Dendam Winarsih

Dia Sembunyi Di Mana



Dia Sembunyi Di Mana

0Dino pun kembali ke kota dia juga akan segera mengurus semuanya dan tentu saja dia tidak bisa mengatakan apapun lagi saat ini dia gembira dan sangat gembira sekali.     

"Cie, yang sudah menikah, apa sekarang dunia milik berdua kah?" tanya Ian yang membawa mobil kembali ke kota.     

"Iya nih, kamu ini benar-benar seperti orang yang tidak bisa melihat orang senang saja, pengantin baru biasalah," ucap Paijo kepada Ian yang di tanggapi oleh gelak tawa semuanya.     

Dino hanya mencibir ke arah kedua sahabatnya, dia juga tidak bisa berkata apapun, saat suasana hening telpon Mang Dadang, langsung berdering.     

"Mang Jupri kenapa telpon ya?" tanya mang Dadang yang heran dengan panggilan masuk dari mang Jupri.     

Mang Dadang menjawab telpon dari mang Jupri. "Assalamu'alaikum, ada apa Jupri, kenapa kamu telpon aku, apa ada masalah?" tanya mang Dadang pada sahabatnya itu.     

"Ada masalah Dadang, kalian harus kembali ke sini, aku merasakan ada sesuatu yang memperhatikan aku, aku takut itu Bram," ucap mang Jupri kepada mang Dadang.     

"Baiklah, kami putar balik," jawab mang Dadang yang langsung mengakhiri panggilannya kepada mang Jupri.     

"Baiklah, Ian kita putar balik, kita jemput mang Jupri, cepat ya, sepertinya ada masalah, beruntung kita masih di sini," ucap mang Dadang kepada Ian     

"Ada masalah pak? Kenapa bisa ada masalah di sana ya?" tanya Ian yang bingung kenapa dengan mang Jupri.     

Mobil bergerak dengan kecepatan yang sangat kencang, dan saat sampai di rumah mang Jupri, mereka terkejut karena rumah mang Jupri sudah di datangi oleh banyak warga.     

"Ya Tuhan, ada apa ini mang," ucap Ian yang terkejut melihat rumah mang Jupri kebakaran dan saat ini mang Jupri dan istrinya terduduk dengan wajah yang hitam dan bibirnya luka.     

Mereka turun dari mobil dan langsung mendekati mang Jupri, mobil kebakaran datang dan langsung menyiram rumah mang Jupri.     

"Apa yang terjadi?" tanya mang Dadang kepada sahabatnya itu.     

Mang Jupri yang melihat kedatangan mereka langsung memeluk mang Dadang, Bibi Sumi memeluk Mirna dan Nona dia menangis karena dia tidak sanggup untuk melihat kenyataan kalau rumah yang sudah lama dia tinggali kebakaran.     

"Bibi, sudahlah, jangan sedih, sabar ya," ucap Mirna dengan lembut.     

"Iya nak, rumah kami kebakaran dan dia penyebabnya," bisik bibi Sumi dengan suara bergetar.     

Mirna dan Nona saling pandang satu sama lain, mereka tahu jika yang di maksud oleh bibi Sumi. Dino dan sahabatnya saling pandang, mereka tidak tahu apa yang terjadi saat ini, kenapa baru di tinggal sudah kebakaran dan beruntung mereka selamat itu yang penting.     

Cukup lama mereka memadamkan rumah sekalian penginapan mang Jupri yang terbakar. Tidak ada yang tersisa sama sekali sama sekali.     

"Mang, kami turut berduka ya, jika mamang mau bisa tinggal di rumah kami," ucap pak ustad yang kasihan dengan keduanya.     

Mang Jupri sudah lama di desa ini, dan tentu sangat di hormati oleh warga di sini. Mang Jupri terharu karena dia sudah di perhatikan.     

"Tidak apa pak, kami ikut nak Dino saja, terima kasih banyak," ucap mang Jupri kepada pak ustad dan warga yang tanpa pamrih memberikan bantuan sedikit yang mereka kumpulkan langsung.     

Warga yang sudah pulang dari rumah mang Jupri tersenyum melihat rumahnya sudah ludes, rumah yang dia bangun dari jerih payahnya kini hangus terbakar.     

"Dia datang ke sini dan dia juga tidak terlihat di mataku, dia hanya membuat rumah kami terbakar dan tertawa kepadaku dan istriku, dia benar-benar tidak mau melepaskan kita Dadang, dia terus menerus mengikuti kita," ucap mang Jupri kepada sahabatnya yang duduk di sebelahnya.     

"Jangan pikirkan itu, ingat satu hal, jika kamu menyerah maka dia akan senang, kita sekarang harus mencari dia, tapi dia sembunyi di mana, aku pikir dia sudah tidak menganggu kita, karena Nona sudah menikah, tapi nyatanya dia masih menganggu kita," ucap mang Dadang yang berusaha menyemangati sahabatnya ini.     

"Aku sudah tidak bisa hadapi dia, aku sudah tua, dan kalian lah yang menghadapi dia," jawab mang Jupri yang sudah tidak bisa lagi ikut menangkap Bram.     

"Dia tidak sembunyi, dia ada di sini, dia memperhatikan kita, dia benar-benar di sini, mendekat lah kalian, Nona kamu dekat dengan Dino, jangan jauh dari Dino, ingat itu," ucap pak ustad kepada Nona.     

Dino langsung menarik Nona dalam pelukkannya dan Mirna lari ke arah Ian. Paijo dekat dengan bibi Sumi, dia tidak mau bibi ikut jadi korban, Toni pun ikut mendekati bibi Sumi.     

"Ayo kita kembali, jangan pikirkan dia, ingat satu hal, jangan pernah dekati dia ya," ucap mang Dadang kepada yang lainnya.     

"Kami tidak dekati dia mang, dia yang dekati kami," ucap Ian yang kesal karena Bram sudah melewati batas kesabaran dia.     

"Sudah, ayo kita pulang, mang, kita pulang sekarang, kalau pakaian nanti kita cari di kota, jangan takut ya," ucap Dino yang meminta mang ikut dengan dia dan tidak memikirkan pakaian, dia akan membelinya untuk keduanya.     

Mrang Jupri pun ikut bersama dengan Dino dan yang lainnya dia tidak mungkin tinggal di sini lagi, Dino ikut masuk dan mereka meninggalkan rumah mang Jupri, rumah yang pertama sekali mereka datang dan banyak kejadian yang tidak terduga dengan mereka saat mereka tiba di sana sampai sekarang mereka selalu mendapatkan kejutan yang luar biasa.     

"Aku merasakan ada yang ikuti kita," ucap Ian yang membawa mobil ke arah jalan tapi dia merasakan ada yang ikuti dia tapi tidak kelihatan siapa orangnya.     

"Sudah, jangan memikirkan itu, berdoa saja," ucap mang Dadang kepada Ian yang gelisah karena dia selalu melihat ke arah belakang.     

Pak ustad yang sadar langsung menunduk dan membacakan doa ke dengan tenang dan tentu saja dia tidak bisa berdiam diri saja ada yang mengikuti mereka.     

Mobil terus melaju dan tanpa mereka duga ada tanah longsor yang membuat Ian mengebut dan entah mengapa tanah itu seolah mengejar mereka, Dino tidak bisa berkata apa-apa dia gugup karena sejak kapan ada tanah longsor di sini.     

"Jangan lupa berdoa kalian, kita sedang di serang, dia menggunakan halusinasi kita, ini bukan longsor sesungguhnya, Ian kamu fokus berdoa dalam hati kamu, jangan memikirkan itu, ini hanya permainan dia," ucap pak ustad kepada Ian yang gugup karena melihat longsor.     

"Baik pak," ucap Ian yang kembali tenang.     

Mirna yang memeluk Nona menangis, keduanya menangis begitu juga bibi Sumi yang ikut memeluk keduanya, dia takut jika terjadi kecelakaan, karena dia sudah lama di sini, tidak ada longsor dan tidak ada bukit. Pak ustad terus membaca doa tanpa henti sama sekali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.