Dendam Winarsih

Dia Bukan Bram



Dia Bukan Bram

0Saat ini, Ian pak ustadz dan Paimin juga Sanusi berada di taman dan duduk di tempat yang berhampar danau yang cukup indah. Semilir angin terasa sangat tenang dan sejuk.     

"Apa yang terjadi saat ini pada Bram?" tanya pak ustadz yang mengawali apa yang terjadi dengan Bram ke Sanusi.     

"Maksdnya bapak apa ya? Apa yang terjadi dengan bos Bram itu karena bos Bram sakit dan dia terluka, saya tidak tahu dia terluka karena apa, dan juga dia terluka karena dirinya terkena karma dari perbuatannya di masa lalu, dan saya juga tidak tahu apa benar karena karma atau apa, saya tidak tahu pak," jawab Sanusi kepada pak ustadz dan yang lainnya.     

"Tapi, dari mana kamu tahu itu karma dan dari mana juga kamu tahu kalau itu dia sakit?" tanya Ian yang membuat pak ustadz memijat keningnya.     

"Kamu kenapa? Bukannya dia selalu ikut dengan dia, dan memang Bram sakit kan?" tanya pak ustadz ke Ian yang mulai ngelantur.     

Ian hanya diam karena dia salah ngomong, Ian menatap ke arah Sanusi yang belum juga membuka ucapannya.     

"Saya mencari supirnya pak Bram dan dia tidak tahu kemana saat ini, aku meminta dia menunggu pak Bram tapi dia tidak ada di sana, aku tidak tahu dia di mana saat ini, dan aku sedikit aneh dengan pasien yang di dalam kamar pak Bram aku tidak tahu kenapa tubuh pasien itu menyusut sekali tidak seperti biasanya, aku tidak tahu kenapa bisa terjadi seperti itu," jawab Sanusi yang membuat Ian, pak ustad dan Paimin terdiam mendengar apa yang Sanusi katakan.     

"Apa kamu mencurigai jika dia bukan Bram?" tanya Ian kepada anak buah Bram yang saat ini tidak mengeluarkan suara sedikitpun.     

"Iya, saya mencurigai jika itu bukan bos Bram, dan entah kenapa saya lebih berpikiran kalau dia itu pak Oyong, jika benar itu dia maka pak Oyong kenapa bisa di sana, dan kenapa dokter yang sahabatnya itu tidak pernah muncul lagi, bukannya dia minta kami mengantarkan ke rumah orang tua wanita yang dia bunuh itu," jawab Sanusi yang lagi-lagi membuat Ian dan yang lainnya mengangga mendengar apa yang dikatakan oleh Sanusi.     

"Bentar dulu, maksudnya tidak ada dokter yang memeriksa dia begitu?" tanya pak ustadz ke Sanusi yang di anggukkan oleh Sanusi.     

Ian menatap ke arah pak ustadz dan dia bingung mau jawab apa saat ini dan pak ustadz yang di pandang oleh Ian geleng kepala.     

"Aku yakin dia sudah berubah menjadi sosok yang hampir sama dengan Narsih pak dan mas Ian. karena jimat itu yang awalnya melindungi sekarang menguasai dia, dan bisa saja dia akan menghabisi orang yang dekat dengan kita maksudnya yang dekat dengan mbak Narsih. Dan aku harap, mas ini tidak ketahuan oleh bos Bram, jika sampai ketahuan bisa bernasib sama dengan orang yang mas cari," jawab Paimin yang membuat Sanusi memandang lekat ke arah Paimin.     

"Kamu ini kalau tidak salah anak murid dukun yang meninggal itu bukan, dan maksud kamu pak Oyong kenal dengan Narsih gitu?" tanya Sanusi saat melihat ke arah Paimin.     

"Iya mas, saya sudah tidak bersama guru saya lagi, saya bersama dengan mereka karena saya mau ke jalan yang benar," jawab Paimin ke Sanusi yang di anggukkan oleh Sanusi.     

"Jadi, bagaimana kita harus tahu jika dia itu bukan bos Bram melainkan pak Oyong, dan dia kenapa membuat pak Oyong seperti itu, dia saja nggak kenal dengan Narsih, dia hanya supir dan mengantar bos Bram kemana saja, kenapa di perlakukan seperti itu dengan bos Bram ya?" tanya Sanusi yang tidak percaya jika bosnya itu melakukan hal seperti itu, kejam sekali dan tidak bisa di percaya sama sekali pikirnya lagi.     

Semuanya diam tidak berkata apapun, Sanusi masih mencari alasan kenapa bosnya melakukan itu dan apa salah pak Oyong pada bos Bram.     

"Kamu bisa pantau dia saja, kami akan cari tahu di mana Bram, jika memang seperti yang dikatakan oleh Paimin ini benar, maka kita harus hentikan dia," ucap pak ustad me Sanusi.     

"Caranya bapak cari tahu bagaimana ya?" tanya Sanusi yang bingung dengan apa yang pak ustad katakan.     

"Saya akan pikirkan, saya harap kamu selamat dan tidak bernasib sama dengan pak Oyong, kamu harus diam dan jangan lupa berdoa, jika kamu ingin selamat, dia bukan bos Bram seperti yang kamu kenal." Pak ustad meminta Sanusi untuk berdoa dan tidak terlalu kelihatan jika dia sudah tahu kalau yang di ruangan itu bukan Bram lagi.     

Sanusi menganggukkan kepala, sekarang dia duduk menikmati minuman dan walaupun begitu pikirannya tetap takut karena sewaktu-waktu Bram akan melakukan hal yang tidak di inginkan misalnya membunuh dia.     

Setelah selesai berbincang dan menikmati minuman, mereka pulang, Sanusi di minta untuk di turunkan agak jauh dari rumah karena dia tidak mau Bram tahu keberadaan dia.     

"Aku di sini saja, aku akan naik ojek saja, aku harap kalian bisa melakukan sesuatu yang membuat kami cepat terlepas dari Bram, aku mohon pada kalian," jawab Sanusi yang memohon untuk segera membuat Bram ketangkap dan tidak membuat kejahatan lagi.     

"Semoga kami bisa menemukan jalannya, dan aku harap kamu tenang jangan buat dia tahu, aku yakin dia akan memantau kamu, untuk saat ini dia di tempat yang akan membuat dia berada di sana untuk waktu yang tidak tahu," jawab pak ustadz ke Sanusi.     

"Ke tempat siapa pak?" tanya Sanusi yang penasaran di mana ke beradaan dirinya.     

"Ada di tempat yang kamu pasti tahu, sekarang cepatlah turun dan tenang saat di sana," jawab pak ustadz ke Sanusi dan Sanusi turun dari mobil langsung naik ojek ke rumah sakit, sedangkan mobil langsung ke rumah.     

Di kantor berita, Dino masih getar getir, dia takut jika apa yang akan mereka katakan itu benar jika itu Bram, dan jika benar maka Nona dalam bahaya dan sudah pasti Nona akan di culik, tapi kenapa Narsih tidak tahu, ada apa ini sebenarnya pikir Dino yang campur aduk.     

"Apa kamu bingung karena pekerjaan yang kamu buat itu sulit atau kamu memikirkan Nona yang kerja di luar?" tanya Paijo ke Dino yang dari tadi tidak tenang sama sekali.     

"Bukan, aku tidak tenang karena aku takut jika Bram menculik Nona, apa lagi jika dapat kabar dari mereka nanti, aku makin tidak tenang dan Narsih yang berada di sana tidak tahu sama sekali Bram itu sedang apa, apa selicik itu Bram hingga Narsih saja terkecoh," jawab Dino dengan raut wajah cemas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.