Dendam Winarsih

Narsih Makin Kuat



Narsih Makin Kuat

0Bram diam, dia tidak tahu harus apa saat ini, karena bagi dia, ini luka yang amat sangat mustahil, mimpi di lukai dan nyatanya juga dia terluka juga.     

"Tidak di rampok atau apapun, ini kecelakaan kerja, saat mengunjungi pabrik, aku tidak sengaja di sayat, cepat obati aku sekarang," ucap Bram kepada sahabat dokternya itu.     

Sahabatnya itu tidak bertanya lagi dia melakukan tugasnya dengan baik, Bram merasakan tubuhnya benar-benar perih saat diobati, walaupun di suntuk bius tetap dia merasakan sakit teramat dalam.     

Satu jam lebih akhirnya semuanya berjalan lancar Bram bisa juga di obati, Bram bisa melihat luka yang di tubuhnya sudah benar-benar hilang tidak seperti semalam, dia saja jijik melihat tubuhnya sendiri.     

"Ok, siap sekarang waktunya aku memberikan obat untuk kamu, kamu jangan lupa meminumnya paham kamu," ucap dokter kepada Bram.     

Bram menganggukkan kepala dan dia tidak banyak bicara, obat bius tadi mulai terasa berdenyut, setelah mengambil resep, Bram keluar dan meminta Sanusi mengambil obat, Bram duduk menunggu namanya di panggil, tidak berapa lama nama Bram di panggil dan mengambil obat langsung bayar dan pulang.     

"Bos, apa lukanya semalam kambuh lagi?" tanya Sanusi.     

"Bukan, kita ke rumah mbah Agung, saya mau ke sana sekarang, kamu ikut saya sekarang," ucap Bram kepada Sanusi.     

Sanusi menganggukkan kepala dan dia ikut saja kemana bosnya mau pergi, dia tidak akan membantahnya. Sanusi membuka pintu untuk bosnya, Bram masuk ke dalam mobil disusul oleh Sanusi.     

"Pak, kita ke rumah mbah yang kemarin ya, saya     

mau ke sana, cepat ya," ucap Bram kepada pak Oyong.     

"Siap pak," jawab cepat pak Oyong.     

Mobil melajukan mobil ke rumah mbah Agung, Bram merebahkan kepala di sandaran mobil belakang dia merasakan denyut lagi, dan dia juga tidak tahu kenapa mimpi itu kenyataan, apa sekarang jimat ini sudah tidak bisa berfungsi lagi pikir Bram dalam hati.     

Bram menutup matanya sejenak, dia benar-benar lelah karena tidak bisa mengakhiri apa yang terjadi. Cukup lama perjalanan mereka menuju rumah mbah Agung, dan pada akhirnya Bram dan Sanusi sampai, keduanya keluar dan langsung ke dalam rumah mbah Agung.     

Tok ... tok ...     

Pintu rumah mbah Agung di ketuk oleh Sanusi, mbah Agung yang mendengar ketukkan dari pintu langsung membukanya dan dia terkejut ada Sanusi dan Bram bosnya Sanusi.     

"Masuk lah, cepat masuk. Ada apa kalian di sini? Apa kalian ingin mengatakan sesuatu?" tanya mbah Agung kepada     

Bram dan Sanusi duduk di depan mbah Agung, keduanya saling pandang satu sama lain. Bram menarik nafas dan menunjukkan tangannya ke arah mbah Agung. Mbah Agung menyerngitkan keningnya dan dia tidak tahu apa arti dari yang Bram maksudkan.     

"Apa ini? Apa luka kamu tidak sembuh? Bukannya saya sudah kasih obat ke kamu, apa tidak memakainya?" tanya mbah Agung kepada Bram.     

"Pakai dan sudah hilang, ini semalam saya mimpi dan di sana saya bertemu dia dan dia melukai saya dengan goloknya dan saya pikir itu hanya mimpi tapi nyatanya tidak, dan seperti ini kejadiannya, saya tidak tahu apa jimat saya tidak bisa membayangkan kalau saya di bunuh oleh dia di alam mimpi," ucap Bram dengan wajah sendu.     

"Yang semalam gagal, dia banyak yang bantu, termasuk ustad muda di sana, dan saya terluka juga, makamnya aman termasuk dia juga, mungkin saat ini kamu dalam bahaya, kamu tidak bisa lari lagi Bram, kamu akan dihabisi, Narsih makin kuat dan jimat kamu tidak berfungsi di alam mimpi, dia akan menghabisi kamu di alam mimpi jika kamu tidak punya jimat untuk menghadapi dia," ucap mbah Agung kepada Bram.     

"Jadi, bos Bram harus apa mbah?" tanya Sanusi kepada mbah Agung.     

"Dia harus bisa memakai jimat dan jika melihat dia semakin kuat, guru saya akan bisa bantu kita, saya sudah hubungi dia dan saya sudah kasih tahu dia jika kita menghadapi sosok ini dan dia mau bantu, jadi saya akan ke sana, dan saya akan bawa dia ke tempat saya, kalian jangan khawatir, ini saya kasih untuk kamu, sementara saja, kasih juga ke sahabat kamu itu ya, ingat jangan lupa kamu pakai, sampai guru saya datang, ingat ya, jangan sampai kamu tidak pakai dan tidak kasih ini, nanti saya akan hubungi kalian," ucap mbah Agung kepada Bram.     

"Kalau begitu terima kasih banyak, kami permisi dulu," ucap Bram kepada mbah Agung.     

Bram memberikan sedikit uang dalam amplop dan Bram langsung pulang dari rumah mbah Agung dengan jimat, Bram merasa hidupnya banyak yang masalah dan banyak memakai jimat. Sampai di dekat mobil, Bram masuk dan duduk dengan tenang di dalam.     

"Kita ke kantor, saya ada urusan cepat ya pak," ucap Bram kepada pak Oyong.     

"Baik pak Bram," jawab pak Oyong lagi.     

Mobil meninggalkan rumah mbah Agung dan mereka melanjutkan perjalanan ke kantor. Bram melihat jimat yang dia pegang, sejak mimpi itu Bram merindukan ibu dan ayahnya.     

"Bram, kamu harus ke makam ibu dan ayah kamu, kamu harus ke sana," gumam Bram pada dirinya sendiri.     

Bram bertekad akan ke makam ayah dan ibunya, dia tidak mau kalau nantinya suatu saat akan ada penyesalan di hatinya. Mobil melajukan ke kantor Bram dan tidak berapa lama mobil masuk ke dalam kantor Bram. Setelah parkir, Bram langsung keluar dan langsung masuk ke dalam kantor.     

"Pak Bram ada sahabat anda di ruangan tunggu," jawab asisten Bram saat Bram tiba di kantor.     

"Hmm, bagaimana dengan pekerjaan, apa sudah berjalan sesuai perintah saya?" tanya Bram kepada asistennya.     

Bram mencari asisten untuk membantunya dan dia ingin bila dia tidak di kantor dia yang akan mengurusnya bersama sekretarisnya. Bram naik lift menuju ruangannya, sampai di ruangan, Bram masuk ke ruang tunggu dan Diman ada di sana.     

"Apa yang kamu lakukan Man?" tanya Bram kepada Diman.     

"Bram, kamu tahu sesuatu tidak?" tanya Diman kepada Bram.     

Bram menyerngitkan keningnya dengn pertanyaan dari Diman. Bram mengajak Diman untuk pergi ke ruangannya dan dia ingin membuat bicara tenang di sana. Keduanya duduk bersebelahan dan tentu membuat Bram dan Diman saling pandang satu sama lain.     

"Aku mimpi di sabet oleh Narsih dan lihatlah, aku baru dari rumah sakit dan dokter katakan kalau kamu ke sini dan kita mempunyai luka yang sama, apa benar itu Bram?" tanya Diman kepada Bram sahabatnya.     

Bram menarik nafas dan menghela nafasnya panjang, dia tidak tahu harus apa, dan dia memandang ke arah Diman dan menunjukkan tangannya. Diman mengangga melihat apa yang terjadi dengan dirinya dan Bram.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.