Dendam Winarsih

Aku Bukan Pembunuh



Aku Bukan Pembunuh

0Bram yang sudah tertidur pulas lagi-lagi masuk ke alam. mimpinya, sudah beberapa kali sejak Narsih hadir untuk membalaskan dendamnya, Bram berkali-kali mimpi buruk dan kali ini mimpinya tidak lain dan tidak bukan mimpi yang sama.     

"Aku di mana ini? Kenapa tempat ini gelap sekali, tidak ada siapapun di sini. Halo, apa ada orang di sini?" tanya Bram yang memanggil orang yang sekiranya ada di sini.     

Bram terus memanggil dan tidak henti-hentinya dia memanggil. Bram diam karena panggilan dia tidak di jawab sama sekali.     

"Aku di mana ini, kenapa tidak ada ada yang menjawabnya." Bram benar-benar frustasi karena tidak ada yang mau menyahut panggilan dari dia.     

"Aku harus ke luar dari sini, ya aku harus keluar," gumam Bram yang berjalan tanpa ada sedikit cahaya sama sekali gelap pun dia tetap jalan, sampai pada satu titik, dia menemukan cahaya, Bram berjalan cepat dan pada saat cahaya makin terlihat terang, Bram membuka matanya dan terlihat ada rumah dan itu rumah masa kecilnya.     

"Itu rumahku, ayah ibu, aku merindukan kalian," gumam Bram.     

Bram merindukan ayah dan ibunya yang sudah lama meninggal, sepulangnya dia dari desa Salak, Bram menerima kenyataan kalau ayah dan ibunya meninggal kecelakaan, sejak itu dia berubah menjadi sosok yang mandiri dan semua yang dia kerjakan tanpa sedikit ada nasehat atau diskusi ke ibunya atau ayah, walaupun begitu dia tetap sukses dan sampai sekarang terkenal.     

"Ayah, ibu, aku pulang, kalian di mana, aku merindukan kalian semuanya, ayah ibu," panggil Bram dengan kencang.     

Bram sudah masuk ke dalam dan mencari di dalam rumah kedua orang tuanya. Bram tidak menemukan siapapun dan hanya ada kesunyian. Bram duduk di kursi yang biasa dia duduki dan di kursi itu ayahnya menceritakan bagaimana cara beribadah yang baik.     

"Aku sudah lupa bagaimana ayah mengajari aku akan ibadah yang benar, aku sudah tidak bisa lagi mengingat semuanya, ayah ibu, kembalilah, bantu aku untuk bisa lebih baik lagi," ucap Bram sambil berlinang air mata.     

Bram tertunduk dan merenungi semua kesalahan yang telah dia perbuat, dia ingin tenang, selama ini dia dihantui rasa bersalah, tapi sifat ego yang tinggi serta kedudukan yang dia dapat membuat dia engan mengakuinya.     

Cekelkkk!     

Pintu terbuka terlihat orang yang dia sayangi dan dia cintai selama ini, ayah dan ibunya. Sudah lama dia ingin melihat keduanya dan tentu itu membuat dia makin ingin memeluk ibunya. Bram berhamburan memeluk keduanya, tapi saat dia memeluk ibunya, Bram tidak bisa memeluknya, dia seperti memeluk bayangan.     

"Ibu, kenapa aku tidak bisa memeluknya, kenapa aku tidak bisa memeluknya," gumam Bram yang berkali-kali menggapai tubuh ibunya tapi tidak bisa juga.     

Kedua orang tua Bram melihat ke arah Bram dan tentu membuat Bram menghentikan tangisannya dan membuat Bram memandang keduanya.     

"Bram belum pulang Yah?" tanya ibu Bram kepada ayahnya.     

"Belum, aku tidak melihat Bram sama sekali, anak itu tidak bisa di kasih tahu, dia hanya tahu kepentingan dirinya saja, entah apa yang dia lakukan di luar sana," ucap ayahnya dengan wajah yang datar dan masam.     

"Ini aku ibu, ayah, aku sudah pulang, aku tidak mungkin keluar tanpa pemberitahuan ibu dan ayah," ucap Bram kepada kedua orang tuanya.     

Tapi keduanya tidak melihat sama sekali dan tidak memperdulikan Bram, tidak berapa lama Bram mendengar ada suara ketuk pintu dan seseorang masuk dalam kondisi yang mengejutkan.     

Tok ... tok ...     

Cekelkkk!     

Pintu terbuka dan seseorang itu masuk dengan kondisi tubuh penuh darah dan Bram yang melihat seseorang itu berlumur darah terkejut, dia melihat dirinya sendiri dan itu sama seperti dia waktu masih muda dan saat dia sudah membunuh Narsih.     

"Aku, tidak tahu harus ke mana ayah, ibu, aku membunuh orang ayah ibu, aku bunuh dia karena menolak cintaku, jadi aku membunuhnya, bantu aku," ucap Bram muda yang ada di dalam mimpinya.     

Bram yang melihatnya mengigil dia tidak pernah berkata seperti itu dan saat dia membunuh pun kedua orang tuanya tidak tahu sama sekali, sampai kedua orang tuanya meninggal pun tidak ada yang tahu selain sahabatnya yang ikut.     

"Anak tidak tahu diri, kamu sudah membunuh orang sekarang kamu ke sini, pergi kamu pembunuh, aku bilang pergi kamu, aku tidak ingin melihat kamu di sini lagi, aku membenci kamu, kamu bukan anak kami lagi," pekik ayahnya dengan kencang.     

Bram yang berdiri memandang ayahnya menangis, dia tidak menyangka kalau ayahnya membencinya. Bram muda mendekati ibunya, tapi ibunya tidak mau mendekatinya.     

"Kamu bukan anakku, kamu pembunuh, kamu benar-benar pembunuh, aku akan pastikan kamu akan mendapatkan hukuman dari Tuhan, pergi dari sini sekarang, jangan dekati aku dengan tangan kotormu itu, pergi kamu pembunuh, pergi kamu," ucap Ibu Bram dengan suara lantang.     

Bram gemetar, dia tidak tahu bagaimana caranya bisa menjelaskan ke ibunya bahwa apa yang terjadi. Bram mencoba mendekati ibunya, sedangkan Bram yang muda melirik Bram satunya yang mendekati kedua orang itu dengan suara bergetar.     

"Ibu, ayah, aku bukan pembunuh, aku benar-benar bukan pembunuh ibu, aku anakmu, aku bukan pembunuh," ucap Bram dengan suara bergetar menahan air mata.     

"Kamu pembunuh Bram, ibu dan ayahmu saja tidak menginginkan kamu, dia tidak mau kamu mendekati dia, kamu benar-benar pembunuh dan aku pastikan kamu tidak akan bisa mendapatkan maaf dari keduanya," ucap seseorang yang ada di belakangnya.     

Bram yang mendengar itu berbalik dan melihat sosok itu bangun dan tersenyum. Bram muda yang di depannya tersenyum mengejek, dia mendekati Bram, Bram yang masih menatapnya terlihat tenang, dia tidak takut sama sekali dan tidak akan pernah takut, Bram melihat sosok itu berhenti tepat di depannya dan Bram bisa merasakan di indera penciumannya.     

Aroma darah segar menyeruak dan membuat Bram ingin muntah. Pria yang menyerupai Bram berubah menjadi sosok yang Bram kenali, dan itu adalah Narsih. Bram ingin mundur tapi tubuhnya serasa kaku, dia tidak bisa membuat dirinya bergerak kemana pun, dia benar-benar kaku dan sangat kaku.     

"Kamu takut Bram? Lihatlah, orang tuamu saja tidak mengingkan kamu untuk jadi anaknya, dia membenci anak yang melakukan kejahatan menghilangkan nyawa wanita yang tidak bersalah, mereka benar-benar membenci kamu, mereka sangat membenci kamu, Bram," ucap Narsih dengan wajah yang sudah ingin membunuh Bram.     

Golok yang di depan mata Bram sudah bersiap dia layangkan dan dia acungkan ke wajah Bram dengan cepat dan tentu membuat Bram ketakutan.     

"Kenapa, kamu takut? Kamu ingat golok ini? Golok yang membuat aku meregang nyawa dengan suamiku, golok ini yang juga merenggut nyawaku Bram, kamu ingat itu," teriak Narsih kepada Bram.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.