Dendam Winarsih

Menyerah Kamu Bram



Menyerah Kamu Bram

0Mbah Agung meminum air yang di berikan oleh Sanusi dengan rakus, setelah minum, dia merasakan tubuhnya lega dan mbah Agung menatap ke arah Sanusi yang berada di sebelahnya.     

"Aku tidak apa, aku ingin membuat kamu bisa ada yang menjaganya, aku yakin Bram akan melakukan hal yang sama dengan yang tadi, aku yakin sekali, makanya aku memberikan kamu sedikit ilmuku, dan aku harap kamu bisa cepat pergi dari sini, ingat satu hal, kalau dia tidak bisa kita dekati, kita jangan ikut campur dengan urusan Bram, dia bukan Bram yang sebelumnya, dia bukan bos kamu lagi, ayo kita pergi, jangan di sini lagi, jika kamu masih tetap mau di sini, aku tidak akan membantu kamu dan melarang kamu, karena hari ini pertemuan terakhir kita, jaga diri kamu Sanusi," ucap mbah Agung kepada Sanusi yang menatap mbah Agung dengan tatapan sedih.     

"Saya akan segera pergi, saya akan pulang ke rumah dan akan segera pergi sini, aku harap dia tidak ke sana, jika dia ke sana, apa yang harus saya lakukan ya mbah, saya tidak bisa lihat dia sama sekali," ujar Sanusi dengan raut wajah sedih dan sangat sedih.     

"Sabar ya, kamu bisa melihat dia, dan aku yakin kamu tenang bila melihat dia, jangan takut, ilmu yang saya kasih ke kamu berguna untuk kamu dan ingat satu hal, kamu akan bebas percaya saja dan kamu jangan lupa berdoa, semoga kita bisa bertemu lagi," ucap mbah Agung kepada Sanusi yang menatapnya dengan lekat dan tentu saja membuat dia sedih karena harus berpisah dengan mbah Agung.     

Keduanya akhirnya pergi ke jalan masing-masing dan Sanusi kembali ke rumah Bram dan saat yang bersamaan dia bertemu asisten Bram yang sedang membagikan gaji mereka, Sanusi pun memberitahu kan ke asisten itu kalau dia akan pergi ke kampung dan dia berhenti bekerja, asisten Bram pun tidak bisa melarang, dia menberikan upah lebih ke Sanusi, anak buah Sanusi juga ikut Sanusi, karena sudah tidak betah jika Sanusi tidak bersama mereka.     

"Semoga aku bisa membuat hidup aku lebih baik dan tidak bertemu dengan bos Bram itu lagi," ucap Sanusi yang melihat rumah Bram untuk terakhir kalinya.     

Di tempat lain Bram lagi-lagi terlihat di rumah Dino, dia tidak akan menyerah untuk mendapatkan Nona, dia ingin segera mendapatkan Nona dan akan dia jadikan tumbal dan mengembalikan dia ke wujud semula.     

Narsih yang tahu Bram di depan langsung bergerak ke arah Bram dan tersenyum ke arah Bram dan tentu saja membuat dia senang karena Bram muncul tanpa dia undang.     

"Kang mas Bram sudah datang kah, wah neng benar-benar tidak menduga karena kang mas datang begitu saja di sini, dan tentu saja membuat aku ingin mengundang kang mas Bram masuk," ucap Narsih yang memandang ke arah Bram dengan tatapan tajam.     

Narsih mengejek Bram, dia tahu kedatangan Bram karena apa, sekarang Bram dan dia imbang, dia sudah hampir sama dengan dirinya, tapi dia tidak tahu kemana tubuhnya Bram saat ini.     

"Tutup mulutmu, apa kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan hmm? Kamu mengejek aku kan?" tanya Bram kepada Narsih yang sekarang berada di depan mereka.     

"Aku tidak mau mengejek kamu, aku hanya mau membalaskan dendam aku saja, hanya itu, aku juga tidak takut sama sekali, aku tidak takut jadi jangan bermimpi aku takut padamu, paham kamu Bram," ucap Narsih kepada Bram yang sudah terlihat wajahnya penuh amarah.     

Bram yang menahan amarahnya dengan cepat menyerang Narsih tapi sayang, Narsih mengelak dan terbang sambil tertawa kencang.     

"Menyerahlah Bram, jangan buat aku tertawa melihatmu, lihatlah, kamu masih belum bisa melawanku, kamu lemah Bram," ejek Narsih sekali lagi, emosi Bram meledak dan mengejar Narsih yang berada di atas dan tentu membuat Narsih menghindari Bram.     

"Jangan kabur kamu Narsih, kembalilah, aku mau kamu kembali ke sini Narsih," teriak Bram dengan kencang dan membuat Narsih tidak memperdulikan Bram.     

Dino dan yang lainnya sembunyi di rumah, mereka tidak ada yang berani mendekat sama sekali. Narsih menghilang dan saat ini berada di rumah dan ikut mengintip bersama dengan mereka     

"Apa mbak Narsih takut ya dengan Bram ya?" tanya Ian yang masih melihat Bram mengamuk di luar.     

"Entahlah, aku tidak tahu, karena aku yakin dia tidak kan takut pada Bram, mungkin dia ingin tahu kelemahan Bram, jika memang dia lemah mana mungkin dia bisa menghajar anak buah Bram yang dulu-dulu," sambung Paijo yang tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Ian.     

"Aku harap seperti itu dan jika pun dia takut sayang sekali, siapa yang menghadapi Bram itu, dia sekarang makin gencar mengejar kita dan Nona kamu harus menjauh dan selalu bersama Dino, jika perlu menikah saja kalian, aku bingung dengan kalian ini," ucap Ian yang gemas karena mereka berdua ini.     

"Iya aku tahu, sudah jangan buat aku malu dengan yang lainnya," ucap Dino yang tersipu malu.     

Selesai mengintip mereka berbalik dan terlihat Narsih sudah berada di belakang mereka. Ian yang melihatnya tersenyum ke arah Narsih dengan senyum kuda.     

"Sejak kapan dia di sini?" tanya Ian yang melirik ke arah mang Dadang dan mang Jupri yang tersenyum geli karena Ian ketahuan mengibahi Narsih.     

"Sudah dari tadi, aku bukan takut, aku mau lihat kekuatan dia, jimat tanah kuburan aku melekat di kulitnya. Jadi, aku harus bisa membuat dia terkecoh, aku mau lihat posisi di mana jimat itu berada, aku yakin jimat itu pasti berada di sana dan aku yakin itu," jawab Narsih yang sengaja memancing Bram dia ingin melihat jimat Bram tapi saat ini dia belum melihatnya.     

"Tapi, apa dia melekat di dada dekat jantung kah?" tanya Ian yang menduga jika jimat itu ada di dekat jantungnya,     

"Baiklah, jika itu yang mbak katakan, aku ikuti saja, jangan sampai dia mendekati kami, terlebih Nona, dia pasti ke sini karena mengincar Nona, aku tidak mau Nona sampai terluka," ucap Dino yang memandang ke arah Nona yang tertunduk lemas.     

"Sudah jangan sedih kamu, kita akan bantu semampu kami, mbak ada tidak sesuatu yang buat dia menyerah, karena sahabat Bram akan pulih dan dia akan menyerahkan diri, takutnya mereka di bunuh juga," jawab Ian ke Narsih dan meminta Dino sabar.     

"Aku rasa kita lindungi mereka dan kita akan minta mereka membaca doa, karena doa itu sangat penting buat kita umat manusia." ucap pak ustad kepada Ian dan semuanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.