendam Winarsih

Ikhlas Tidak Mudah



Ikhlas Tidak Mudah

0Dokter Ryan terduduk mendengar apa yang dikatakan oleh Dina dia tidak tahu kalau dirinya ikhlas tidak kepergian suaminya itu, orang mungkin ikhlas tapi dia masih belum, karena kepergian Diman begitu mendadak tapi bagaimana pun dia harus ikhlas, walaupun ikhlas tidak mudah.     

"Tapi, aku rasa kita harus ke sana juga, karena anggap saja aku sebagai keluarga dia, karena bagaimana pun dia tidak bisa lepas dari semuanya Dina, mungkin kamu mewakili Diman, tapi beda dengan Bram kan, aku akan tetap ke sana, " jawab dokter Ryan yang tetap akan pergi ke sana.     

Ceklekkk!     

"Dokter, mohon maaf, pasien kejang dan tolong dokter," jawab suster yang keluar dari ruang ICU Bram.     

Ryan tidak bisa berkata apapun, dia langsung masuk ke dalam ruangan ICU Bram dengan cepat. Sanusi mendekati jendela dan melihat ke arah ruangan dari kaca besar.     

"Dia akan bertahan kah mbah?" tanya Sanusi kepada mbah Agung yang berdiri di sebelahnya.     

"Sudah aku katakan padamu kan, jangan tanyakan kepada aku," jawab mbah yang kesal dengan pertanyaan dari Sanusi.     

Dina menatap Bram, dia yang sudah membuat suaminya melakukan kejahatan di masa lalu dan berujung kematian suaminya di masa kini.     

"Dia akan meninggal, aku yakin itu," jawabnya lagi.     

Sanusi, mbah Agung dan pak Oyong menatap ke arah Dina, dia tahu kalau Dina sangat membenci bosnya itu.     

"Kalian jangan menatap aku, aku yakin kalian tahu bukan suamiku meninggal karena dia, dia harus menanggung akibatnya," jawab Dina dengan raut wajah yang penuh amarah.     

"Baiklah, kalau kamu marah dengan dia, dan kamu tahu jika itu masa lalu, dan bisa saja kesalahan remaja yang mereka lakukan itu tanpa sadar dan mungkin saja mereka ingin mencobanya tanpa tahu akibatnya apa," ucap mbah Agung kepada Dina.     

Dina yang mendengar apa yang di katakan mbah Agung diam, dia tahu Diman masa lalu seperti apa. Sanusi tidak banyak komentar sama sekali, dia hanya orang bawah.     

"Jangan mencoba membela pembunuh, karena pembunuh tidak pantas di bela," jawab Dina yang tidak suka karena mbah Agung berkata seperti itu.     

"Saya bukan membela dia tapi itu yang terjadi, saya rasa kamu juga membela Diman kan, saya ingat saat dia datang dan bicara kalau istrinya jijik dengan dia karena luka dan aroma yang tidak sedap keluar dari tubuhnya, apa itu sebagai istri, dan kalau tidak salah kamu juga ke desa itu kan untuk meminta maaf ke mereka juga, itu artinya kamu membela dia kan, benar begitu?" tanya mbah Agung yang skakmat ke Dina.     

Dina hanya diam saja, karena dia tidak mungkin menyangkalnya, dia menyesal sekali akan hal itu dan sekarang dia malah diingat kan akan hal itu lagi.     

Dina pergi begitu saja, tanpa sepatah kata pun. Mbah Agung duduk kembali sambil menarik nafas dan membuangnya begitu saja.     

"Dia membenci pak Diman dan bos Bram dan pada nyatanya dia membawa pak Diman juga kan," kata Sanusi yang tentunya membuat mbah Agung tersenyum kecil.     

"Namanya juga masih ada hubungannya dengan Diman, Diman masih suaminya, dia punya keluarga besar dari Diman, kalau di tinggalkan tentu keluarga akan marah padanya, jadi ya, terima saja lah," ucap mbah Agung yang di tanggapi oleh gelengan kepala oleh pak Oyong.     

Ceklekkk!     

Dokter Ryan keluar dan menatap ke arah Sanusi dan kedua pria tua yang masih menunggu Bram di luar.     

"Mana si Dina tadi?" tanya dokter Ryan ke Sanusi.     

"Sudah pergi, bagaimana dengan bos Bram," ucap Sanusi kepada dokter Ryan yang berdiri di depannya.     

"Dia tidak bisa di tinggalkan karena dia sudah kritis, saya tidak tahu harus apa, saya akan minta dokter menjaga dia dulu, besok kita pergi ya, aku tidak ingin kita tidak mendapatkan permintaan maaf itu, walaupun telat tapi aku mau dengar dari mulut kedua orang tua korban yang di bunuh Bram." jawab dokter ke Sanusi dan yang lainnya     

"Baiklah, kalau begitu, saya ikut saja, asal ada yang jaga saja, saya tidak mau dia kenapa-napa," jawab mbah Agung dan di anggukkan oleh dokter.     

Dokter pergi dari hadapan anak buah Bram dan supirnya, ketiganya duduk kembali. Pak Oyong berdehem dia masih memikirkan wanita yang dikatakan oleh keduanya.     

"Maaf, kalau wanita yang kalian maksud siapa ya?" tanya pak Oyong kepada mbah Agung dan Sanusi.     

"Dia wanita yang tinggal di rumah dia, pak Oyong kan tahu siapa dia," ucap Sanusi ke pak Oyong yang menanyakan ke dirinya.     

"Maksudnya, mbak Nona kah?" tanya pak Oyong yang menebak Nona orangnya.     

"Buat apa mbak Nona ke sini? Dan kaitannya apa dengan pak Bram, bukannya sudah tidak ada hubungannya apapun," ucap pak Oyong kepada Sanusi.     

Mbah Agung tidak tahu apa yang mereka katakan, dia hanya tahu kalau wanita itu adalah orang dekat Bram tapi sekarang sudah tidak.     

"Maksud kami, untuk melepaskan jimat dia tapi nggak bisa kan kata dokter tadi, dan dia juga tidak datang juga, dia tidak mau bertemu dengan bos juga, kami hanya mau dia datang dan jumpa saja, sehinanya bos pasti bisa kan dia datang ke sini juga hanya berdasarkan kemanusiaan," jawab Sanusi lagi.     

"Dia sudah tidak bersama Bram lagi kah?" tanya mbah Agung yang di balas anggukkan oleh keduanya.     

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya pak Oyong lagi.     

"Tidak, dia sudah pergi sejak saat itu dan wanitanya tidak mau kembali lagi, dan yang akan kita lakukan saat ini adalah diam saja dan menunggu kabar dari dokter." Sanusi tidak bisa berkata hanya menunggu apa kata dokter saja.     

****     

Di rumah Dino, semua orang berkumpul, mang Jupri mendapatkan kabar dari sahabatnya Bram masuk rumah sakit dan menanyakan kalau Nona di minta ke rumah untuk melihat Bram.     

"Supir Bram mengatakan kalau Bram masuk rumah sakit, kondisi dia makin parah, dan katanya Nona ada di minta untuk melihatnya, apa benar itu Nona?" tanya mang Jupri kepada Nona yang seketika Nona diam.     

"Iya mang, oleh dukun dan anak buahnya, aku katakan ke Nona ikuti kata hati kamu, jika mau pergi silahkan, tapi akan di temani, aku tidak mau dia kenapa-napa, apa aku tidak salah kan mang?" tanya Dino menjawab pertanyaan dari mang Jupri.     

"Jadi, dia benar-benar mendapatkan karmanya karena membunuh Narsih, apa nggak sebaiknya kita ke sana untuk lihat, sekalian kita bawa Nona, apakah kalian setuju?" tanya mang Dadang kepada semuanya.     

"Aku ikut saja, karena silaturahmi tidak boleh putus iyakan pak ustadz?" tanya Paijo ke pak ustadz Mahdi.     

"Iya, aku rasa seperti itu, karena memang kita harus bisa memaafkan kesalahan orang, biarkan Tuhan yang membalas semua kejahatannya, kita hanya memaafkannya saja itu sudah cukup," jawab pak Ustadz Mahdi kepada semuanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.